Saya teringat ceramah almarhum KH Zainuddin MZ melalui kaset yang sering diputar menjelang adzan maghrib di Surau dekat rumah kami di kampung saya dulu. Saya memang menyukai gaya khotbah beliau karena adem, kocak dan mudah dicerna. Menurut beliau dalam salah satu ceramahnya, terkadang musibah yang tak disangka-sangka datang dalam hidup kita. Musibah itu terbagi dalam tiga kategori. Kategori yang pertama adalah jika seseorang rajin ibadah, ahlaknya baik, lalu datang musibah itu namanya UJIAN. Yang kedua, jika seseorang ibadah taat, tetapi rajin maksiat, datang musibah, itu namanya TEGURAN. Nah, yang ketiga orang yang ibadah ga pernah, maksiat jalan terus, datang musibah nah itu namanya PERSEKOT. Mendengar beliau ceramah dengan membayangkan Kiwil pasti anda cengar-cengir sendiri Ha..ha..ha
Lha kalau yang rajin ibadah, tetapi koar-koar menghina Pancasila, menghina suku Sunda, menghina umat Nasrani, menghina Kapolri, menghina Presiden, lalu kabur ke Luar Negeri namanya apa Pak Haji? Sayang beliau sudah almarhum, kalau masih hidup tentu kita bisa tahu jawabannya. He..He..he
Lalu muncul pertanyaan dalam hati saya, rajin ibadah yang seperti apa yang dimaksud Da’i Sejuta Umat itu? Tentulah ibadah yang benar-benar menunjukkan hubungan pribadi seseorang dengan Tuhannya. Bukan ibadah yang dipamer-pamerkan dimuka umum. Memang zaman now ibadah terbalik-balik, seperti sinetron saja. Ibadah dan kejahatan seperti beda-beda tipis. Persepsi ibadah sudah aneh-aneh dibalut sedemikian rupa semau-maunya sendiri. Lalu diciptakan dalil-dalil seolah-olah dia sudah paham Kitab Suci secara menyeluruh. Ada yang menganggap ikut demo adalah ibadah, ada yang menganggap mengkafirkan orang yang berbeda keyakinan dengan dirinya adalah juga ibadah. nah, ada juga yang provokasi dengan ujaran kebencian, membakar orang yang mencuri ampli di mushala, menelanjangi orang yang diduga berbuat mesum, itu pun dianggap ibadah.
Makanya jangan heran sering kita dengar manusia yang mengkafir-kafirkan manusia lain, teriak bunuh bunuh bunuh disertai teriakan takbir seolah-olah Tuhan sepakat dengannya…hmmm.
Contoh kasus Buni Yani dan Ahok patut kita cermati. Dua-duanya divonis bersalah oleh majelis hakim. Sedangkan Anies adalah orang yang memanfaatkan kasus yang menjerat Ahok dan Buni Yani. Tetapi ketiganya cukup mewakili kategori musibah pada ceramah KH Zainuddin MZ.
Buni Yani adalah orang yang nyata-nyata bersalah melanggar UU ITE dengan memposting dan mengedit narasi pidato Ahok serta menebar kebencian yang memicu demo berjilid-jilid, membuat kacau negara, memaksa negara dan POLRI mengeluarkan milyaran dana untuk pengamanan. Wajar jika dia kini menjalani hukuman penjara, walaupun masih ada upaya banding.
Sedangkan Ahok dipenjara akibat perbuatan Buni Yani. Ahok tidaklah bersalah, dia juga tidak menistakan agama sebagaimana dituduhkan orang. Kinerjanya sebagai pejabat malah lebih islami daripada kebanyakan pejabat yang beragama Islam. Kalau dia menistakan agama, mana mungkin Raja Salman mau berjabat tangan denganya, mana mau tokoh agama macam Cak Imin datang menemui Ahok yang telah menistakan agamanya. Ahok hanyalah korban dari orang yang salah memaknai hakekat Ibadah kepada Tuhan-nya.
Anehnya orang yang salah memaknai arti sebuah ibadah malah dinobatkan sebagai pahlawan Medsos Islam. Gelar tersebut yang pasti bukan versi NU, maka saya anggap saja itu gelar “abal-abal”. Sedangkan Ahok, orang yang telah berbuat baik dan karyanya bermanfaat bagi kemahslatan orang banyak malah dipenjara. Apa tidak terbalik-balik ??
Lebih Anehnya lagi, banyak pula yang mendukung dan sepaham dengan perbuatan si Buni Yani ini. Sungguh amat sangat mengherankan. Makanya, kalaupun orang mengatakan saya gagal move on tidak mengapa, daripada saya harus melacurkan kewarasan saya untuk kemudian sepakat dengan perbuatan Buni Yani yang bertolak belakang dengan hati nurani dan menodai nalar akal sehat saya.
Gusti Allah ora sare. Tuhan jugalah akhirnya yang membela Ahok. Benar juga bahwa Tuhan itu dekat dengan orang yang teraniaya. Makanya kalau ingin dekat dengan Tuhan jangan menganiaya orang, tapi buatlah anda teraniaya karena menebar kebaikan seperti Ahok.
Begitu brutal dirusak nama baiknya, difitnah kejam, berbuat zhalim, cina, kafir, antek asing, korupsi, penista agama, hingga akhirnya dipenjarakan, namun karya dan kerja nyata Ahok malah sekarang dikenang orang. Menjadi saluran berkat bagi banyak orang. Mendekam dipenjarapun dia masih ingat warganya. Ahok menyumbangan uang untuk renovasi air mancur menari di Monas. Dan kita lihat sekarang begitu banyak masyarakat yang antusias menyaksikan atraksi air mancur menari di Monas setiap akhir pekan.
Atau lihat saja Masjid Balai kota yang dibangun Ahok, sekarang malah sudah bisa dipakai tidur oleh PNS Pemprov DKI. Bayangkan seandainya tidak ada masjid itu, dimana PNS akan merebahkan badan setelah seharian melayani warga? Orangnya dipenjara tetapi karyanya dinikmati banyak orang. Itulah Ahok!
Dan terakhir, Ahok yang dituding semena-mena menggusur sampai Fadli Zon membuat sajak tukang gusur, malah sekarang warga mulai rindu untuk digusur. Ya..banjir yang siap menerjang sedangkan Gubernur baru masih sibuk mengumpulkan solusi, membuat warga mulai mengeluh tidak sabar dan malah merindukan jaman pak Ahok. Piye penak jamanku to?
Gubernur Anies yang menang karena politik agama menolak menshalatkan jenazah, toh akhirnya tidak dapat menolak banjir. Warga yang sadar kemenangannya berbau SARA tentu saja nyinyir karena Anies malah mau meniru cara-cara Ahok. Kabar teranyar, Gubernur Anies justru akan menggusur demi normalisasi sungai. Apakah akan berhasil? Saya kok tidak yakin… Mengapa? Karena Ahok menggusur kalau Rusun sudah siap. Lha ini Anies mau menggusur apakah rumah lapis sudah siap?
Lagipula lha kok tidak malu! Program yang sewaktu kampanye digunakan Anies melegitimasi Ahok berbuat sewenang-wenang yaitu penggusuran malah sekarang mau diterapkan… hmm mikir keras!
Lambat laun Tuhan membuka kedok kemunafikan kaum Butar-Butar (Bumi Datar). Itulah akibatnya jika seseorang salah memaknai hakekat sebuah ibadah. Berbuat jahat disertai kalimat-kalimat kebesaran Tuhan. menghalalkan segala cara untuk menang akhirnya tidak mendapat pujian malah dapat “Teguran” seperti Gubernur Anies dan mendapat “persekot” seperti Buni Yani.
Jadi kalau nanti dalam 100 hari kepemimpinan Anies sandi datang musibah banjir di Jakarta ini, jangan buru-buru menganggap itu UJIAN, bisa jadi TEGURAN atau bahkan PERSEKOT akibat kemenangan SARA.
Selamat mendapatkan TEGURAN!