Saya tegaskan bahwa Jokowi adalah Presiden Republik Indonesia, menjadi pemimpin bagi sekitar 250 juta manusia. Setya Novanto, Ketua Umum Golkar dan penguasa DPR. Jusuf Kalla adalah pengusaha kaya raya tak akan habis harta sampai 27,000 turunan kalau hidup sederhana. Namun, semuanya adalah manusia. Manusia seperti saya Abu Jundal dan Anda sekalian. Tidak ada beda sama sekali, sebagai manusia ciptaan Tuhan dari alam semesta.
Maka mereka perlu nasihat Saya dalam kasus Setya Novanto yang dicokok KPK yang berkembang menjadi perebutan kekuasaan di Golkar dan kekhawatiran dukungan terhadap Jokowi, padahal Jokowi tenang saja terkait dukungan pilpres 2019. Ini hanya perebutan kekuasaan duniawi.
Saya sampaikan bahwa sebagai manusia normal Jokowi, Setya Novanto, dan Jusuf Kalla memiliki dua hal, paling kurang, sebagai pemberian alam. Kedua hal itu adalah instink hewani dan instink ilahiah. Instink hewani ini yang membuat manusia bertahan hidup. Instink ini membuat manusia mencari kehidupan yang esensi utamanya adalah makan, berkembang biak, dan mencari tempat tinggal atau perlindungan. Instink hewani ini selalu tumbuh secara alamiah untuk survival of the fittest.
Sementara instink ilahiah adalah instink keyakinan manusia kepada kekuatan di luar dirinya, alam alamiah. (Kaum atheist pun meyakini sebab akibat eksistensi alam dan tidak akan bisa menjawab dan membuktikan ketidakyakinannya tentang sebab eksistensi diri dan alam semesta.)
Menolak atau tidak instink ketuhanan atau ilahiah ini menghasilkan keyakinan spiritual. Keyakinan ini bisa berbentuk lembaga agama, atau keyakinan kepasrahan terhadap eksistensi manusia yang kerdil di alam semesta berbentuk spiritialisme.
Dua instink hewaniah dan ilahiah itu akan mewarnai perjalanan kehidupan manusia. Manusia harus menjalani kedua instink itu secara seimbang agar kehidupan normal dan waras. Jika tidak seimbang maka yang terjadi adalah ketimpangan.
Manusia yang didominasi oleh instink hewani akan bertingkah laku seperti hewan. Mereka hanya mementingkan instink survival of the fittest tanpa memikirkan orang lain. Contohnya adalah para koruptor seperti Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, Angelina Sondakh, Aulia Pohan si besan SBY, Nazaruddin, dan tentu calon koruptor seperti Setya Novanto.
Sementara kalau manusia didominasi oleh instink ilahiah dia akan merasa sebagai orang paling benar. Mereka hanya memikirkan kebenaran ideal subyetif diri sendiri yang diyakini. Contohnya, para teroris seperti Imam Samudera, Abu Bakar Ba’asyir, Hambali, Abu Bakar Al Baghdadi, Osama bin Laden, Shoko Asahara, Jeremy Christian, dan lainnya.
Keseimbangan menerapkan instink itu berwujud dalam bentuk kebenaran kemanusiaan. Manusia yang menjunjung tinggi instink ini tentu tidak akan korupsi, tidak akan membunuh, tidak akan serakah, tidak akan menjadi teroris, dan tidak akan berbohong. Gagal menyeimbangkan instink akan menjadikan manusia korup, jadi teroris, serakah, dan pembohong.
Saya menasihati diri saya sendiri dan Jokowi, Setya Novanto, dan Jusuf Kalla agar bertindak sesuai dengan keseimbangan alam. Saya menasihati agar berdiri di atas kebenaran, tidak korupsi, tidak serakah, dan tidak menjadi teroris atau mendukung mereka.
Kembalilah ke dalam keseimbangan instink hewaniah dan ilahiah agar bertindak mencintai kehidupan berdasar kemanusiaan, bukan berdasarkan nafsu hewaniah semata.
Ingat, kehidupan ini sementara saja, dan catatan cara menjalani kehidupan adalah potret diri dalam menjalani kehidupan sebagai manusia. Lebih dekat dengan alam hewaniah atau alam ilahiah atau seimbang sebagai manusia waras.
Semua keputusan menjadi pilihan kita semua. Ingin dikenang sebagai hewan atau manusia yang terhormat menjadi pilihan hidup mudah. Itu nasihat hebat buat Saya sendiri, Jokowi, Setya Novanto, dan Jusuf Kalla dari anak alam semesta Abu Jundal.