Menarik melihat pertarungan pilkada di Jabar, walaupun belum digelar dan belum ada kepastian siapa saja yang akan maju ke Pilgub Jabar, namun sudah diperkirakan akan ada 3 nama yang muncul, yaitu Ridwan Kamil, Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi.
Kondisi Ridwan Kamil sendiri saat ini tidak menentu menyusul penarikan dukungan oleh Golkar. Emil demikian panggilannya yang sebelumnya sudah diusung oleh empat partai, yakni Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golkar. Perubahan angin politik terjadi saat ketua umum Golkar, Setya Novanto ditangkap KPK dan posisinya digantikan oleh Airlangga Hartarto, Golkar segera mencabut dukungan dengan alasan terlalu lambannya Emil menentukan calon wakil untuk mendampingi dirinya.
Golkar akhirnya memutuskan untuk mengusung calon yang merupakan kadernya sendiri, yaitu Dedi Mulyadi yang saat ini menjabat sebagai Bupati Purwakarta. Dengan bermodalkan 17 kursi, Golkar hanya membutuhkan tambahan 3 kursi lagi untuk dapat mengusung Dedi Mulyadi, apabila PDIP yang memiliki 20 kursi bergabung juga, maka syarat 20 kursi untuk mendukung Dedi Mulyadi sudah terlampaui, bahkan lebih dari cukup.
Dedi sendiri sejak kepemimpinannya di Purwakarta, mampu membuat Purwakarta menjadi sebuah anomali ditengah kepungan daerah-daerah sekitarnya yang memiliki tingkat intoleransi yang tinggi.
Ke-Bhinekaan benar-benar dihadirkan oleh Bupati Dedi. Tidak seperti pemimpin-pemimpin lain, Dedi Mulyadi berani melawan intoleransi yang terjadi di daerahnya. Purwakarta pun mengalami banyak kemajuan dibawah kepemimpinannya, bahkan banyak tokoh-tokoh nasional yang terang-terangan memuji kepiawaian Dedi Mulyadi dalam mengelola daerahnya. Mulai dari BJ Habibie, Kyai Ma’ruf Amin, Zulkifli Hasan sampai Sukmawati Soekarno Putri.
Menurut BJ Habibie, Dedi Mulyadi adalah sosok yang telah mampu mensinergikan budaya, agama dan teknologi dalam membangun daerahnya. Ketiga nilai tersebut, merupakan elemen tak terpisahkan dalam menjalankan kehidupan bernegara.
Kebijakan yang dilakukan oleh pria kelahiran Sukadaya, Kabupaten Subang itu dinilai oleh Habibie sebagai langkah visioner.
Sedangkan Ma’ruf Amin sendiri menilai Dedi Mulyadi adalah sosok yang cocok menjadi Gubernur Jawa Barat karena kemampuan Dedi sendiri telah teruji melalui pengalaman
10 Tahun dalam membangun desa dan kota secara seimbang, secara budaya dan secara fisik. Berhasil menyatukan potensi umat, bersilaturahmi dengan ulama, membangun kemajemukan, sarana ibadah, papar Kiai Ma’ruf dalam kegiatan Istighotsah Kubro sekaligus peletakan batu pertama pembangunan Mesjid Raya Cilodong, Jum’at, 12 Mei 2017 lalu.
Kemampuan Dedi Mulyadi dalam menterjemahkan gagasan ke bahasa verbal pun mendapatkan apresiasi dari puteri Proklamator RI, Sukmawati Soekarno Putri. Sukmawati menjamin Dedi Mulyadi merupakan seorang kader Pancasilais yang mengamalkan nilai Pancasila dalam kebijakan dan tindakan yang diterapkannya sebagai Bupati Purwakarta.
Dibawah kepemimpinan Dedi Mulyadi, Jawa Barat dapat dipastikan memiliki masa depan yang lebih cerah. Pembangunan akan lebih terasa apalagi bila bersinergi dengan pemerintahan pusat.
Saat hujan dan banjir, masyarakat Jawa Barat tidak akan disuruh prihatin dan berdoa disertai cucuran air mata tanpa aksi lagi. Berkaca dari kemampuannya membangun Purwakarta, pasti akan ada tindakan atau solusi untuk mengatasinya.
Bila Dedi Mulyadi mampu menghadirkan ke-Bhineka-an di Purwakarta, maka dia pasti mampu juga menghadirkan ke-Bhineka-an di Jawa Barat, sehingga bisa menghapus stigma intoleransi yang selama ini melekat di Jawa Barat sebagai propinsi paling intoleran di Indonesia.
Pertanyaan yang paling penting adalah apakah warga Jawa Barat sudah siap menuju perubahan yang lebih baik?. Karena hampir pasti segala aksi Dedi Mulyadi akan mendapat perlawanan dari kelompok-kelompok intoleran yang selama ini nyaman membodohi masyarakat Jawa Barat, dengan pemahaman-pemahaman radikal sehingga mudah dikendalikan untuk kepentingan mereka.
Apakah masyarakat Jawa Barat sudah siap mendobrak, menerjang dan memutuskan segala belenggu intoleran yang selama ini kuat mengikat, atau jangan-jangan malah merasa nyaman selama ini hidup didalamnya.
Perjuangan seorang Dedi “yang tidak ada badaknya” akan sangat berat, bila tidak didukung oleh masyarakat Jawa Barat itu sendiri. Berhasil tidaknya beliau merubah Jawa Barat akan dimulai sejak pencoblosan surat suara pertama saat pilkada Jawa Barat 2018 nanti.