
Medan, 8 Januari 2018
Bila mendengar provinsi Sumatera Utara, selain kata : Horas, Mejuah juah, Sumut terkenal dengan istilah “Provinsi kedua terkorup di Indonesia”.
Tanyakanlah kepada PATEN kenapa demikian? Lalu bisa mendapat penghargaan. Dan lalu tidak didukung Partainya sendiri.
Sudah bisa diprediksikan taktik dan strategi dari para balon Gubsu. Ingat yah.. belum daftar dan ketetapan sah masih bukan CALON. Hanya nafsu kekuasaan membuat seseorang kehilangan jati diri, menghalalkan segala cara dan upaya agar bisa berkuasa. Tidak penting setelah berkuasa apa yang akan dilakukannya.
Berkaca dari DKI, Jkt58 sedang meratapi nasibnya sedangkan gabenernya sibuk membentuk ini itu untuk menjatuhkan orang yang sudah dihukum atas tindakan yang divonis karena tekanan ormas. Luar biasa bukan?
Tidak, Sumut jangan mengulangi kesalahan demi kesalahan berulang. Berapa rompi warna kesebelasan Belanda sudah dipakaikan pada para mantan pemimpin dan petinggi di Sumut? Karena apa? Jujur dikatakann karena banyak masyarakat menggadaikan harga diri untuk segelintir oknum yang melacurkan SARA demi kekuasaan. Nama Tuhan dilacurkan sedemikian rupa umtuk menikmati kursi tertinggi, lalu menghisap isi Sumut tanpa ampun seperti drakula kehausan darah.
Mempertimbangkan hal baru di Pilkada kali ini, ada yang mencalonkan diri jauh hari sebelumnya. Ada yang ditunjuk dan ditugaskan untuk memegang amanah. Ada pula yang hanya menjadi figuran yang distrategikan untuk memecahkan suara tanpa berniat mendapat kemenangan.
Tinggal bagaimana warga Sumut mengkaji dengan nalar dan pikiran bersih, menilai dengan seksama dan pikiran waras, mana yang akan melayani dan mana yang akan menguras.
Kajian politik juga perlu dipertimbangkan selain ada partai politik main keroyokan, ada pula yang menghembuskan issue Putra Daerah, serta berbagai macam cara lainnya agar mendapatkan perhatian dengan membuat macet jalanan walaipun sekedar mendaftarkan diri.
Program? Cerita program jelas belum ada. Semua calon masih menyiapkannya. Mungkin beberapa minggu mendatang akan kelihatan program siapa yang terbaik, program-programan dan program SARA maupun program OKP.
Satu hal yang pasti secara logika :
Bila seorang kepala daerah dipimpin oleh sosok dari partai oposisi di pemerintahan? Apa yang akan terjadi? Apakah mampu mengembangkan semua program yang diberikan pusat? Atau malah akan menghambatnya dengan nyinyiran dan hujatan seperti yang terjadi di anggota DPR RI dari oposisi. Apa prestasi mereka selain nyinyir? Bukankah Jakarta sudah menjadi contoh paling konkrit? Pemenangan dark ancaman kepada mayat ini.. banjir menyalahkan hujan dari Tuhan, macet mencari solusi dari sayembara, bentuk tiruan mengorek peristiwa yang tidak ada dan sudah berlalu menjadi ada? Sebenarnya tugas Gubernur itu aoa? Layanan pengaduan masyarakat malah dihilangkan. Karena biasanya masyarakat kalangan menengah ke bawah yang paling mendapatkan dampak buruknya bila mendapatkan pemimpin yang tidak sesuai dengan janji kampanye.
Kita butuh sosok yang bukan hanya memimpin, tapi yang terpenting MELAYANI. Melayani warga masyarakat yang menggaji mereka sedemikian tinggi dari pajak yang kita bayar. Bukan yang hanya tahu memimpin dan mengeluarkan jurus arogansi sesuai mantan pekerjaan yang diemban sebelumnya.
Akhir kata penulis hanya bisa mengucapkan SELAMAT DIPERMAINKAN.