Sempat beredar penggalan foto yang diduga merupakan surat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beredar.
Surat dengan nomor B/227/DIK.00/23/03/2018 perihal pemberitahuan itu ditujukan kepada Ketua DPRD Sumut.
Sedangkan isi surat menyebutkan adanya 38 anggota dan mantan anggota DPRD Sumut tersangka atas kasus suap mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membenarkan surat tersebut.
“Benar itu,” kata Saut melalui aplikasi WhatsApp, Jumat 30 Maret 2018.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Wakil ketua KPK Basaria Pandjaitan yang membenarkan isi surat itu.
“Ya benar,” kata Basaria saat dikonfirmasi detikcom, Jumat 30 Maret 2018.
Sedangkan Ketua DPRD Sumut Wagirin Arman tidak ingin berkomentar. Dirinya mengaku belum memeroleh surat itu.
“Begini, kalau masih cerita-cerita, fotokopi, saya tidak mau komentar. Itu biasanya kalau KPK menetapkan tersangka anggota saya, itu nanti ada surat resmi sampai ke saya. Ini kan masih informasi kalian itu ada fotokopi beredar, itu saya belum mau komentar,” kata Wagirin.
“Saya kan belum masuk kantor. Nanti Senin saya masuk kantor, baru saya check,” sambungnya.
Berdasar penggalan foto surat KPK yang beredar tersebut, 38 anggota dan mantan anggota DPRD Sumut yang jadi tersangka baru kasus suap Gatot adalah Rijal Sirait, Rinawati Sianturi, Rooslynda Marpaung, Fadly Nurzal, Abu Bokar Tambak, Enda Mora Lubis, M. Yusuf Siregar.
Muhammad Faisal, Abul Hasan Maturidi, Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga, Syafrida Fitrie, Rahmianna Delima Pulungan, Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian, Analisman Zalukhu, Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser, Dermawan Sembiring.
Kemudian Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniawan, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando, Tunggul Siagian, Fahru Rozi, Taufan Agung Ginting, Tiaisah Ritonga, Helmiati, Muslim Simbolon, Sonny Firdaus, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah dan Tahan Manahan Panggabean.
Membaca hal tersebut, saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Bayangkan saja, dari 100 anggota DPRD Sumut, yang bakalan menjadi tersangka ada 38 orang, alias 38 persen. Itupun yang ketahuan, bagaimana dengan yang belum ketahuan atau bukti kurang?, bisa jadi lebih banyak dari angka yang disebutkan oleh KPK.
Jadi tidak aneh kalau Sumut dijuluki provinsi terkorup se-Indonesia. Korupsinya pun tidak tanggung-tanggung, korupsi berjemaah. Bagaimana Sumut bisa maju?, pembangunan minim, jalan berlubang dimana-mana, kesejahteraan masyarakat rendah.
Sementara Provinsi lain sibuk membangun, Sumut masih jalan ditempat. Padahal kekayaan alam di Sumut itu lebih dari cukup untuk memakmurkan masyarakatnya, tidak kalah dengan provinsi lainnya di Indonesia. Tapi apa lacur, tidak oknum pimpinan daerahnya, tidak oknum anggota dewannya, habis duit rakyat digarong oleh oknum-oknum tersebut.
Tidak heran ketika Djarot berkunjung ke Medan, masyarakat Sumut begitu antusias mendorong beliau untuk ikut Pilkada Sumut. Reputasinya selama menjadi Walikota Blitar cukup cemerlang. Ketika memimpin Blitar, banyak hal yang digagas oleh Djarot yang dikenal sangat membatasi mal bertingkat dan gedung pencakar langit. Djarot lebih memilih untuk menata pedagang kaki lima dengan konsep yang matang.
Politisi PDI Perjuangan itu juga pernah mendapatkan berbagai penghargaan atas kontribusi positifnya selama menjabat sebagai Walikota Blitar. Djarot pernah menerima Penghargaan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah di tahun 2008. Selain itu, dia juga menerima Penghargaan Terbaik Citizen’s Charter Bidang Kesehatan Anugerah Adipura selama 3 tahun berturut-turut yaitu dari tahun 2006, 2007, dan 2008.
Bahkan saat dipilih oleh Ahok untuk mendampingi dirinya sebagai Wakil Gubernur DKI ketika itu. Ahok yang terkenal blak-blakan pun mengakui kejujuran Djarot
Ahok menjelaskan alasannya memilih Djarot untuk mendampinginya kembali memimpin Ibu Kota. Menurutnya, Djarot memiliki pengalaman selama 10 tahun menjadi wali kota.
“Ini orang jujur. Tahun 2005 saya ke China sama beliau (Djarot) dan PDIP, bupati-bupati lain ketangkep korupsi, buka tas pinggang ada US$ 20 buat belanja. Saya dan Djarot lihat-lihat saja enggak ada duit,” tuturnya.
“Malamnya kami berdua sehabis makan tidur. Ini wali kota jujur, untuk mengelola negara enggak susah. Orang pintar banyak, yang susah cari orang jujur. Bagaimana tahunya jujur, karakter teruji pas jadi pejabat. Saya dan Djarot sudah teruji,” jelas Ahok.
Kejujuran, kemampuan serta pengalamannya baik saat menjadi Walikota Blitar maupun saat mendampingi Ahok menjadikannya jaminan untuk membawa Sumut menjadi provinsi yang maju, transparan dan bersih dari korupsi.
Hal ini berbanding terbalik dengan calon lainnya yang prestasinya minim, tidak memiliki pengalaman, program yang tidak jelas, bahkan saat kampanye tak jarang menggunakan isu SARA untuk menutupi kekurangannya.
Putra terbaik bangsa sudah ada di depan mata, semuanya tergantung masyarakat Sumut sendiri, apakah ingin berubah menjadi lebih baik, apakah masih bertekad mewujudkan slogan SUMUT (Semua Urusan Mudah dan Transparan)?.
Ayo bergeraklah para sukarelawan Djoss, tidak ada waktu untuk bersantai lagi. Mereka hanya bisa menang bila didukung oleh para sukarelawan yang militan, tak kenal lelah dan menyakini masa depan Sumut yang lebih baik ada di tangan mereka. Kampanyekan Djoss baik di darat maupun di udara (maya) secara terus menerus. Itulah kunci kemenangan kita semua.