Selamat jalan Ibu Ani Yudhoyono, Indonesia telah kehilangan salah seorang wanita perkasa nya, mantan first lady, karena sakit Kanker yang diderita. Kepada pak SBY dan keluarga semoga diberi kekuatan dan ketabahan.
Beberapa waktu sebelumnya seorang ustad kondang juga wafat, karena kanker. Mereka semua menjalani perawatan di Luar Negeri.
Mengapa harus ke Luar Negeri untuk berobat kanker? Ternyata fasilitas RS di negeri ini tergolong minim dan belum canggih, walaupun tenaga medis dan dokter ahli Indonesia tidak kalah skill, namun tanpa peralatan RS yang baik dan memadai mereka tidak dapat bekerja optimal.
Masih segar dalam ingatan kita 4 tahun yang lalu Ahok BTP berusaha membangun RS Kanker diatas tanah sebagian eks RS Sumber Waras. Tanah yang sudah dibeli dan dibayar lunas pada akhir tahun 2014, sampai hari ini tidak jelas juntrungannya.
Pemprov DKI di bawah gubernur sekarang mengamini adanya kerugian negara dalam pembelian tanah eks Sumber Waras tersebut, seperti di indikasikan oleh hasil audit BPK DKI 2015. Gubernur ABW dan wakil S Uno mengatakan atas kerugian tersebut wajib diganti, tapi pihak yang mengganti haruslah pihak yang diuntungkan dalam hal ini pemilik lama eks lahan RS Sumber Waras. Namun dengan berjalannya waktu kasus pembelian tanah ini menggantung. Pihak DKI tidak pernah berani “memaksa” pemilik lama tanah Sumber Waras untuk mengganti, karena secara yuridis itu tidak dapat dilakukan oleh Pemprov DKI. Konsekuensinya hasil audit Pemprov DKI era Jokowi Ahok tahun 2015 dan sebelumnya WDP (wajar dengan pengecualiaan) terus selama 4 tahun berturut turut. Salah satu penyebabnya untuk tahun 2015 adanya “kerugian” akibat pembelian tanah RS Sumber Waras. DKI harus membereskan proses pembelian itu untuk dapat WTP.
Tak ada angin tak ada badai, Pemprov DKI dapat opini WTP th 2017 setelah 4 tahun berturut turut dalam pemerintahan Gubernur Jokowi BTP Djarot DKI gagal mendapatkannya. Lucunya status tanah Sumber Waras tetap menggantung tak jelas, tapi pemprov DKI sudah dapat opini WTP. Dalam kasus ini sebaiknya DPRD turun tangan untuk menginvestigasi apa yang terjadi sebenarnya dengan kejanggalan itu? Bahkan sebaiknya kejaksaan Agung sebagai lembaga penegak hukum turun tangan untuk menginvestigasi kejanggalan ini. Ada bau anyir dalam proses penganugrahan WTP ini.
Sesungguhnya proses pembelian tanah Sumber Waras sudah sangat clear sejak dari awal, alias tidak ada masalah. Namun karena adanya kepentingan oknum BPK DKI, proses pembelian objek tanah ini dituding bermasalah. KPK yang dilapori oleh BPK sudah menyatakan tidak menemukan perbuatan melawan hukum, tidak ada kerugian negara dalam proses pembelian tanah tersebut, bahkan untuk memuaskan syahwat BPK RI, KPK meminta BPK untuk melakukan audit investigasi ulang atas pembelian tanah tersebut, namun lagi lagi hasil laporan BPK atas audit investigasi ulang dinyatakan oleh KPK tidak menemukan perbuatan melawan hukum dan kerugian negara. Baru pertama kali terjadi di Republik ini hasil temuan BPK dan audit ulang nya dinyatakan tidak ada kesalahan prosedur dan tak ada kerugian negara, tetapi tetap dipaksakan oleh BPK. Ini lah kriminalaisasi ala BPK . Seperti dikutip dibawah ini;
JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi tidak menemukan adanya tindak pidana dalam kasus pembelian lahan milik Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat, oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dari hasil penyelidikan tersebut, KPK tidak meningkatkan proses hukum ke tahap penyidikan. “Penyidik kami tidak menemukan perbuatan melawan hukum,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo di sela-sela rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/6/2016).
Empat pimpinan KPK lainnya ikut hadir dalam rapat tersebut, yakni Alexander Marwata, Saut Situmorang, Laode Muhammad Syarif, dan Basaria Panjaitan. (Baca: Ini Kronologi Pembelian Lahan Sumber Waras oleh Pemprov DKI) Agus menjelaskan, pihaknya sudah mengundang para ahli untuk memberikan keterangan seputar kasus tersebut, di antaranya ahli dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, dan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI). “Mereka menyandingkan temuan-temuan,” kata Agus. Hasilnya, tambah Agus, tidak ada indikasi kerugian negara dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan terkait pembelian lahan Sumber Waras. “Dari pendapat ahli tidak seperti itu (audit BPK). MAPI ada selisih, tapi tidak sebesar itu. Ahli ada yang berpendapat terkait NJOP (nilai jual obyek pajak) itu harga bagus,” papar Agus.
Sejumlah pakar dan pegiat antikorupsi sebelumnya meluncurkan catatan dan penilaian atas hasil audit BPK soal pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras. (Baca: Kasus Sumber Waras dan Kredibilitas BPK yang Dipertaruhkan) Dalam catatan yang terangkum pada buku berjudul Jalan Lurus Menuju Sumber Waras, tim penulis yang dikepalai mantan auditor BPKP, Leonardus Joko Eko Nugroho, menilai hasil audit BPK keliru. Mereka menduga adanya unsur politis dalam audit ini. Pasalnya, banyak pegawai dan tenaga berlatar belakang partai politik.
Lantas harus bagaimana dengan lahan eks RS Sumber waras itu?
Karena gudbener tak becus dan takut dengan hasil audit abal abal BPK yang jauh dari kredibel, maka masyarakat DKI secara keseluruhan lah (bukan Jkt58) yang menanggung rugi . Gudbener yang tidak memiliki visi dan dan tidak memiliki kemampuan teknis dalam menyediakan fasilitas layanan kesehatan masyarakat, ditambah dengan sikap “anti/asal bukan ide dan program Ahok” hampir dapat dipastikan proyek pembangunan RS kanker seperti yang dicita citakan Ahok untuk warga DKI khusunya dan warga Indonesia umumnya kandas.
Semula Ahok berencana membangun 25 lantai bangunan dengan 1000 tempat tidur untuk pasien kanker. Disamping itu Ahok berencana membangun beberapa tower hunian “apartemen” kapasitas 500 unit, untuk para keluarga yang menunggu ataupun untuk pasien yang perlu sering kontrol ke RS tanpa perlu rawat inap dengan harga sangat terjangkau, gratis bagi yang tidak mampu. Itulah Ahok sang pelayan dan bajingan 🙂
Semuanya belum terlambat!
Mengacu kepada 2 pesohor yang baru baru ini perlu ke manca negara untuk berobat kanker , dan tentunya menghabiskan dana sangat besar, bahkan seorang selebrity sekelas Juve diakhir hidupnya harus mendapat donasi dari rekan2nya untuk berobat, kehadiran RS kanker berkelas dunia dan terjangkau bagi masyarakat banyak sudah waktunya hadir di Jakarta (karena daya tampung RS kanker Darmais sangat terbatas).
Pemilihan tempat yang dekat dengan RS Darmais sudah diperhitungkan sebagai satu alasan kenapa memilih Sumber waras, karena letaknya sangat berdekatan, sehingga memudahkan koneksifitas dan kerjasama ke 2 RS itu di kemudian hari. Rencananya Ahok akan menggandeng BUMN untuk membangun yang kemudian dibayar pemprov dengan mengangsur dalam sekian tahun ke depan. atau berasal dari pendanaan Asian Development Bank.
Kini saatnya pemerintah pusat Depkes atau kalau perlu Presiden Jokowi turun tangan, mengambil langsung masalah ini. Agar pembelian tanah yang sudah prosedural dan didapat dengan harga NJOP yang benar itu bermanfaat bagi kemaslahatan orang banyak, Depkes perlu segera mengambil alih asset Sumber waras tersebut dengan harga NJOP 2019 yang tentunya akan lebih tinggi dari tahun 2014. Kalau masih ada oknum BPK yang mengaudit dengan cara lalu, silahkan Jaksa agung sebagai pengacara negara turun tangan. Selelesaikan saja karier mereka sebagai anggota BPK RI dan kirim mereka ke hotel prodeo.
Semoga RS sumber waras ini dapat segera dibangun oleh Presiden Jokowi semata mata untuk kepentingan Nasional Indonesia, dan semoga pasien pertamanya juga bukan bung ABW sang gudbener sinyaman.
Salam betterthangood Indonesia
Jakarta 5 Juni 2019