Kalau ada orang yang menyamakan atau memirip-miripkan Prabowo Subianto dengan Sunan Kalijaga, dimohon sebelum bicara orang itu terlebih dulu membaca sejarah dan latar belakang Raden Said alias Sunan Kalijaga, supaya tidak membuat orang lain yang mendengar tertawa sambil geleng-geleng kepala.Tidak ada satupun sifat dan jasa-jasa Sunan Kalijaga yang pantas disamakan dengan Prabowo Subianto. Ibarat mendekatkan bumi dengan langit, jauh ke awang-awang.
Raden Said adalah putera Tumenggung Wilatikta, Adipati Tuban, salah satu keturunan dari Patih Ranggalawe (Ranggalawe seorang perwira tinggi dikerajaan Singhasari, terkenal karena pemberontakannya, tapi dianggap pahlawan oleh masyarakat Tuban). Ranggalawe adalah patih pertama Majapahit.
Sebagai anak pejabat kerajaan, sejak lahir Raden Said hidup berkecukupan, tapi kelimpahan materi yang didapat dari orang tuanya tidak membuat dirinya tumbuh menjadi pribadi yang sombong dan jumawa. Sebaliknya, Raden Said memiliki sifat rendah hati, senang bergaul dengan rakyat jelata, dan selalu ingin menolong.
Pada masa itu kehidupan masyarakat di Kadipaten Tuban sangat memperihatinkan. Pajak berupa hasil bumi yang ditetapkan kerajaan sudah sangat memberatkan, ditambah kemarau panjang membuat sawah-sawah penduduk kering kerontang. Panen sering kali gagal, kelaparan melanda Kadipaten Tuban. Kontradiksi yang dirasakan Raden Said dengan membandingkan kehidupannya dan kehidupan rakyat jelata membuat jiwa mudanya memberontak. Kemarahan meledak didalam hatinya setelah menyadari bahwa ayahnya tidak bisa berbuat banyak untuk membantu rakyatnya yang menderita. Kenyataan pahit inilah yang melatar belakangi sepak terjangnya sebagai perampok. Awalnya Raden Said hanya mencuri bahan makanan yang disimpan digudang milik ayahnya sendiri, untuk diberikan kepada rakyat miskin yang tinggal disekitar Kadipaten.
Setiap malam Raden Said mengendap-endap masuk kedalam gudang, membopong keluar karung berisi bahan-bahan makanan kemudian diletakkan didepan pintu rumah-rumah penduduk tanpa diketahui penghuninya. Heran bercampur girang, penduduk yang tidak tahu menahu siapa dermawan yang memberi mereka makanan, malah menganggap bahan makanan itu dijatuhkan dari langit.
Tapi, sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya terpeleset juga. Pegawai Tumenggung Wilatikta yang ditugaskan menjaga gudang lama kelamaan menyadari, isi gudang yang dijaganya terus menyusut, dan semakin berkurang jumlahnya, padahal bahan-bahan pangan itu harus disetor secara teratur ke kerajaan Majapahit. Pasti ada yang mencuri. Didorong keinginan untuk mengetahui siapa pencurinya, penjaga gudang itu mengintai di satu malam, sedang pencuri yang polos itu tidak menyadari, sampai akhirnya dia terpergok dan membuat kaget pembekuknya. Bagaimana si penjaga gudang tidak terkejut, tidak menyangka kalau pencuri itu ternyata anak junjungannya sendiri!
Setelah mengetahui perbuatan anaknya, kemarahan Tumenggung Wilatikta tidak dapat dibendung, dia menghukum Raden Said dengan mencambuk tangannya sebanyak dua ratus kali dan menyekap anaknya itu tanpa diberi makan dan minum selama berhari-hari. Jera? Tidak. Setelah menjalani hukuman, Raden Said memutuskan keluar dari lingkungan istana Kadipaten, dan tidak pernah kembali kerumahnya lagi. Dengan mengenakan topeng dan baju hitam, Raden Said mulai merambah pekerjaan yang lebih besar; merampok orang-orang kaya yang kikir dan pejabat istana yang berbuat curang. Hasil rampokan itu kembali dihadiahkan untuk orang-orang miskin yang membutuhkan. Pada masa- masa ini Raden Said menetap di hutan Jatiwangi, dan mendapat julukan “Brandal Lokajaya”.
Sekali waktu, perbuatan Raden Said jadi bumerang bagi dirinya sendiri. Raden Said mendapat fitnah besar yang membuat dia diusir ayahnya keluar dari Tuban. Dalam pengembaraan, Raden Said tetap merampok sambil menuntut ilmu kesaktian, sampai suatu hari dia bertemu orang tua yang sedang berjalan memegang tongkat. Dari kejauhan tongkat itu tampak berkilauan tertimpa sinar matahari. Disangka emas, serta merta Raden Said berlari merebut tongkat itu dan mendorong pemiliknya sampai jatuh terjerembab mencium tanah.
Ternyata tongkat gemerlap itu bukan terbuat dari emas. Ada kejadian-kejadian yang menunjukkan bahwa orang tua tersebut bukan orang sembarangan, tapi nasihat yang diucapkan orang tua itulah yang membuat Raden Said tercekat dan langsung menyadari kesalahannya. Walau didasari tujuan yang mulia, perbuatan merampok dan mencuri tidak dapat dibenarkan. Pada dasarnya Raden Said orang yang shaleh dan gemar mengaji sejak kecil. Pertobatan langsung diutarakan dengan niat ingin berguru pada orang tua yang ternyata sakti mandraguna itu.
Tidak ada yang mudah untuk dijalani. Sebaga ujian pertama, orang tua itu meminta Raden Said menjaga tongkatnya yang ditancapkan dipinggir sungai dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Permintaan disanggupi. Raden Said kemudian memohon kepada Tuhan agar dirinya ditidurkan, sebagaimana para pemuda yang ditidurkan Tuhan di goa Kahfi. Do’anya terkabul. Dengan sikap bersamadi menjaga tongkat, Raden Said tertidur selama tiga tahun, sampai orang tua itu datang kembali dan membangunkan dirinya dengan kumandang adzan. Karena peristiwa ini, Raden Said lebih dikenal dengan nama SUNAN KALIJAGA.
Orang tua sakti yang memegang tongkat itu adalah Sunan Bonang, putera Sunan Ampel, cucu Prabu Kertabumi dari kerajaan Majapahit. Sunan Bonang memiliki kesaktian dapat berjalan di atas air layaknya berjalan di atas tanah. Sunan Bonang datang untuk menyadarkan Raden Said, mengajarkan banyak ilmu pengetahuan untuk diteruskan lagi kemasyarakat dan generasi penerus. Berbekal ilmu yang diajarkan Sunan Bonang, Raden Said berdakwah menyebarkan agama Islam dengan pendekatan kultural, menyatukan budaya dan tradisi masyarakat setempat dengan pemahaman agama. Kebijaksanaan dan jiwa seni Raden Said terkenal di Jawa Timur sampai ke Jawa Barat. Mungkin inilah cikal bakal agama yang kemudian kita kenal sebagai Islam Nusantara, kearifan budaya lokal yang melebur dalam keyakinan beragama. Sampai akhir hayatnya, Raden Said menetap di Kadilangu, Demak, dan dimakamkan disana (Semoga perjuangan dan amal ibadahnya diterima Tuhan YME)
Adakah orang yang menyerupai Raden Said? Dizaman sekarang, pejabat pemerintah yang mencuri uang negara tidak disebut Pencuri atau Perampok. Ada bahasa lebih halus yang dipakai sebagai stempel terhadap orang-orang ini: Koruptor. Nilainya sama saja, sama jahatnya. Tapi ada perbedaan mencolok antara Sunan Kalijaga dan Kaum Koruptor. Sunan Kalijaga merampok untuk menolong orang-orang miskin yang kesusahan, sedang Kaum Koruptor merampok untuk mengenyangkan dirinya sendiri, menyengsarakan rakyat.
Sunan Kalijaga _ Robin Hood Van Java ini adalah salah satu wali Tuhan yang dilahirkan untuk mencerahkan dunia, menyebarkan agama Islam di Nusantara, sedang Corruptierleger Van Indonesia adalah utusan setan yang dilahirkan untuk memiskinkan negara, membuat dunia jadi gelap gulita.