Jokowi adalah satu satunya Presiden Indonesia yang sangat paham tentang bagaimana dunia digital berkembang. Dirinya sendiripun dalam melakukan kampanye politik dengan menggunakan kekuatan jaringan digital tidak lagi seperti politisi jaman kuno yang mengandalkan baliho dan koran koran. Dia maju dari Solo menggunakan kaskus sebagai bentuk branding modern atas perkembangan kota Solo yang didasari nilai-nilai pembangunan lewat nilai nilai kemanusiaan, lalu pada tahun 2014 kuat di FB sementara di tahun 2019 juga masih mengandalkan sosial media. Di awal awal kekuasaannya ia bahkan meminta semua pegawai kementerian memiliki jaringan sosial media, kekuatan branding sosial media diutamakan untuk menciptakan masyarakat terbuka atau istilah Karl Popper “Open Society”, karena komunikasi saat ini bukan lagi dibentuk oleh corong monolog, tapi dibentuk oleh kekuatan komunikasi interaktif, kemajuan kementerian diiringi sikap terbuka di segala hal dan ini bisa dilakukan bila “budaya sosmed yang terbuka”. Ekonomi tidak lagi semata sebuah produksi dan akumulir kapital, tapi ekonomi saat ini berpusat pada “Sharing”
Jokowi paham bagaimana dunia digital bekerja, ketika lawan politik masih menggilingnya dengan fitnah antek asing, aseng dan cangkeman soal hal hal sepele, Jokowi bicara soal AI (Artificial Inteligent), “dunia ini berubah cepat, sangat cepat” kata Jokowi seraya menunjukkan bagaimana sebuah revolusi Big Data menunjukkan kekuatan shifting di segala sektor.
Jokowi bahkan secara visioner menggebrak ekonomi digital dengan mengumpulkan anak anak muda yang paham siklus ekonomi digital, coba gunakan data berapa banyak kegiatan ekonomi kreatif ditunjang oleh pemerintah dalam melakukan pemulusan pergeseran dari cara marketing sampai sistem transaksi UKM dan Koperasi secara besar besaran lewat pelatihan digital dimana-mana. Bahkan secara aktraktif Jokowi amat membanggakan munculnya kekuatan unicorn start up yang diperkirakan Jokowi bisa mengubah jaman.
Ia siang malam membangun negeri ini, ia bahkan menyelesaikan persoalan persoalan pembangunan dengan cepat, ia dihina habis habisan soal jalan tol dengan serangan tak masuk akal, padahal apa yang ia lakukan dengan pembangunan besar besaran jalan tol justru sedang mempersiapkan anak anak di era digital ini loncat jauh ke depan, ia menciptakan kota kota baru, ia menciptakan wilayah baru. Suatu saat ia berpikir bahwa nggak mungkin anak anak muda di Jakarta punya duit beli tanah, semeter tanah Jakarta sudah puluhan juta, sudah susah cari tanah di Jakarta seharga dibawah 3 jutaan per meter. Ia harus mencari ruang hidup baru, ruang gerak baru. Ia dengan cepat membangun bandara bandara di seantero Indonesia, pelabuhan pelabuhan laut sampai dengan jalan tol yang kemudian banyak dicibiri lawan politiknya. Tapi Jokowi terus saja bekerja. Apa yang dilakukan Jokowi soal ini?, ia menciptakan sistem arus gerak komoditas, ia menciptakan tempat tempat baru bagi anak anak muda masa depan yang ia begitu sayangi seperti ia menyayangi Jan Ethes, Jokowi sangat terobsesi dengan anak anak muda dan segenap pemikirannya, ia mengerti bagaimana kemudian Youtuber adalah profesi paling diminati bagi anak anak muda, karena industri televisi sudah menjadi masa lalu, ia paham bagaimana IG (I*tagram) adalah “pasar pasar kecil kaum enterpreneur baru. Ia mengutamakan pengembangan pasar digital berbasis marketplace, coba di tahun berapa Bukalapak tumbuh pesat, sejak 2015. Bahkan ketika mal mal mulai sepi, itulah energi shifting terjadi.
Yang menjadi persoalan dalam cuitan Zaky bukanlah pilihan politiknya, tapi serangan soal omong kosong pemerintah pada riset dan pengembangan digital padahal data yang ia gunakan data tahun 2010, coba di cek data tahun 2016.
Kalaupun kemudian ucapan Zaky soal “Presiden Baru” adalah ucapan politis, menjadi pertanyaan adalah politis pula, ada hubungan apa Zaki dengan Sandiaga, apakah cuitannya itu politis pula? deal deal apa dibalik itu?, seandainya Sandiaga menang konsesi apa yang didapatkan Zaky? , karena salah satu elemen politik adalah prasangka, maka teka teki soal korelasi antara Zaky dan Sandiaga juga penting dicermati lewat dugaan dugaan politis.
Penulis: Anton DH Nugrahanto