Selamat nangkring teman-teman.. Saya harap kita semua mau nangkring seperti saya. Tidak usah di gedung yang tinggi, nangkring di toilet pun boleh. Karena itu baik bagi pencernaan anda. Tetapi kalau ada yang bisa nangkring di gedung tinggi seperti saya, maka akan bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh orang lain.
Dari atas ini saya dengan sangat jelas bisa melihat kegalauan para Ibu-ibu memasuki musim hujan. Kegalauan karena cucian bakalan susah kering. Bukan hanya Ibu-ibu usaha laundry pun harus berpikir keras karena hujan akan membuat pakaian para pelanggan harus dikeringkan dengan memakai mesin. Parfum disediakan lebih banyak supaya bau apek hilang.
Tidak hanya kaum Ibu, kaum Bapak juga siap sedia mantel dan juga siap sedia jalur-jalur tikus dan kucing menghindari macet. Sedangkan kaum-kaum yang lain siap sedia melihat peluang bisnis. Mulai dari bisnis ojek payung sampai bisnis angkut motor lewati banjir. Semua dipantau supaya tetap bisa berpenghasilan di tengah-tengah musim hujan.
Tetapi ada sesuatu yang saya lihat dari atas gedung tinggi yang hilang di Jakarta ini. Sesuatu yang membuat saya tertarik untuk berdomisili di Jakarta pindah dari Manhattan. Saya tidak lagi lihat seorang kepala daerah yang bawelnya mengalahkan Mary Jane. Bahkan kata orang yang saya kupin pembicaraannya, mampu mengalahkan emak-emak bawel se-Indonesia.
Ya, dia adalah Ahok. Menjelang musim hujan ini, biasanya youtube Pemprov DKI penuh dengan rapat-rapat antisipasi banjir dan juga antisipasi korban banjir, di daerah yang belum selesai normlisasi dan juga daerah yang warganya belum direlokasi. Kini, tidak ada lagi kehebohan, padahal musim hujan adalah pertanda akan hadirnya musim banjir. Pasti yang kena dampak adalah warga DKI. Jakarta memang benar-benar kehilangan Ahok.
Jangan khawatirkan saya, saya mah kalau banjir tidak ada masalah. Lah tinggal arahkan jaring, lalu nempel dah di mana saja saya mau. Aman dan ongkosnya sangat murah. Jaringnya tidak habis-habis karena memproduksi sendiri. Itulah mengapa saya betah jadi Spiderman walau sekarang harus bergaya ndeso. Soalnya saya ngefans sama Presiden Indonesia yang ndeso itu.
Ndeso kayaknya lebih enak. Tidak banyak habis biaya hanya demi mengikuti tren dan juga gaya hidup super hero lainnya. Bayangkan saja kalau saya ikutin gaya batman yang kaya raya dan juga model Iron Man, kagak sanggup. Kerjaannya cuman fotografer dan sekali-kali menulis di Indovoices ini.
Meski saya ndeso, tetapi saya tidak akan sepelit dan semiskin pasangan Anies-Sandi yang menang Pilkada Jakarta dengan dana besar-besaran, tetapi tidak membuat arak-arakan. Itu sungguh sangat TERLALU. Saya pikir kalau orang yang keluar modal besar untuk memenangkan Pilkada semodel bro Sandi, arak-arakan soal kecil. Lalu mengapa tidak ada arak-arakan??
Saya pikir alasannya cuman satu. Pasangan ini tertekan mental. Kalau saya jadi salah satu pasangan ini dan menang bukan karena kemampuan dan hanya karena menggunakan strategi isu SARA, maka tekanan yang saya rasakan akan sangat berat. Bayangkan saja, menang bukan karena dianggap mampu, tetapi karena beragama Islam.
Kalau dipikir-pikir, mereka ini jdi Islam tidak ada usaha dan pendidikan apapun. Lahir langsung Islam, tanpa mengucapkan kalimat syahadat. Jadi, Islam sejak lahir. Jadi, kalau hanya karena Islam maka dipilih jadi pemimpin, itu sama saja merendahkan Anies-Sandi. Kampanye pasangan ini pemimpin muslim jelas ada sebuah penurunan kualitas mereka.
Agama seharusnya tidak dijadikan alasan memilih, tetapi karena mereka memang memiliki kemampuan yang mumpuni. Masalah agama, itu masalah pribadi. Dan masalah agama paling jelas dilihat dari hidupnya bukan KTPnya. Lihat saja rekam jejak mereka yang buruk. Satu terindikasi curangi APBN 23,3 T dan yang satu masuk daftar Panama Papers.
Tekanan mental juga terjadi karena mereka harus ikuti standar tinggi cara kerja Ahok. Djarot saja tidak sanggup meladeni cara kerja Ahok, begitu juga Jokowi. Apalagi ini hanya modal mulut dan OKOC (Ogah Kerja Ogah Capek). Sudah pasti mental mereka tertekan. Karena itu, cara satu-satuny adalah tidak membuat arak-arakan. Malu nanti kalau kerja tidak seheboh arak-arakannya. Lihat saja nanti saat mereka mengantisipasi banjir.
Kasihan memang pasangan ini. Belum apa-apa sudah kena tekanan mental hebat. Terlihat jelas bagaimana mereka tidak bisa lagi heboh seperti saat Pilkada. Yang paling kasihan adalah wakil Gubernurnya, Sandiaga. Kini malah sibuk bolak balik dipanggil KPK. Menyedihkan. Dipilih karena agama, tetapi malah sibuk dipanggil KPK.
Ya sudahlah, saya lihat dulu papan bunga ya sudah muncul di Balai Kota ini. Sebentar lagi bakal penuh dan saya hanya bisa memandang dan merenungi sebuah sejarah dimana seorang Gubernur dilepas dengan sebuah penghargan tinggi. Saya dengar-dengar sih IV mau kirim juga. Semoga benar dah..
Terima kasih Pak Jokowi dan Ahok. Kalian buktikan memang perubahan itu mungkin tanpa harus jadi superhero seperti saya ini. Anies-Sandi siap-siap deh menjadi pemimpin muslim yang kerjanya kalah dengan yang kafir. Pedih!
Salam Jaring…