Kegaduhan demi kegaduhan paska Pilkada DKI 2017 bagaikan gelombang samudera yang silih berganti menerpa Jakarta Now. Ahok yang “tenang-tenang” dalam diamnya di penjara Mako Brimob pun diusik terang-terangan, entah setan mana yang merasuki para pemanang Pilkada DKI 2017 ini.
Tuduhan belom move on kepada para pendukung Ahok terasa semriwing dibanding move-move mereka yang sangat on terhadap mantan Gubernur DKI ini.
Apa daya, memang penguasaan Ahok atas birokrasi di atas rata-rata, sehingga dengan mudah dia mengerti spot-spot rawan maling anggaran, sampai ke teknis membersihkan got-got. Ingat, Ahok ini mantan Bupati Belitung Timur, dan anggota DPR RI, sekaligus pengusaha, plus dengan dukungan pengetahuan hukum yang hebat, Ahok memang seakan akan seng tak ada lawan.
Sejarah mencatat tanpa demo-demo agama itu, dan politik SARA, yang ditunggangi para radikalis sehingga membahayakan negara, Ahok tidak akan dikorbankan. Saya memakai kata dikorbankan, karena realitasnya demikanlah adanya. Ingat dia dijadikan tersangka setelah tekanan sosial demo 212, bukan murni persoalan hukum yang mengada-ada.
Sedikit nostaliga masa lalu ini sangat penting untuk terus diingatkan. Karena dari sanalah semua sumber permasalahan terjadi. Spirit Gerakan ABA (Asal Bukan Ahok) ini yang membuat kesemrawutan dan kegaduhan yang tidak ada henti.
Kepuasan akan kinerja Ahok ada dilevel 70% lebih selama menjadi Gubernur DKI. Itu harus dicatat! Dengan angka itu, secara common sense (akal sehat), yang dilakukan Ahok yang adalah kelanjutan dari apa yang dilakukan Jokowi, sudah 70% memuaskan.
Bisa dibayangkan apabila semua yang dikerjakan Ahok mulai dari Qlue, PPSU (Pasukan oranye, biru,dll), KJP, RPTRA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak), BUMD, PKL, Smart City, dan inovasi – inovasi yang lain di ganti total karena ASAL BUKAN AHOK, maka yang terjadi adalah Asal-Asalan.
Kegaduhan terakhir mengenai TGUPP (Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan) yang diplintar-plintir kesana kemari, pada dasarnya adalah bukti ketidakmampuan melihat permasalahan yang sebenarnya.
Diluar masalah yang bersifat ideologis agama, yang terus digoreng di Jakarta Now, secara strategis yang menjadi masalah utama dari pemimpin Jakarta Now adalah mereka bagaikan menginstall program atau aplikasi di sistem operasi (OS) yang belum ada.
Jokowi fokus kepada infrastruktur (hardware), Ahok fokus kepada sistem operasi (software), baru program-program dan aplikasi bisa di-installed. Itu adalah blueprint yang dibutuhkan Indonesia Baru.
Sekarang ini, Jakarta Now infrastruktur masih belum selesai, dan tidak menguasai sistem operasi, sehingga ketika aplikasi coba dijalankan tidak jalan. Yang coba dilakukan adalah nge-hack sistem yang ada. Begitu kira-kira yang terjadi. Bisa dibayangkan betapa ruwet dan gaduhnya.
Dalam bahasa yang lebih sederhana, seharusnya yang dilakukan adalah melanjutkan saja proyek-proyek Jokowi-Ahok, plus usaha merangkul lebih ke orang-orang bawah untuk bisa menerima perubahan-perubahan yang ada, maka relawan Indonesia baru bisa tidur nyenyak.
Tapi ketika semua proyek Ahok coba dihentikan, bahkan nama baik Ahok pun coba dimatikan maka relawan-relawan Indonesia Baru semua bangkit melawan. They sell, we buy!
Pendekar Solo