Pagi ini, 13 Mei 2018, saya dikejutkan oleh berita yang disampaikan oleh beberapa teman WAG bahwa telah terjadi pemboman setidaknya di empat lokasi gereja di Surabaya, Jawa Timur.
Empat gereja mengalami situasi yang sama. Keempat gereja tersebut ialah Gereja St Clara Ngagel, GKI Diponegoro, Gereja St Maria dan Gereja GPPS Arjuno yang keempatnya berlokasi di Surabaya.
Tiga ledakan telah terjadi di GKI Diponegoro, Gereja St Maria dan Gereja GPPS Arjuno, sementara Gereja St Clara baru mengalami ancaman bom.
Sementara ini info yang saya dapat setidaknya ada enam orang dinyatakan meninggal, sementara yang terluka ada 35 orang, termasuk masyarakat yang merupakan umat gereja.
Bom disebut meledak sekitar pukul 07.00 WIB.
Ada apa ini? Padahal kejadian terorisme di Mako Brimob belum lama lewat, hanya berselang beberapa hari, kini muncul lagi kejadian bom bunuh diri di gereja.
Saya mengecam perbuatan biadab dan mengutuk keras para teroris bajingan ini. Hanya karena dibutakan oleh agama, mereka tidak segan-segan mengorbankan nyawa manusia lainnya.
Saya yakin perbuatan ini tidak semata-mata terorisme murni, sulit mempercayai kalau tidak ada hubungannya dengan kondisi perpolitikan yang memanas di tahun politik ini.
Berbagai berbagai cara dipakai untuk menjatuhkan Jokowi, mulai dari hoax sampai fitnah mengalami kegagalan. Sekarang mereka mulai menggunakan cara-cara kasar untuk menimbulkan teror dan ketakutan di tengah-tengah masyarakat. Hmm.. somehow, hal ini mengingatkan saya akan seorang tokoh oposisi yang pernah menceritakan strategi Loot A Burning House (merampok rumah yang terbakar), yang intinya menghalalkan segala cara untuk menang.
Kembali ke masalah teror, dengan adanya teror tersebut, diharapkan agar masyarakat merasa tak nyaman, menciptakan ketakutan dan menurunkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang pada gilirannya, kelompok oposisilah yang memetik keuntungan untuk mencapai ambisi politik mereka.
Untuk itu saya menghimbau kepada kepada para pembaca dan teman-teman semua agar tetap tenang dan rapatkan barisan, jangan gampang terprovokasi dan desak DPR agar segera mengesahkan RUU Antiterorisme yang disandera oleh mereka selama ini.
Tanpa UU Antiterorisme tersebut, pihak kepolisian sulit untuk menumpas para teroris, karena UU Antiterorisme yang sekarang belum mengakomodir pihak kepolisian untuk bertindak lebih efektif membasmi para teroris tersebut.
Kejadian ini juga harusnya membuka mata pihak yang selama ini memposisikan dirinya sebagai Silent Majority yang cenderung acuh tak acuh, merasa tidak perduli terhadap berbagai kejadian yang ada, merasa asal bukan mereka yang mengalami.
Mau menunggu sampai kapan? Apakah mau menunggu sampai anggota keluarganya menjadi korban baru bereaksi, apakah mau menunggu sampai kejadian di Marawi Filipina atau Suriah atau Iraq terjadi di Indonesia baru mau bereaksi?.
Sikap acuh tak acuh, sikap tidak ingin berpihak bukanlah menjadi pilihan saat ini, sudah saatnya kita bangkit kalau masih ingin mempertahankan NKRI. Sudah saatnya kita bangkit kalau tidak ingin negara ini dikuasai para bajingan seperti HTI dan kaum pendukung khilafah, sudah saatnya kita melawan walau mereka berada satu barisan dengan pihak anti Jokowi. Diam bukan lagi menjadi pilihan disaat mereka semakin merajalela.
Melalui artikel ini juga, saya beserta seluruh penulis, anggota WAG Indovoices dan pembaca di manapun berada mengucapkan turut berduka cita atas kejadian pemboman Gereja di Surabaya.
#KamiBersamaPolri
#KamiTidakTakut
#SahkanUUAntiterorisme
#PrayForSurabaya