Ketika dalam sebuah debat terbuka lalu seseorang malah ngomong ngalor ngidul tidak sesuai tema dan keluar dari substansi sebuah persoalan, maka secara tidak langsung menandakan bahwa ia panik dan kesulitan berargumen mengimbangi lawan bicara.
Dan kepanikan inilah yang tengah melanda kubu Prabowo. Lihat saja ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto yang mengusulkan agar KPU menerapkan debat kandidat capres-cawapres menggunakan bahasa Inggris.
Yandri menilai perlu ada salah satu tahapan debat kandidat dengan menerapkan model tersebut karena presiden sering berdiplomasi dengan negara lain.
“Karena presiden bergaul di dunia internasional supaya tidak ada miskomunikasi dan salah tafsir dari lawan bicara,” ucap Yandri di Jalan Daksa I No 10, Jakarta Selatan, Kamis malam-CNN
Apa kesimpulan yang dapat kita tarik dari sini selain daripada lawan ketakutan, takut ketahuan calonnya tidak punya program yang cukup menarik untuk ditawarkan.
Usulan ini jelas keluar dari substansi dan tujuan daripada debat kandidat capres dan cawapres itu sendiri. Sejatinya tujuan debat adalah agar semua masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai Pulau Rote mengerti betul apa ide, gagasan, program visi dan misi sang calon yang nantinya akan dipilih.
Timbul pertanyaan, jika debatnya menggunakan bahasa Inggris, apa iya semua masyarakat kita memahami apa gagasan yang disampaikan para calon? Atau ini memang bertujuan untuk mengaburkan gagasan sehingga masyarakat luas tidak paham? Lha inilah pertanyaan yang harus segera dijawab kubu Prabowo.
Seharusnya nalar kita berpikir, kita yang tinggal dikota masih okelah mengerti sedikit bahasa Inggris. Bagaimana dengan saudara-saudara kita yang di pelosok desa sana? Emak-emak yang setiap hari masak di dapur bertempur dengan asap, petani-petani kita yang kerjanya gulat melawan hama, nelayan yang bertahan dari terjangan ombak. Pastilah tidak paham. Mikir!!!
Sehingga saya harus mengatakan tantangan ini jelas wujud kepanikan kubu Sandiaga menyambut debat capres nanti. Debat dalam bahasa inggris hanya akan membuat gagasan visi dan misi seorang calon tidak terdelivery dengan baik…
Beginilah kalau tidak punya amunisi untuk bersaing akhirnya nantangin yang enggak-enggak keluar dari substansi.
Ibarat main bola kaki, Real Madrid yang frustasi karena selalu kalah dari Barcelona akhirnya malah nantangin Barca bermain bola tangan. Ya jelaslah Barca kalah karena pemainya pendek-pendek. Tau sendiri Sergio Ramos panjang banget tangannya…
Lagipula sudah terbukti, kemampuan berbahasa inggris seorang presiden tidak berbanding lurus dengan kemampuan berdiplomasi. Lihat saja Roy Suryo, jago bahasa Inggris tetapi hanya bisa pulang membawa panci, sedangkan Jokowi yang tidak bisa bahasa Inggris malah pulang membawa uang 81,7 triliun dari Korea.
Kamu pilih mana? Saya Jokowilagi! Meski tak pandai bahasa Inggris namun dengan ketulusannya bekerja, nyata nyata mampu membawa Indonesia bersaing di level Internasional…
Salam #JokowiLagi!