Itu komentar standar dari orang yang tidak mampu melihat lebih jauh bahwa JM Card ini mampu memecahkan begitu banyak masalah walaupun ada yang harus dikorbankan. Yaitu tidak lagi menggunakan tenaga manusia seperti yang biasa kita lihat di setiap pintu tol. Ada petugas jalan tol yang memberi kartu tol dan yang menerima uang pembayaran tol. Atau kita sebut, ini adalah cara konvensional.
Di Eropa, hampir semua jalan tol sudah sudah tidak lagi menggunakan tenaga manusia. Di sana, mereka memiliki 3 cara pembayaran jalan toll:
- Stiker bebas bayar jalan toll yang ditempel di kaca mobil bagian depan.
- Kartu kredit atau kartu pembayaran jalan toll seperti JM Card.
- Uang pas yang lemparkan ke keranjang dan tidak dikembalikan jika ada kelebihan.
Ketiga sistem pembayaran jalan toll di Eropa membuat setiap perjalanan jarang mengalami antri mobil yang panjang seperti di Indonesia. Penghematan waktu yang diberikan dengan adanya sistem pembayaran jalan toll seperti ini, sangat signifikan sekali.
Di Indonesia, hal serupa diupayakan untuk dilakukan mengingat jumlah kendaraan yang melintas disetiap jalan toll sangat tinggi sekali.
Bagi pengguna jalan toll, mungkin sistem pembayaran masuk toll dengan menggunakan JM card ini masih terasa asing. Tetapi jika sistem ini sudah mulai dilakukan dan beriringnya waktu, saya yakin efesiensi waktu akan sangat terasa.
Mari kita berilustrasi:
Berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap petugas jalan tol untuk memberikan kartu toll pada pengguna jalan tol? Katakan 2 detik per mobil. Jika dalam satu kali antrian terdapat 1000 mobil yang melintas pintu tol tersebut, artinya keterlambatan perjalanan karena antrian ini akan berkisar mulai dari 4 detik sampai 2000 detik atau sekitar 33 menit. Ini hanya untuk satu pintu tol.
Lalu berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap petugas jalan tol untuk menerima uang pembayaran jalan tol dan memberikan karcis masuk jalan tol? Katakan rata-rata 3 detik. Jika dalam satu antrian terdapat 1000 mobil yang membayar tol, artinya keterlambatan perjalanan karena antrian pembayaran tol akan berkisar mulai dari 6 detik sampai 3000 detik atau 50 menit. Ini hanya untuk satu pintu tol
Jika terjadi hal diluar dugaan, misalnya si supir lupa menaruh kartu tol atau membayar dengan uang bernominal besar, atau si supir memberhentikan mobilnya terlalu jauh dari kabin petugas, atau terjadi kecelakaan, makan waktu keterlambatan akan menjadi dua kali lebih lama.
Bayangkan jika dalam satu perjalanan kita harus melalui 3 pintu tol, berapa keterlambatan perjalanan karena sistem konvensional ini? Maka keterlambatan perjalanan akan terjadi dikisaran antara setengah jam sampai 1.5 jam. HANYA UNTUK PROSES PEMBAYARAN PINTU TOL SAJA.
Namun untuk menuju kearah percepatan perpindahan manusia, tentu harus ada yang dikorbankan, bukan? Dan tidak ada pilihan bahwa pengurangan karyawan yang bekerja melakukan pelayanan di jalan tol adalah bagian yang terkecil yang harus dikorbankan. Ini sama sekali bukan karena alasan sentimen pemerintah, tetapi karena jumlah kendaraan yang setiap tahun selalu bertambah.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk ke 4 terbesar di dunia, Indonesia tidak bisa menghindari kemajuan teknologi. Dan teknologi inilah yang mengharuskan Indonesia berlari dengan kencang mengejar ketinggalan.
Sepertinya rakyat Indonesia harus dipaksa untuk siap-siap menerima perubahan disegala bidang. Kalau hari ini perubahan terjdi pada sistem pembayaran jalan tol, mungkin besok perubahan akan terjadi pada palayan SPBU. Perubahan yang sudah terjadi sebelum adanya JM card ini adalah taksi on-line seperti Grab-Car, Go-Car, Go-jek dan go-go lainnya.
Dan itulah semua adalah efek dari kemajuan teknologi.
Sama halnya ketika orang mulai mengeluhkan bahwa di era Jokowi terasa lebih ricuh dibandingkan dengan masa Orde Baru, itu juga karena tingkat teknologi di jaman Orde Baru tidak sama dengan teknologi yang berkembang di jaman Jokowi.
Bisakah kita bayangkan, jika teknologi facebook, twitter, Instagram, dan media online SUDAH BERKEMBANG di jaman Orde Baru, apa yang akan terjadi kemudian? Jujur, bayangan yang saya miliki sangat mengerikan. Kalau di jaman Jokowi, dengan adanya teknologi informasi seperti sekarang ini, pemerintah hanya memiliki kementerian komunikasi dan informasi, lalu kepolisian hanya memiliki cyber army, mungkin di jaman Orde Baru akan ada special force yang tugasnya menciduk setiap orang yang mengunggah status kritikan pada Penguasa dan pemerintahan tanpa melalui proses pelaporan dan peradilan untuk menjatuhkan hukuman.
Karena seperti kita tahu Undang-undang Subversi seperti memberikan kewenangan kepada aparat keamanan untuk menangkap siapa saja YANG DICURIGAI membahayakan keamanan nasional.
Jadi kembali lagi ke masalah JM Card untuk pembayaran jalan tol, sekarang atau nanti, hal ini pasti akan terjadi. Mau presidennya jokowi atau siapa saja, dia tidak akan mampu membendung teknolgi.
Jadi, buat apa kita harus selalu nyinyir, mengeluh dan protes hidup di jaman milenial seperti sekarang? Ingat, adalah hukum alam yang mengatakan bahwa negara yang cepatlah yang akan mengalahkan negara yang lambat tanpa melihat ukuran besar atau kecilnya suatu negara.
Kita kan tidak bisa selalu berharap hidup dijaman batu, bukan?