Setelah mendapat restu Ahok sahabat baiknya dan Megawati Soekarnoputri Ketua Umum PDIP, partai tempat Djarot bernaung, berarti tinggal selangkah lagi, yaitu mendaftar dan diresmikan oleh KPUD Sumut, barulah Djarot sah berlaga di Pilgub Sumut yang akan diselenggarakan di tahun 2018 ini.
Saat ini, para sukarelawan Djarot sudah boleh mulai bergerak dengan merekrut para pemuda yang memiliki satu visi dan misi yang sama, yang menginginkan Sumut lepas dari belenggu gelar propinsi terkorup, yang menginginkan Sumut yang bersih dan lebih maju kedepannya.
Perekrutan itu perlu, mengingat luasnya propinsi Sumatera Utara sehingga membutuhkan sukarelawan-sukarelawan yang bersedia untuk terjun langsung ke berbagai daerah, bukan hanya untuk mensosialisasikan Djarot ke masyarakat, namun juga untuk melawan dan mengklarifikasi berita-berita fitnah dan hoax yang sudah pasti akan dilancarkan oleh orang-orang yang tidak menginginkan perubahan kearah yang lebih baik untuk Sumatera Utara. Jalinlah komunikasi, koordinasi dan kerjasama dengan partai pendukung sebagai persiapan.
Merekrut bukan berarti curi start, merekrut berarti menyiapkan diri sebelum pengumuman dari KPU. Jadi jangan samakan dengan salah satu paslon yang videonya sedang ramai di sosmed saat ini karena ketahuan bagi-bagi uang dalam salah satu acara di tempat ibadah. Kalau itu baru bisa dikatakan curi start, melakukan money politik, yang bahkan mulai melancarkan slogan putera asli daerah.
Bisa juga ini suatu bentuk kepanikan karena mendengar Djarot yang bukan putera asli daerah mencalonkan diri menjadi Gubernur Sumatera Utara. Bagaimana tidak panik?, selain belum punya prestasi, calon tersebut juga tidak memiliki pengalaman dalam birokrasi, nyaris tidak ada yang bisa dijual atau ditawarkan untuk masyarakat Sumatera Utara. Satu-satunya keunggulan yang dimilikinya hanyalah putera daerah, dan inilah yang akan digoreng oleh pihak lawan minus prestasi tersebut. Dipikirnya masyarakat Sumut tidak tahu dia putera asli daerah, atau tahu tapi sengaja menonjolkan slogan untuk menggalang fanatisme kedaerahan karena ketakutan harus berhadapan dengan Djarot.
Sumatera Utara sendiri bukannya tidak pernah dipimpin oleh putera asli daerah, sering malah, namun hasilnya apa?. Dipimpin putera daerah tidak menjamin putera daerah tersebut akan memikirkan dan mensejahterakan masyarakat di daerah yang dipimpinnya.
Yang sering terjadi malah sesudah jabatan didapat, kejahteraan kelompok, terutama partai pendukung dan perut pribadi dulu yang dimakmurkan. Dari situlah bermulanya korupsi, anggaran yang didapat oleh uang rakyat menjadi lahan subur untuk dikorup, bagi-bagi jatah pun dilakukan, dan yang dibagi-bagi itu uang siapa? Lagi-lagi uang rakyat yang dipergunakan.
DKI Jakarta contohnya, bentuk tim TGUPP dengan dana 28 miliar, isinya hanya untuk menampung timses si gubernur. Bisa gak bisa kerja itu urusan belakangan, yang penting mulut mereka sudah di jejalin dengan gaji sekian puluh juta, malah ketua timnya mendapat 52 juta rupiah dan itu semua menggunakan uang rakyat. Sedangkan gaji dan uang operasional gubernur dan wakilnya ya masuk kantong pribadi, mana ada mikirin soal warga Jakarta lagi?.
Apakah Sumatera Utara mau seperti itu? Belum cukupkah masyarakatnya menjadi sapi perahan selama bertahun-tahun?.
Sumut sendiri bukannya tanpa alasan mendapat predikat propinsi terkorup, dikarenakan sangkin banyaknya pejabat dari mulai gubernur, bupati, walikota, anggota dewan yang terjerat oleh kasus korupsi.
Saya jengah, anda jengah dan saya yakin banyak warga Sumatera Utara yang malu dan jengah juga melihat pejabatnya seperti itu, bahkan hal yang sepele seperti jalan berlubang yang bertebaran di Kota Medan pun tidak mampu diperbaiki, entah karena ketiadaan anggaran akibat habis dikorupsi atau karena ketidakpedulian pejabatnya sampai harus ditegur oleh Bapak Presiden baru mau bergerak.
Sudah saatnya masyarakat Sumatera Utara bangkit dan memperjuangkan tokoh yang memiliki prestasi yang bagus, yang jujur, yang integritasnya tidak perlu kita ragukan lagi untuk memimpin kita semua keluar dari belenggu korupsi, orang yang sudah teruji kemampuan dan pengalamannya, dan orang yang saya maksud adalah Djarot Saiful Hidayat.
Beliau bukan putera asli Jakarta, namun dibawah kepemimpinan Ahok dan beliau, Jakarta mengalami banyak kemajuan, baik birokrasi pemerintahan maupun kesejahteraan warganya juga meningkat, kota tertata rapi, yang tinggal dipinggiran sungai dan kawasan kumuh diberikan tempat tinggal di rusun dan lain sebagainya. Bila beliau mampu membawa kemajuan buat Jakarta, tidak ada alasan beliau tidak mampu melakukan hal yang sama untuk Sumut.
Jadi para relawan Djarot, apalagi yang kalian tunggu? Bersiap-siaplah kau mulai saat ini, jangan saat mau kampanye, lawan sudah bergerak, kalian baru sibuk sana-sini.
Perjuangkanlah Djarot For Sumut 1