Di negeri ini apalagi musim politik, sebuah perkara yang remeh temeh bisa menjadi besar. Hal ini tergantung bagaimana para elite politik menyikapi sebuah peristiwa. Jika ditanggapi dengan santai, ya pasti biasa saja. Akan tetapi manakala sebuah peristiwa ditanggapi dengan serius dan didramatisir, maka hal yang sebetulnya sepele bisa menciptakan kegaduhan di masyarakat.
Seperti kasus yang masih hangat baru-baru ini dimana pemerintah mengganti nama beberapa bandara di Indonesia yang salah satunya adalah Bandara Internasional Lombok di Nusa Tenggara Barat. Bandara yang dibangun pak SBY tahun 2005 ini kabarnya telah berganti nama menggunakan nama satu-satunya pahlawan nasional yang berasal dari NTB, Zainuddin Abdul Madjid.
Sebagai seorang awam, saya menilai partai Demokrat dan pak SBY terlalu berlebihan dan penuh drama merespon keputusan pemerintah ini. Lihat saja bagaimana tanggapan pak SBY berikut ini :
“Apabila pencopotan prasasti bandar udara internasional Lombok, yang saya tanda-tangani pada tanggal 20 Oktober 2011 dulu merupakan keinginan beliau (Jokowi) dan atas saran Pak Zainul Majdi (gubernur NTB), serta merupakan pula keinginan masyarakat Lombok, ya saya persilakan,”
“Namun, saya sangat yakin, catatan Allah SWT tidak akan pernah bisa dihapus”.Ucap SBY melalui keterangan tertulis yang diterima dari Kepala Divisi Komunikasi Partai Demokrat. Detik.com
Lebih parah, salah satu kader partai Demokrat malah menuding Jokowi sengaja ingin merobohkan prasasti tanda tangan SBY dan mengganti dengan tandatangan Jokowi agar seolah-olah Jokowi lah yang membangun bandara tersebut…epic banget dah Jokowi!
Sebuah tuduhan yang tidak pantas menurut saya karena seorang negarawan seperti pak Jokowi tidak akan mungkin melakukan perbuatan sepicik itu…
Sayapun seperti tertantang untuk menelusuri jejak sejarah perubahan nama bandara di Indonesia. Dan eng..ing..eng…ternyata bukan kali ini saja sebuah bandara berganti nama, bahkan pak SBY sendiri juga pernah mengganti nama sebuah bandara yang dilakukan di detik-detik terakhir masa jabatannya september 2014 silam. Persis dengan yang dilakukan Jokowi, saat itu SBY mengganti nama Bandara Sepinggan di Balikpapan dengan nama seorang pahlawan nasional asal Kalimantan: Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman. Inilah jejak langkah Tohpati..eh SBY…
Timbul pertanyaan, apakah tujuan perubahan nama bandara Sepinggan saat itu SBY ingin mengenyahkan jejak sejarah dan merobohkan prasasti tanda tangan presiden Soeharto? Saya yakin tidak! Saya percaya niatan pak SBY justru ingin agar bangsa ini mengenang kepahlawanan Sultan Aji Muhammad Sulaiman di Balikpapan…
Hal yang sama pula dilakukan presiden Jokowi. Bapak presiden ingin agar nama pahlawan nasional seperti Raja Sisingamangaraja dan Tuan Guru Zainuddin Abdul Madjid dikenang oleh masyarakat dan bahkan oleh dunia.
Lihatlah sekarang, kita bangga karena hampir seluruh bandara yang ada di Indonesia sudah menggunakan nama pahlawan nasional. Sungguh sebuah penghargaan yang sangat pantas bagi mereka yang telah menyerahkan jiwa dan raganya demi membela bangsanya…
Terakhir, saya sangat berharap bapak-bapak dan para elite yang ada diatas bersikaplah sebagai seorang negarawan agar kami yang dibawah ini tensinya tidak naik terus gara-gara kebanyakan menyantap menu pernyataan-pernyataan melodrama dari atas…
Siapapun presiden yang mengganti nama bandara dengan menggunakan nama pahlawan nasional pasti niatnya mulia dan patut kita apresiasi. Tetapi manakala perubahan nama bertujuan untuk gagah gagahan agar dikenang apalagi sampai menghilangkan prasasti jejak presiden terdahulu, saya orang pertama yang akan berdemo didepan istana…
Selamat mengenang para pahlawan!