Beragam komentar dan analisis sambut kedatangan Presiden Jokowi setelah kunjungannya kali ini ke lima negara di Asia Selatan, dan ke Afghanistan paling fenomenalnya. Negara dimana lagi ramai mempertontonkan murah meriahnya desing peluru aroma mesiu. Obralan nilai manusia dan kemanusiaan dengan diskon gede gedean.
Dalam keseharian kita di negeri ini yang disuguhi dagelan segelintir orang beragam kemasan dibutakan ambisi raih kekuasaan halalkan segala cara. Walau ucapan bau terasi mereka tidak peduli. Kata media sampai ada pedagang ayat dan mayat. Banting harga nilai manusia dan kemanusiaan! Inilah yang dilakukan oleh para pemburu kekuasaan. Sementara bagi yang sedang berkuasa dan selalu digoyang dengan rekayasa permainan opini beragam intrik tipu muslihat, malah tunjukkan penghargaan tertingginya atas nilai manusia dan kemanusiaan.
Saya bingung. Saya linglung. Saat ada anak bawang yang tuduh Jokowi lakukan pencitraan raih simpati umat islam dengan taruhan nyawa datangi desing peluru di kota yang penuh asap mesiu.
Nak,… Jangan tiru bapakmu. Usia tua hanya sebatas kumpulan angka. Sia-sia. Tuwek tuwas kakean beras. Bapakmu yang dulu dengan lihai bermain jurus kaki seribu berdiri di banyak sisi hingga menipu diri raih gelar pahlawan reformasi. Masyarakat sampai sebut bapakmu sengkuni. Tukang adu domba juara ahli fitnah hingga di sanjung “man of cocot abad 21”.
Ambil cermin nak. Lihat diri dengan utuh. Darimana penghasilan yang kamu makan selama ini? Dari duit rakyat itu. Kenapa kamu masih ngotot menipu diri sendiri dengan segala bualanmu. Sudah imbang kah antara duit rakyat yang kamu dapat dengan apa yang seharusnya jadi kewajibanmu sebagai wakil rakyat. Tolong cerdaskan masyarakat dengan bicara yang benar di atas fakta sebenarnya.
Permainan opini kabut gelap tidak berlaku lagi di era kini. Yang kamu hadapi sekarang ini Jokowi. Ingat ya nak…jokowi! Camkan itu! Coba putar ingatanmu di momen terbelahnya KMP dulu. Keberhasilannya melepas diri dari bayangan pengusungnya. Melangkah menjadi dirinya sendiri. Akselarasi pembangunan dari ujung ke ujung nusantara. Cara kelola konflik saat gerombolan bapakmu tunggangi moment “kebogiras” di pilkada DKI lalu.
Yang dilakukan Jokowi dengan kunjungan ke Afghanistan kali ini multi tafsir. Intinya jokowi menyibak kabut yang sengaja kelompokmu mainkan di pentas nasional seakan kesankan jokowi itu kerdil. Plonga plongo. Tidak enthos. Tidak layak jadi presiden. Ingat satu hal nak, semakin kalian tekan Jokowi dengan cara kotor kalian, makin muncul gemilang karakter manusia sejatinya. Manusia yang menghargai kemanusiaan! Ini hukum pantulan yang kalian ingkari selama ini. Permainan opini sihir kabut gelap tidak berlaku lagi.
Pendukung Jokowi hanya tahu dia pewaris jurus pembelah ombak. Belum paham siapa sesungguhnya Jokowi. Biarlah ini menjadi misteri waktu yang suatu saat kamu mengerti dengan sendirinya. Tidak semua orang bisa mengendalikan diri seperti yang sudah jokowi tunjukkan selama ini. Nyaris setiap orang bisa merusak. Tapi tidak semua orang bisa membangun. Terlebih membangun tanpa membongkar bangunan bobrok yang sedang berdiri ini.
Ibarat hadapi penderita diabet akut, Jokowi sebagai tabib tidak lakukan amputasi di kedua kaki yang membusuk. Jokowi ambil opsi sehatkan ginjal negeri ini agar produksi insulin normal lagi. Demi kesehatan negeri ini. Demi sehat dan warasnya anak cucu kita. Ingat ini, demi anak cucu kita!
Aku teringat sebuah kisah kyai sepuh di tapal kuda bercengkrama dengan tukang tenung yang paranoid. Di depan kyai sepuh dipamerkan kekejaman ilmu hitam sembelih ayam dari jarak puluhan meter. Tiap kali ayam disembelih dan berdarah, sang kyai sepuh berdoa memohon agar ayam disembuhkan. Begitu terus terjadi berulang hingga puncaknya leher si tukang tenung berdarah sendiri. Silahkan kamu crosscek kisah ini di haul kyai sepuh tiap akhir november di pasuruan yang sanggup gerakkan ratusan ribu orang berdoa di makamnya. Kampanye idolamu tidak akan bisa datangkan kerumunan massa yang berwajah sejuk tawadhu seperti itu.
Waktumu masih panjang nak. Jauh lebih baik kamu belajar cara kencing dengan benar. Juga kurangi kebiasaan minum kopi campur kiranti. Biarlah oplosan kiranti di minum lenong DKI yang satu kakinya sudah injak bui. Lelaki bercelana legging kawan karibmu itu.