Tidak bisa dipungkiri “arah angin” sangat mempengaruhi masyarakat dalam menentukan pilihan pada kontestasi pilkada. Kemana angin berhembus, kesanalah masyarakat cenderung menjatuhkan pilihan.
Dan sepertinya angin itu sedang berhembus menjauh dari PDI-Perjuangan. Partai pengusung Jokowi di pilpres 2014 itu kini diambang kekalahan di empat daerah kunci yang sangat krusial dalam pilkada serentak Juni nanti.
Bu Mega yang terlalu memaksakan diri mengusung kadernya meskipun tak punya cukup modal elektabilitas adalah salah satu penyebabnya. Selain itu, terciduknya Marianus Sae calon gubernur NTT oleh KPK, mondar mandirnya Ganjar Pranowo ke gedung KPK juga membuat publik semakin mempertanyakan kualitas dan kapasitas calon yang diusung PDI-Perjuangan.
Jujur saja, meskipun saya bukanlah simpatisan partai kepala banteng tersebut, tetapi sebagai die hardnya Jokowi, saya agak khawatir dengan potensi kekalahan calon-calon kepala daerah yang diusung PDI-Perjuangan. Bukan apa-apa, sebagai partai terbesar sekaligus pengusung Jokowi di pilpres 2014 lalu, kekalahan di empat daerah inti ini akan sangat mempengaruhi suara Jokowi jika nanti kembali dicalonkan PDI-Perjuangan.
Mari kita ulas satu persatu mengapa PDI-Perjuangan berpotensi kalah di empat laga krusial menurut insting abal-abal saya.
Sumatera Utara
Pasangan Djoss, Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus yang mendapatkan nomor urut dua membuat perasaan saya tidak enak. Masih terbayang jelas dalam ingatan bagaimana Ahok-Djarot yang juga mendapatkan nomor urut dua, kalah telak dengan agregat 20% pada Pilkada DKI Jakarta lalu.
Gugurnya pencalonan JR Saragih memaksa pasangan Djoss harus menjalani babak knock-out melawan Edy-Ijeck. Dan pasti akan semakin panas karena pihak lawan sudah siap melakukan apa saja demi menggerus elektabilitas lawan. Sebut saja isu putra daerah yang sudah digaungkan jauh-jauh hari. Dan lagi-lagi, terbayang kampanye hitam DKI akan terulang, apalagi pasangan Djoss kalah dalam jumlah pemain (baca: partai pendukung).
Salah satu yang harus dimaksimalkan PDI-Perjuangan adalah suara golput yang angkanya cukup tinggi di Sumatera Utara setiap kali pemilu. Jika suara ini bisa dimaksimalkan, pasangan Djoss masih ada harapan. Dengan berat hati, prediksi saya pasangan Edy-Ijeck 55%, Djarot-Sihar 45%
Jawa Barat
Hasil survei Indobarometer sepertinya tidak akan jauh berbeda dengan hasil akhir Pilkada Jabar. Tanpa mengecilkan peluang dua pasangan lain, sepertinya kontestasi pilgub Jabar hanya akan menjadi ajang persaingan antara pasangan Ridwan Kamil- Uu dan Duo D, Dedi mizwar-Dedi Mulyadi. Mereka akan bersaing ketat merebut kemenangan.
Dua paslon lain, Sudrajat-Syaiku dan TB Hasanuddin-Anton Charliyan saya prediksi hanya akan mendapatkan suara dikisaran 10 persen.
Dari empat daerah krusial yang menggelar pilkada, paslon PDI-Perjuangan di Jawa Barat lah yang memiliki potensi kekalahan paling besar. Pencalonan TB Hasanuddin-Anton mengingatkan saya kegagalan Rieke-Teten lima tahun yang lalu yang juga gagal total.
Insting abal-abal saya mengatakan Duo D unggul 45%, disusul RK-Uu( Rindu) 30%, Tubagus-Anton (Hasanah) 15% dan pasangan Asyik Sudrajat-Syaiku menjadi juru kunci dengan suara 10%.
Jawa Tengah
Beberapa kali dipanggil KPK sebagai saksi kasus E-KTP mau tak mau membuat publik bertanya-tanya, benarkah Ganjar terlibat korupsi dan menerima aliran dana seperti yang dikatakan Nazaruddin selama ini.
Dan ini sepertinya dimanfaatkan betul oleh kubu Sudirman. Jauh-jauh hari Sudirman sudah menjanjikan dan memastikan tidak akan ada korupsi di Jawa Tengah jika dirinya menjadi gubernur. Ini barulah pemanasan. Nanti jelang pencoblosan isu korupsi E-KTP ini akan dihembuskan semasif mungkin.
Nyanyian papa Novanto di persidangan juga akan sangat menentukan. Dan mudah-mudahan salah, prediksi saya Sudirman-Ida menang dengan 57% suara, Ganjar-Yasin 43%.
Jawa Timur
Khofifah yang sudah dua kali kalah dalam gelaran pilgub Jatim pastilah tidak mau mencetak hattrick dengan kekalahan kali ini. Minim kampanye SARA, pilgub Jatim diperkirakan murni perang bintang NU.
Pengalaman Khofifah sebagai menteri sosial Jokowi dilengkapi dengan prestasi Emil di trenggalek cukup meyakinkan. Status Emil yang adalah kader PDI-P bisa jadi memecah suara partai berlambang banteng tersebut.
Sedangkan pasangan Gus Ipul-Puti agak lemah dari sisi prestasi. Puti belum berpengalaman memimpin sebuah daerah. Meskipun menjadi anggota DPR RI sejak 2009, namanya baru mencuat ke publik saat dicalonkan menjadi pendamping Gus Ipul menggantikan Abdullah Azwar Anas yang mundur di detik-detik terakhir. Prediksi saya Khofifah-Emil 55%, Gus Ipul-Puti 45%.
Dengan potensi kekalahan PDI-Perjuangan di empat laga penentuan ini, jelas merupakan lampu kuning sinyal tanda bahaya pencalonan presiden Jokowi. Jika PDI-P benar-benar kalah di pilkada serentak, maka ada dua skenario.
Pertama, PDI-Perjuangan tetap mencalonkan Jokowi. Ini akan berat, karena harus meyakinkan masyarakat bahwa Jokowi masih yang terbaik untuk bangsa ini disaat PDI-Perjuangan hancur lebur tertimpa krisis kepercayaan.
Dan yang kedua, Jokowi tidak dicalonkan oleh PDI-Perjuangan. Sampai saat ini, PDI-perjuangan belum juga mengumumkan secara resmi dukungannya untuk Jokowi padahal tinggal beberapa bulan lagi. Ini membuat saya ragu apakah Jokowi akan dicalonkan lagi atau tidak.
Terakhir, skenario terburuknya adalah tidak ada partai yang mengusung Jokowi. Suara Nasdem dan Hanura jelas tidak cukup. Jika itu yang terjadi, maka saya akan menjadi orang pertama yang mengumpulkan KTP untuk Jokowi independen.
Selamat bekerja keras!! apapun yang terjadi, dukung Jokowi sampai selamanya!!