Kita turut berduka cita atas tewasnya seorang ilmuwan berkebangsaan Palestina di Negara jiran kita, Malaysia. Tewasnya ilmuwan berkebangsaan Palestina di Malaysia tentu membuat tanda tanya dunia dan khususnya Malaysia, Palestina, Negara-negara Arab, maupun Negara kita Indonesia.
Dr. Fadi Mohammad Al Batsh (35) seperti berita yang dilansir https://www.liputan6.com adalah seorang dosen yang mengajar di Kualalumpur, Malaysia. Beliau tewas diberondong timah panas disaat menuju masjid untuk menunaikan sholat shubuh (21/4/2018).
Ilmuwan di bidang roket ini sudah lama menetap di Malaysia. Disebutkan hampir 10 tahun Fadhi sudah tinggal di Malaysia. Fadhi Al Batsh disebut oleh pihak Hamas Palestina sebagai anggotanya.
Oleh pihak Hamas dan serta keluarga besar Fadi mengatakan bahwa, badan mata-mata Mossad berada dibalik peristiwa tersebut. Karena beberapa alasan yang mengindikasikan beberapa akademisi / ilmuwan mereka pernah dibunuh oleh pihak Israel.
Bagaimana pun suatu Negara dalam hal security memang belum bisa menjamin warga negaranya 100% untuk bisa aman dan nyaman dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Namun hal itu bukan berarti pemerintah Malaysia tidak mumpuni dalam hal sekuritas negaranya. Peristiwa itu bisa dikatakan ‘kecolongan’. Negeri Paman Sam saja yang lebih canggih soal keamanannya juga pernah mengalami soal peristiwa penembakan di keramaian.
Kejadian pagi itu berlangsung rapi. Butuh waktu sekitar 20 menit menunggu korban. Menurut berita yang dilansir disini, terlihat dari rekaman cctv disekitar lokasi kejadian, pelaku tengah menunggu. Saat mendekati masjid, korban langsung ditembak berkali-kali hingga tewas. Menurut hasil visum setempat ada 14 butir peluru yang hinggap di kepala dan tubuh korban.
“Ditemukan 14 luka ditembak di kepala dan tubuh korban ” ujar Inspektur Jenderal Polisi Mohamad Fuzi kepada wartawan.
Tentu kita berharap pihak kompeten Malaysia cepat mengungkap siapa pelaku yang melakukannya. Dengan demikian akan semakin terang siap dibelakang peristiwa yang menimpa Fadi Mohammad Al Batsh ilmuwan asal Palestina.
Lantas, apa ada korelasinya (secara tidak langsung) dengan Indonesia ?
Sampai sejauh ini belum terlihat reaksi dari beberapa kelompok ormas yang selalu mendendangkan bela agama dan ulama. Seperti diketahui biasanya kelompok-kelompok itu dalam setiap aksi bela agama selalu membawa bendera Palestina disamping bendera Indonesia dan bendera (al liwa-rayah) model HTI (Hizbut Tahrir Indoensia).
Tulisan ini tanpa ada bermaksud untuk “menggoreng” berita tentang kematian ilmuwan asal Palestina tersebut. sama sekali tidak ada mengarah kesana. Akan tetapi hanya mengkhawatirkan saja jika kejadian yang menimpa beliau sebagai seorang dosen dan juga ilmuwan bisa saja terjadi di Indonesia khususnya kalangan akademisi baik warga Indonesia maupun warga Negara asing (WNA).
Namun kemungkinan eskalasinya sampai ke Indonesia bisa saja kemungkinan, ‘iya’ dan bisa juga tidak.
Penulis mencoba mengambil dari sisi kemungkinan ‘iya’ yaitu akan mungkin adanya aksi-aksi simpatik. Ya, aksi itu tentu akan dilakukan di depan kedubes Palestina untuk memberikan dukungan simpati. Dan juga aksi demo kepada Kedubes Malaysia untuk segera mengungkapkan kasus tersebut.
Kelompok-kelompok yang akan melakukan aksi demikian seperti yang penulis sampaikan tidak jauh dari kelompok-kelompok yang biasanya melakukan demo atas nama Umat Islam dan bela agama.
Siapakah kelompok itu ? Silahkan para pembaca yang menjawabnya.
Kemungkinan lain tujuan aksi demo itu adalah untuk kembali menggalang kekuatan massa “umat” Islam Indonesia. Kalau secara langsung memang belum terlihat signifikan terhadap suasana suhu dan konstelasi politik di Indonesia.
Tetapi secara tidak langsung akan terlihat misi ganda mereka. Masih ingat dengan istilah yang menghangat dari Amien Rais dengan “Partai Allah dan Partai Syetan”?
Partai Allah itu dalam bahasa arabnya disebut Hisbullah, dan partai syetan itu disebut dengan Hisbut syaitan. Hisbullah atau Partai Allah yang dimaksud oleh Amien Rais, secara tidak langsung dengan kalimat bersayap dinarasikan kepada tiga partai yaitu; Gerindra, Pan, dan PKS.
Nah, kemudian lewat dari pendukung 3 partai tersebut dan afiliasinya akan menuduh dan mengutuk Israel sebagai dalang / aktor dari pembunuhan tragis terhadap ilmuwan Palestina itu sebagai kelompok syetan.
Bisa saja mereka mengatakan bahwa pemerintah Indonesia tidak ikut berempaty atau tidak mengutuk tindakan barbar kepada pelaku pembunuhan yang disinyalir dilakukan oleh agen Mossad- Israel yang bisa dianggap kelompok dari Hizbut Syaitan.
Meski tidak terang-terangan ditujukan kepada siapa kelompok syetan di Indonesia, tapi bisa saja mereka analogikan hal yang sama dengan kalimat bersayap.
Mereka ini akan menyeru kepada pemerintah untuk memastikan perlindungan, rasa aman dan nyaman kepada warga Indonesia dan juga kepada warga “asing” (jazirah Arab) khususnya pada dosen maupun pengusaha.
Pernyataan dari Amien Rais yang kontroversial itu, seolah-olah mendapatkan support baru untuk mengangkat issu baru berupa aksi demo katakanlah aksi simpatik dan kecaman. Memang kejadian itu tidak terjadi di Indonesia, namun sebagai sesama umat Islam apa lagi beliau berasal dari Palestina tentu menjadi stimulant untuk mengadakan aksi demo.
Sebagimana yang kita ketahui bahwa setiap aksi demo yang mereka lakukan pasti selalu ada membawa bendera Palestina. Yang padahal pihak Kedubes Palestina telah pernah menghimbau agar bendera negaranya tidak di bawa-bawa dalam setiap aksi demo yang mengatas-namakan bela agama / umat Islam.
Tapi untuk kali ini tentu beda. Karena menyangkut warga asal Palestina, bendera tersebut pasti akan dikibarkan. Ya, sudah tidak dipersoalkanlah.
Bisa dibayangkan gak, kalau seandainya peristiwa tragis yang dialami ilmuwan asal Palestina itu terjadi di Indonesia ? Sudah pasti semua elemen dari Alumni 212 akan turun ke jalan. Aksi berjilid-jilid akan dilakukan untuk menekan pemerintah.
Tentu saja dengan standar ganda tadi. Yakni meyakinkan ke semua umat Islam agar ikut mendukung tuntutan demo yang mereka lakukan dan sekaligus membangun image bahwa pemerintah lemah dan tidak becus memberi perlindungan rasa aman dan nyaman kepada warga. Sehingga fiksi hashtag mereka ‘ganti presiden” seolah-olah harus menjadi kenyataan di pemilu 2019 nanti.
Tidak berlebihan juga rasanya itu kemungkinan terjadi di Malaysia. Tentu saja dengan hashtag yang berbeda, atau sama sekali mereka tidak perlu dengan hashtag-hashtag tersebut.
Perlu diketahui bahwa Negara jiran kita ini akan mengadakan pemilu (pemilijan perdana menteri) yang ditaksir sekitar bulan Mei nanti. Menjelang pemilu itu mungkin saja akan ada dari kelompok oposisi yang mengangkat issu tewasnya ilmuwan dari Palestina tersebut dikarenakan pihak yang berkuasa sekarang lalai dalam memberikan perlindungan dan keamanan.
Jika seandainya pihak kubu oposisi pemerintah Malaysia dan pihak oposisi di Indonesia ini sama-sama menyerukan hal yang sama terhadap tragedi yang menimpa ilmuwan Palestina itu, maka disinyalir hal itu akan mendapat simpatik yang luar biasa.
Dengan melupakan sesaat polemic yang pernah ada antar Negara, kelompok-kelompok oposisi masing-masing ke dua Negara saling bahu membahu dengan orasi-orasi bahasa yang mungkin sedikit ekstrim. Dengan tujuan untuk mendulang suara.
Kalangan akar rumput yang masih mengambang dalam pilihannya akan mudah terpengaruh dan mendukung aksi-aksi demo mereka. Apa lagi kaum fanatic buta dalam beragama akan semakin massive menggelorakan jihad melawan pemerintah yang issu selama ini dikatakan otoriter serta zalim kepada umat Islam.
Ini bisa saja jadi trending baru mereka. Lantaran issu2 lain yang telah digarap tidak mempan sama sekali. Terbukti issu-issu yang mereka giring akhirnya mental dan tidak sedikit juga dari issu-issu itu balik ke kubu mereka.
Misal, tentang lahan 74% yang dikuasai asing-aseng-asong yang dituduhkan kepada pemerintah sekarang. Tahu-tahu tuduhan itu tidak berdasarkan sama sekali, malah membal kembali kepadanya. Di sisi lain terungkap bahwa besannya itulah yang memberikan HGU kepada asing-aseng-asong sebesar lebih 1,64 juta hektar.
Kalaulah seandainya kubu oposisi lewat pendukung dan afiliasinya serta cheerleadernya sedang mencari garapan issu baru untuk melemahkan citra pemerintahan Jokowi ini, kemungkinan bisa saja issu ini diangkat.
Mari kita “wait and see” kira-kira apa issu yang akan dihembuskan. Jika prediksi ini benar, cukup kita katakan, “rumput tetangga biarkan saja, jangan di bawa-bawa ke rumah kita”. Sambil ngopi dengan pisang rebus kita cuitkan kalimat di atas.
Wassalam,
F Tan.