Oleh: Samuel Tanujaya
Kalau ada pihak yang paling dirugikan, paling tersakiti oleh Orde Baru maka pastilah Keluarga Sukarno.
Seharian kemarin hampir semua Platform media sosial menampilkan satu berita yang sama dengan bahasa yang berbeda, “RIP, ANI YUDHOYONO”
Berita meninggalnya Istri Mantan Presiden ke-6 Republik Indonesia itu segera saja menyedot perhatian berbagai kalangan pengguna media sosial.
Terlihat jelas berbagai bentuk postingan turut berduka cita berbagai kalangan mulai dari pejabat negara, politikus, tokoh masyarakat, artis dan pendukung partai Demokrat, partai yang dipimpin oleh SBY.
Kita semua mendengar dan membaca suatu saat ketika Ibu Ani akan berangkat ke Singapura untuk mengobati penyakitnya, di bulan Febuari 2019 keluarlah pernyataan dari Istana Negara bahwa Presiden Jokowi memerintahkan agar Tim Dokter Kepresidenan turut menangani pengobatan dari Ibu Ani.
Tentu bekerja sama dengan Tim Dokter dari Nationality Univercity Hospitas (NUH) sebuah Rumah Sakit yang dianggap terbaik untuk menangani penyakit Ibu Ani.
Sejak itu selama Ibu Ani berobat di Singapura maka seluruh proses pengobatannya terus dipantau oleh Tim Dokter Kepresidenan dan Tim Dokter dari NUH.
Penyataan Jokowi ini mengingatkan saya pada apa yang terjadi ketika Ibu Megawati Sukarno Putri ketika menjabat Presiden ke-4 RI beliau tidak terlihat atau “membalaskan dendam politik” atas apa yang telah dialami alm. ayahnya. Mega jelas tahu bagaimana perlakuan Pak Harto dan Orde Baru kepada Alm.Bung Karno.
Tetapi seorang Megawati memilih bijak untuk tidak membalas, padahal saat itu ia Presiden RI, ada banyak cara dan fasilitas yang memungkinkan untuk membalaskan apa yang sudah diperbuat orde baru kepada ayahnya.
Terlebih setelah kejatuhan Pak Harto dan Orde Baru sangat terbuka kesempatan bagi Mega untuk melampiaskan kemarahannya.
Tetapi disinilah kedewasaan seorang Megawati Sukarno Putri.
Kematangan berpolitik sekaligus memberikan teladan kepada rakyat Indonesia tentang bagaimana seharusnya Kedewasaan dan Kebijaksanaan dipraktekkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara nyata.
Mungkin buat sebagian orang apa yang dilakukan seorang Megawati adalah hal biasa.
Tetapi bagi mereka yang hidup dan dewasa di jaman Orde Lama, hal ini adalah sebuah kebijakan dan keputusan yang sangat bijaksana. Kenapa bijaksana ?
Seperti diketahui, baik yang ikut mengalami masa Orde Lama atau yang mempelajari sejarah Orde Lama maka akan bisa mengerti apa yang dilakukan oleh Megawati adalah sebuah Keputusan Bijak yang lahir dari jiwa besar seorang manusia.
Kalau ada pihak yang paling dirugikan, paling tersakiti oleh Orde Baru maka pastilah Keluarga Sukarno.
Salah satu pihak yang paling ber-Hak untuk “balas dendam politik” kepada Orde Baru adalah Keluarga Sukarno.
Sejak kekuasaan Pemerintahan dipegang oleh Orde Baru dan Soeharto sebagai Pemimpinnya apa yang terjadi ketika Bung Karno mengalami sakit ? Setelah dipenjara berpindah-pindah tempat, tidak pernah ada keputusan / kebijakan yang diambil bahwa Pak Harto memerintahkan Dokter Kepresidenan untuk menangani Bung Karno.
Meninggalnya Bung Karno meninggalkan luka hati yang teramat sangat dalam di hati sanubari Keluarga Sukarno terhadap keluarga Pak Harto dan Orde Baru.
Maka itu, apa yang dilakukan seorang Megawati jelas sebuah keputusan yang sangat bijaksana.
Mega, dalam posisinya sebagai Presiden saat itu, bisa saja menggunakan kewenangannya untuk membalas dendam atas perlakuan Pak Harto kepada ayah mereka, Sang Putra Fajar dan Penyambung Lidah rakyat Indonesia….
Saat itu pastilah didalam hati seorang Megawati ada pertarungan batin yang terjadi. Tetapi Megawati memilih untuk bersikap bijaksana !.
Nah lalu apa kaitannya dengan Jokowi ?
Begini, apa yang telah dilakukan Jokowi dengan memerintahkan Tim Dokter KePresidenan agar turut menangani proses penyembuhan Ibu Ani Yudhoyono adalah bukti karakter asli dari Jokowi yang sangat bijaksana dan bervisi kedepan.
Seperti kita ketahui bersama nama SBY dan Keluarganya berkali-kali mengambil sikap politik yang berseberangan dengan Jokowi dan Pemerintahannya. Termasuk ketika ada Aksi 411 dan 212 yang berjilid-jilid itu. Sekalipun tokoh utama dari sasaran Aksi Demo itu adalah Ahok, dan dalam kontestasi PilKada DKI tetapi banyak yg sudah mengerti bahwa aksi demo itu ujung-ujungnya adalah Jokowi juga. Ahok dan
Pilkada DKI adalah sasaran antara saja, sasaran akhirnya tetap saja Jokowi.
Jokowi adalah salah satu kader terbaik PDIP. Jelas sekali jika seorang kader sangat terpengaruh dan terinspirasi oleh Pemimpin Partainya. Bahkan kedekatan antara Megawati dan Jokowi bukan lagi antara Pemimpin dan Kader Partai saja.
Seperti ada sebuah chemistry politik diantara mereka berdua.
Jiwa Marhaen seorang Sukarno yang sangat dikagumi Megawati seolah hidup kembali dalam diri seorang Jokowi. Kecintaan Jokowi kepada Pancasila dan Nasionalisme Indonesia, tidak bisa dipungkiri membuat orang mengingat Si Bung, yang selalu menghipnotis rakyat Indonesia dengan pidato-pidatonya.
Nah, kedewasaan dan kebijaksanaan dalam berpolitik dan berbangsa serta bernegara inilah yang diwariskan seorang Megawati kepada Jokowi.
Bu Mega tidak hanya mengajarkan tetapi memberikan contoh nyata lewat apa yang telah ia tunjukkan dalam perbuatan nyata ketika menjadi Presiden dan memutuskan untuk bersikap bijaksana dan tidak melakukan pembalasan kepada Pak Harto dan Orde Baru.
Politik adalah memang tentang mengejar kekuasaan, tentang bagaimana memikat hati orang lain dan memberdayakannya untuk kepentingan bersama.
Ada banyak sekali Politikus yang cerdik-pandai tetapi tidak banyak Politikus yang bijaksana dalam berpolitik, berbangsa serta bernegara secara nyata.
Sebuah pelajaran berharga bukan hanya untuk Jokowi, kader PDIP tetapi seluruh rakyat Indonesia bahwa kedewasaan dan kebijaksanaan haruslah diletakkan diatas hasrat berpolitik. Semoga pelajaran ini tersimpan di hati sanubari seluruh rakyat Indonesia sehingga kedepannya kita bisa berharap dunia perpolitikan Indonesia memiliki wajah baru yang lebih baik dari saat ini.
Maka tidaklah mengherankan jika melihat foto Jokowi yang menjenguk Ibu Ani ketika dirawat di NUH, melihat kehadiran Jokowi di rumah duka untuk menyambut kedatangan jenazah Almarhumah Ibu Ani dari Singapura.
“Jokowi iku ngajari tur ngelakoni !
Jokowi itu mengajarkan juga melakukan apa yang diajarkan !
sifat khas seorang Ksatria !”
Inilah salah satu bentuk edukasi politik yang seharusnya diberikan oleh para pelaku dalam dunia politik Indonesia. Tanpa melihat ego dan kepentingan golongan semata.
Silahkan saja berpolitik mengejar kekuasaan dalam Pemerintahan tetapi ingat, berpolitik haruslah juga memberikan pendidikan untuk mencerdaskan masyarakat umum sehingga makin hari makin banyak masyarakat yang mendapatkan pencerahan lewat pendidikan politik tersebut. Masyarakat tidak lagi mudah tersulut emosinya hanya gara-gara membaca sebuah postingan, ajakan, himbauan yang jelas-jelas melanggar konstitusi.
Salam Cerdas – Kritis – Bijak…