
Genderang perang pemilihan presiden 2019 sudah ditabuh. Suhu politik pun mulai memanas. Artinya, suka tidak suka mulai saat ini dimanapun kita akan selalu disuguhi berita tentang perpolitikan baik itu berita yang bisa dipertanggung jawabkan maupun berita palsu alias hoax. Lembaga survei baik yang kredibel maupun abal-abal juga sudah mulai open order untuk satu produk yang bernama penggiringan opini yang pasti akan laku keras bak kacang goreng di tahun politik dua tahun kedepan.
Dan ini menarik, tidak peduli metode apa yang dipakai, siapa yang di survei, dan pertanyaan apa yang digunakan dalam jajak pendapat tersebut, yang penting bagaimana caranya agar hasilnya sesuai dengan pesanan pemodal. Pertanyaan-pertanyaan didesain sedemikian rupa sehingga jawaban responden sesuai tujuan.
Masyarakat yang sudah pandai dan belajar dari pilpres 2014 dimana Prabowo dan pendukungnya dipermalukan oleh hasil survei abal-abal pasti tidak akan percaya lagi dengan lembaga-lembaga survei baru yang belum teruji kredibilitasnya. Tetapi bagi yang otaknya sudah tersemat “Asal Bukan Jokowi” maka justru survei-survei semacam inilah yang akan mereka konsumsi lalu mendistribusikan ke masyarakat yang awam.
Dan isu yang paling seksi untuk di mainkan dalam survei apalagi jika bukan persoalan ekonomi. Sektor Ini memang gurih dan selalu muncul menjelang pemilihan presiden karena diyakini mampu mendongkrak perolehan suara dikalangan akar rumput yang memang sangat mempertimbangkan harga bahan pokok dalam memilih presiden.
Masih ingat pilpres 2009 dimana SBY dihajar isu ekonomi neolib? Kala itu pasangan SBY-Boediono dituding sebagai sosok yang menganut sistem ekonomi neoliberalisme. Untungnya, Susilo Bambang Yudhoyono dengan retorikanya mampu meredam isu itu dan akhirnya sukses melanjutkan kepemimpinannya di periode kedua.
Adalah lembaga survei IDM yang baru-baru ini merilis hasil jajak pendapat yang diunggah di halaman FP partai Gerindra. Dan respondennya adalah 2.180 pelaku pasar tradisional yang tersebar di 34 Provinsi di Indonesia. Menurut hasil survei, ada sekitar 77,3% responden menjawab bahwa pemerintahan Jokowi-JK tidak merealisasikan janji kampanye mereka untuk membangun ekonomi kerakyatan dan tidak memprioritaskan pasar tradisonal sebagaimana janjinya dalam kampanye.
Saya yang memang punya filosofi “teliti sebelum membeli” saya cek lah itu barang. Dan ternyata benar dugaan saya, mengapa yang disurvey pedagang pasar tradisional lha ternyata Prabowo adalah mantan ketua asosiasi pedangan pasar tradisional se-Indonesia. Jadi kemungkinan yang di survei adalah mantan anak buahnya Prabowo semua. Ha..ha..ha. Ya pantaslah hasilnya tendensius.
Lebih parahnya, survei itu lalu dilanjutkan juga dengan survei elektabilitas capres. Ya tentu saja Prabowo sebagai calon terkuat dengan tingkat keterpilihan 44,7% mengungguli Jokowi dan calon lain.
Saya lanjutkan dengan mencari-cari pemberitaan mengenai janji-janji Jokowi soal pasar tradisional. Dan saya sampai pada kesimpulan bahwa janji-janji Jokowi memang belum tuntas, tetapi sudah ada progres yang sangat memuaskan. Jadi salah besar kalau mengatakan Jokowi tidak merealisasikan. Memang harus kita lihat big picture nya agar obyektif menilai kinerja Jokowi.
Jadi, adalah hal yang aneh menyerang Jokowi dengan isu ekonomi. Sama anehnya menyerang Jokowi anti islam padahal Jokowi adalah seorang muslim yang taat. Apa tidak aneh, Jokowi yang selama ini menggenjot perbaikan sarana infrastruktur untuk meningkatkan perekonomian di daerah-daerah, Jokowi yang telah membangun, merevitalisasi maupun renovasi lebih dari 2700 pasar tradisional, Jokowi yang mampu menstabilkan harga bahan pokok, Jokowi yang mampu membuat Indonesia kembali swasembada beras dan jagung setelah 32 tahun, malah diserang dengan isu bahwa Jokowi tidak merealisasikan janji-janji nawacita ekonomi kerakyatan. Lha ini kan ngasal namanya…
Penggiringan opini sesat seperti inilah yang harus kita tangkal. Jokowi sejak awal ingin agar pasar tradisional atau pasar rakyat tidak kalah dengan pasar modern. Dia menargetkan pembangunan dan revitalisasi 5.000 pasar tradisional dalam lima tahun dan sudah lebih dari separuhnya terealisasi.
Tidak hanya itu, stabilisasi harga dan pasokan pangan juga sudah berjalan lancar di daerah-daerah seluruh Indonesia. Neraca perdagangan pun hingga September masih mengalami surplus sebesar US$ 1,76 miliar menurut Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Ketiga hal yang menjadi komitmen Presiden Joko Widodo sejak awal pemerintahanya ini setidaknya sudah memberikan hasil.
Kita juga melihat antusiasme masyarakat begitu tinggi saat Jokowi mengunjungi dan meresmikan pasar-pasar di daerah-daerah. Pengakuan mereka, ada peningkatan omzet pedagang pasar. Pasokan pangan pun aman, pemerintah juga secara aktif melakukan penyerapan setiap produk bahan pokok melalui Kementerian Pertanian.
Sudah jelas kan survei arahnya kemana? Ya, Gerindra ingin mengasosiasikan bahwa masyarakat menginginkan perubahan dan menginginkan pemimpin baru sama seperti strategi di Pilkada Jakarta yang lalu.
Memang kalau orang tidak punya produk berkualitas maka strategi merebut pasar yang terbaik adalah dengan menjelek-jelekkan produk pesaing agar produknya dibeli.
Banyak lagi isu-isu yang akan dimainkan. Seperti gas yang sempat “menghilang” padahal menurut Pertamina pasokan cukup. Ternyata benar, setelah itu muncul pemberitaan Jokowi tak mampu urusin gas.
Jika naluri kecurigaan kita tidak sering-sering kita asah, akan sangat mudah percaya dengan taktik model begini. Sekarang apa kita rela jika Jokowi yang sudah bekerja dengan sangat baik membawa perubahan harus dihentikan dengan cara-cara licik seperti ini? Saya sih tidak rela! Maka satu satunya jalan adalah kita hantam balik dengan prestasi capaian Jokowi.
Berhati-hatilah dengan lembaga survei. Jangan makan mentah-mentah hasilnya tetapi cek dulu rekam jejak lembaga survei tersebut. Berpikirlah dengan nalar. Kalau memang bukan Jokowi, sampaikan siapa dan mengapa, jangan ikut-ikutan bodoh lalu “Asal Bukan Jokowi!
Selamat memilah-milah lembaga survei!
https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/3687810/tiga-tahun-memimpin-jokowi-jk-bangun-2710-pasar
https://nasional.tempo.co/read/835391/indonesia-kembali-swasembada-beras