Akhirnya terjadi juga apa yang saya khawatirkan sejak jauh-jauh hari, lawan politik secara tidak sengaja mendapatkan “modal” dalam upaya “mengAhokkan” Jokowi. Apalagi modal mereka kalau bukan memlintir dan menggoreng pernyataan lawan, modal yang sukses membuat Ahok modal madil di pilkada Jakarta tahun lalu…
Mirip dengan kasus Ahok yang pidatonya diambil sepotong oleh Buni Yani dan dibumbui kalimat penistaan terhadap agama, pernyataan Jokowi dihadapan para relawan juga bernasib sama : dicomot sebagian lalu mencoba ditambah penguat rasa “adu domba” dan akhirnya dilaporkan ke polisi.
Sebenarnya pernyataan Jokowi “Tetapi kalau diajak berantem juga harus berani, jangan takut!” ini bukanlah sesuatu yang negatif. Ini biasa diungkapkan oleh orang yang ingin menyampaikan pesan kepada siapa saja agar tidak usah bermain kasar karena hanya akan merugikan diri sendiri.
Ingat bagaimana gestur orang jawa ketika mempersilahkan tamu duduk? Badan sedikit membungkuk, tangan kanan terbuka dengan ibu jari menunjuk ke arah kursi. Sangat-sangat sopan…Tetapi ingat! Tangan kiri ternyata mengepal dibelakang punggung. Artinya apa, “Anda sopan kami segan, tapi kalau situ macem-macem, gua ladenin” hahaha..kira-kira begitulah.
Tetapi apa yang terjadi justru sebaliknya, ungkapan khas jawa Jokowi ini malah dimaknai oleh lawan politik sebagai ajakan berkelahi. Kan parah! Ya, itu menurut kita yang nalarnya jalan. Jangan lupa bahwa kelihaian mereka adalah mampu memandang sesuatu dari sudut pandang terbalik seperti nganu…(tebak sendiri).
Dan sayangnya, seperti terpancing, para pendukung Jokowi nampak sibuk mengklarifikasi pernyataan Jokowi. Ini bahasa kiasanlah, ini self defenselah, Jokowi bakar semangatlah ini itulah…tidak perlu menurut saya!
Ini seperti kita meladeni omongan anak kecil yang nalarnya belum jalan kemudian terjebak dalam perdebatan yang tidak substansial akhirnya gemes sendiri karena kebingungan menjelaskan. Padahal sebenarnya simple, kasih permen lalu tinggal pergi…
Inilah yang saya cemaskan, barisan relawan Jokowi tidak siap mental menghadapi strategi “serangan balik” lawan yang sangat menggemaskan ini. Lha padahal ini barulah awal dari rangkaian serangan yang akan dilancarkan oleh lawan. Setelah tahapan pilpres masa kampanye dimulai, pola-pola semacam ini akan lebih gencar lagi dalam misi “mengAhokkan” Jokowi.
Musuh ibarat seperti seekor singa yang mengaum kelaparan dan siap menerkam mangsanya.
Sekarang pernyataan Jokowi “Tetapi kalau diajak berantem juga berani” sudah dilaporkan oleh Indonesian Court Monitoring ke empat lembaga negara sekaligus : KPU, BAWASLU, Komnas HAM dan Polri.
Lalu apakah upaya pelaporan ini akan berhasil mengAhokkan Jokowi? Jelaslah tidak. Ada dua hal menurut catatan saya mengapa Jokowi tidak bisa diAhokkan.
Pertama, Jokowi bukanlah seorang yang double minority seperti Ahok.
Beda dengan Ahok yang memiliki keminoritasan ganda, sudah kristen keturunan Tionghoa pula, Jokowi adalah orang Jawa tulen dan juga muslim. Tutur katanyapun lembut dan halus mirip es krim, tidak seperti Ahok yang bicaranya meledak-ledak, ceplas ceplos dan apa adanya seperti popcorn di bioskop XX1. Sehingga sulit rasanya Jokowi dilemahkan dengan cara ini…
Kedua, tidak ada bumbu Agama.
Jujur saja pemantik demo berjilid-jilid yang menumbangkan Ahok adalah adanya micin “penistaan terhadap agama” yang di posting Buni Yani. Dalam laporan Jokowi oleh ICM ke empat lembaga negara ini tidak ada micin itu, sehingga tidak akan segurih kasus Ahok. Apalagi saat ini ulama-ulama satu persatu mulai merapat dukung Jokowi dua periode. Saya yakin laporan ini akan nggembos sendiri pada waktunya.
Terlepas dari gagalnya upaya lawan kali ini, Jokowi dan pendukungnya tetap harus waspada, berjaga-jaga dan ekstra hati-hati. Jangan sampai lengah akhirnya malah memberikan celah bagi lawan dalam misi mengulang “tragedi” pilkada Jakarta.
Ingat! Lawan bukan hanya para penyandang dana, tetapi juga para penyandang cacat, cacat logika…
Selamat berjaga-jaga!!