“Oleh karena itu, Indonesia jangan hanya jadi pasar dari ekonomi digital, tetapi juga memanfaatkan pengembangan ekonomi tersebut sehingga industrinya semakin tumbuh dan berdaya saing,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto sesuai keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu (23/1) ketika menjadi narasumber pada Indonesia Outlook 2019 dalam rangkaian ajang World Economic Forum Annual Meeting di Davos, Swiss.
Menperin menjelaskan, penerapan industri 4.0 merupakan upaya untuk melakukan otomatisasi dan digitalisasi pada proses produksi, dengan ditandai meningkatnya konektivitas, interaksi, serta batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya yang semakin konvergen melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Adapun lima teknologi utama yang menopang pembangunan sistem industri 4.0, yaitu IoT, Artificial Intelligence (AI), Human–Machine Interface, teknologi robotik dan sensor, serta teknologi 3D Printing. “Jadi, di sektor industri, dengan IoT kemudian masuk ke AI dan robotik, ini akan mendorong produktivitas. Sedangkan, yang e-commerce mendukung digitalisasi komersial,” tuturnya.
Airlangga menambahkan, digitalisasi di sektor industri akan membawa perubahan terhadap sistem manufaktur, dengan dipengaruhi oleh gelombang teknologi baru. Misalnya, permintaan konsumen yang meningkat, pergeseran geopolitik, dan efisiensi pada sumber daya keberlanjutan.
“Bagian produksi akan mengalami transformasi yang didorong oleh teknologi berorientasi customer. Selain itu teknologi tersebut juga menyediakan peluang untuk sistem produksi dan model-model bisnis baru yang fleksibel,” terangnya.
Dalam menyongsong era industri digital tersebut, Kementerian Perindustrian akan meluncurkan indikator penilaian untuk tingkat kesiapan industri di Indonesia dalam menerapkan teknologi era industri 4.0 atau disebut Indonesia Industry 4.0 Readiness Index (INDI 4.0).
“Indeks itu nantinya menjadi acuan yang digunakan industri dan pemerintah untuk mengukur tingkat kesiapan menuju industri digital,” jelas Menperin. Penyusunan INDI 4.0 merupakan salah satu tahapan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0.
Dalam pelaksanaanya, pemerintah akan membimbing perusahaan untuk meningkatkan kesiapan dan kemampuan mengenai penerapan industri 4.0, kemudian melakukan pelatihan untuk meluluskan dan menyertifikasi manajer dan pakar transformasi industri 4.0, serta menyiapkan keterampilan kerja masa depan dan meningkatkan sumber daya manusia.
“Produksi tidak hanya proses manufaktur, tapi melibatkan banyak hal mulai dari R&D and design, hingga perilaku konsumen dan siklus end-of-use,” tegas Airlangga.
Menperin pun mengemukakan, era industri 4,0 atau ekonomi digital berpotensi membuka peluang terhadap peningkatan nilai tambah terhadap PDB nasional sebesarUSD150 miliar dollar pada tahun 2025.
“Selain itu, mampu menciptakan kebutuhan tenaga kerja yang melek teknologi digital 17 juta orang. Rinciannya, sebanyak 4,5 juta orang adalah talenta di industri manufaktur dan 12,5 juta orang terkait jasa sektor manufaktur,” paparnya.
RI Siap Implementasi
Pada kesempatan yang sama, Menperin menegaskan, Indonesia siap menyongsong era revolusi industri 4.0 yang sudah di depan mata. “Untuk menyiapkan masa depan sektor manufaktur, Indonesia telah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0 dengan memilih lima sektor untuk menjadi pionirnya dan menetapkan 10 program prioritas nasional,” ungkapnya.
Lima sektor yang dipilih tersebut, yakni industri makanan dan minuman, tektil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik, serta kimia.Kelima sektor ini terbukti mampu berkontribusi hingga 60 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) industri manufaktur, kemudian menyumbang 65 persen pada total nilai ekspor dan 60 persen tenaga kerja industri ada di lima sektor tersebut.
Kemenperin memproyeksi lima sekor tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional masa depan. Aspirasi besarnya pada Making Indonesia 4.0 adalah menjadikan Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara dengan perekonomian terkuat di dunia tahun 2030.
“Kami juga sudah memikirkan strategi, menyusun kebijakan yang dapat menyesuaikan serta model bisnis baru, serta bagaimana memanfaatkannya untuk mendorong daya saing berbasis inovasi, skill dan sustainability,” kata Airlangga.
Oleh karena itu, selain pemberian fasilitas insentif fiskal, pemerintah sedang fokus menjalankan program peningkatan kompetensi SDM agar siap memasuki era industri 4.0. Dalam hal ini, Kemenperin telah menggandeng Swiss untuk melaksanakan program Skill For Competitiveness (S4C).
“Dari program itu, ada 25 pimpinan politeknik kami yang sedang mengikuti training. Jadi, program itu juga untuk menciptakan ekosistem inovasi,” imbuhnya. Kemudian, bersama pihak Swiss, terus mendorong penerapan sistem ganda (70 persen praktik dan 30 persen teori) di seluruh kurikulum politeknik di lingkungan Kemenperin.
Airlangga menambahkan, pihaknya bertekad memfasilitasi pembangunan politeknik di kawasan industri. Upaya ini guna memudahkan perusahaan mendapatkan tenaga kerja kompeten sesuai kebutuhan zaman sekarang, terutama dengan adanya perkembangan teknologi industri 4.0.
Tahun ini akan difasilitasi pembangunan Politeknik Industri Petrokimia di Cilegon dan Politeknik Industri Agro di Lampung. “Sebelumnya, kami telah memfasilitasi pembangunan Politeknik Industri Logam di Morowali dan Politeknik Industri Furnitur di Kendal,” tandasnya.
Upaya strategis tersebut juga seiring dengan peningkatan investasi di lima sektor prioritas Making Indonesia 4.0. “Sehingga menjadi promosi investasi di lima sektor tersebut. Beberapa sektor yang sudah masuk seperti industri petrokimia dengan total nilai investasi sebesar Rp200 triliun, kemudian nanti ada tambahan baru dari industri otomotif, makanan dan minuman, dan elektronika,” ujarnya.
Guna menampung investor, Kemenperin mengakselerasi pembangunan kawasan industri, terutama di luar Jawa. Tahun ini ditargetkan 8 kawasan industri di luar Jawa dapat beroperasi, dan sebanyak 10 kawasan industri lainnya yang masih tahap perencnaan juga dipercepat pembangunannya.
“Selain mendorong investasi, pembangunan kawasan industri diyakini pula dapat memacu hilirisasi industri dengan meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri dan penyerapan tenaga kerja lokal. Ini salah satu bukti dari multiplier effect aktivitas industrialisasi,” pungkasnya.