Akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan keputusannya malam kemarin yang kesimpulannya menyebutkan “Menolak permohonan pemohon utk seluruhnya”. Yang bila disimpulkan kubu 01 telah ditetapkan sebagai pihak yang menang pada pilpres 2019-2024.
Keputusan MK ini menyusul pengumuman dari Mahkamah Agung (MA) yang telah diumumkan di pagi hari pada hari yang sama. Dengan surat bernomor MA RI Nomor 1/P/PAP/2019, para hakim MA dengan suara bulat memutuskan bahwa suara Pemohon (BPN02) TIDAK DITERIMA.
“Iya betul, putusan menyatakan permohonan ‘tidak diterima’ (niet onvankelijke verklaard),” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, seperti dilansir Antara, Kamis 27 Juni 2019.
Kepututusan ini sekaligus mengakhiri drama pilpres yang sudah berlangsung dua bulan lamanya. Mulai dari hasil Quick Count (QC) yang ditolak hasilnya oleh pihak BPN02 yang mengklaim dirinya yang menang dengan suara 62 persen (menurut perhitungan Real Count ala BPN02), hingga tudingan curang yang tidak saja dialamatkan kepada kubu 01 namun juga menyasar ke KPU dan Bawaslu.
Belum lagi demo jalanan yang kemudian berakhir ricuh pada tanggal 21-22 Mei 2019 kemarin sampai-sampai memakan korban jiwa. Barulah kemudian kubu 02 setuju untuk menyelesaikan sengketa pemilu melalui jalur konstitusi di Mahkamah Konstitusi.
Berbagai drama pun muncul selama persidangan, yang utamanya ditunjukkan oleh saksi-saksi dari kubu 02 yang diklaim “wow” oleh pengacara BPN 02, Bambang Wijayanto.
Sebut saja soal kesaksian Agus Maksum yang diajukan oleh BPN02. Dirinya mengaku diancam bunuh namun kejadiannya ternyata jauh sebelum sidang MK, Agus juga tidak mengetahui siapa yang mengancam serta tidak melapor ke polisi.
Beberapa saksi bahkan tidak melihat langsung kejadian dan hanya menggunakan video atau pesan yang beredar di Whatsapp sebagai dasar kesaksian mereka, seperti yang dicontohkan oleh Nur Latifah, Tri Hartanto, Fakhrida.
Bahkan yang tidak kalah anehnya, ada saksi atas nama Rahmadsyah yang merasa takut karena saat ini berstatus tahanan kota di Batubara Sumut. Rahmadsyah adalah terdakwa kasus UU ITE dalam Pilkada 2018, namun dihadirkan sebagai saksi di Jakarta. Seakan-akan BPN02 sudah kehabisan saksi.
Itu hanya beberapa dari 16 saksi yang saya jadikan sebagai contoh. Secara keseluruhan dapat dikatakan kualitas saksi yang diajukan oleh BPN02 sangat amburadul.
Jadi tidak mengherankan apabila hakim MK memutuskan kubu 01 yang menang.
Bagi Prabowo, ini merupakan kekalahan dua kali berturut-turut, setelah di tahun 2014 lampau dirinya juga mengalami kekalahan dari lawan yang sama, Jokowi.
Kekalahan yang kedua ini sekaligus memperjelas munculnya keretakan antar kelompok pendukung Prabowo yang nasionalis dengan pendukung radikal. Sudah menjadi rahasia umum bila Prabowo selama ini ditunggangi oleh kelompok radikal.
Bahkan salah satu pendukung radikalnya, Marwan Batubara, mengancam agar Prabowo tidak mengakui kekalahan atau akan menganggap Prabowo sebagai pengkhianat.
“Kami ingatkan Prabowo untuk tidak mengakui hasil Pilpres itu karena nyata terjadi kejahatan. Apalagi kompromi dengan jatah komposisi beberapa menteri. Kami di sini mengingatkan Prabowo, kami mengorbankan sekian banyak harta untuk kepentingan kedaulatan. Untuk berlakunya prinsip-prinsip agama,” kata Marwan saat berorasi di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Rabu 26 Juni 2019.
Pembangkangan ini sudah terlihat manakala perintah Prabowo kepada pendukungnya untuk tidak berdemo, himbauan itu tidak digubris sama sekali.
Mungkin itu pula yang menghambat Prabowo untuk mengakui kekalahannya dan bersikap layaknya negarawan terhormat dengan memberi selamat kepada Jokowi.
Prabowo yang mengaku lebih TNI dari TNI, lebih patriot dari patriot, harus tersandera kehilangan dukungan pendukung radikalnya bila mengakui kemenangan Jokowi. Karena untuk saat ini hanya itulah satu-satunya elemen yang masih mendukungnya selain partainya, Gerindra tentu saja.
Apalagi dari Ketua Umum PAN, Zulkifki Hasan juga menyebutkan sidang MK berakhir maka koalisi juga berakhir, hal senada juga sudah pernah disampaikan Demokrat jauh-jauh hari sebelumnya. Sementara PKS walau belum memberikan komentar, namun sepertinya mereka sudah puas memperoleh kenaikan suara yang cukup lumayan untuk calegnya.
Sedangkan bagi Jokowi sendiri, walau telah menang, bukan berarti pekerjaannya sudah selesai. Malah semakin banyak beban yang harus dituntaskan di masa periode keduanya ini. Mulai dari menyatukan (rekonsiliasi) dukungan rakyat yang sempat terpecah selama berbulan-bulan ini, mengatasi radikalisme yang sudah jauh mengakar ke berbagai institusi dan elemen masyarakat, menuntaskan program-program kerjanya, meningkatkan perekonomian bangsa, serta seabreg tugas yang sedang mengantri untuk diselesaikan.
Tanpa rongrongan kelompok radikal saja, tugas-tugas Jokowi sudah sangat berat. Apalagi sekarang ditambah rongrongan dari kelompok radikal, menjadikan beban Jokowi semakin berat. Mungkin hanya dukungan rakyat yang berdiri di belakangnya saja yang membuat beliau terus bertahan untuk memberikan yang terbaik bagi rakyat dan bangsa ini, sekali lagi..