Masa kepemimpinan gubernur DKI Jakarta di bawah Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan dilanjutkan oleh Djarot Saiful Hidayat mungkin akan dikenang sebagai masa yang paling banyak menyita perhatian publik.
Betapa tidak, selain prestasi luar biasa yang telah mereka capai selama memimpin Jakarta, kasus penodaan agama dan vonis 2 tahun penjara terhadap Ahok telah menimbulkan reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat di dalam negeri. Hal ini juga menjadi sorotan internasional, termasuk di antaranya Badan HAM PBB, delegasi Uni Eropa dan duta besar berbagai negara yang menyampaikan keprihatinan mereka atas kondisi HAM, toleransi dan pluralisme di Indonesia.
Ahok dan Djarot juga akan dikenang sebagai pasangan gubernur dan wakil gubernur yang kalah di Pilkada DKI Jakarta namun masuk dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai penerima papan bunga terbanyak. Warga yang kecewa dengan kekalahan pasangan tersebut membanjiri Balai Kota dengan karangan bunga, baik sebagai tanda terima kasih atas kinerja mereka selama menjabat maupun sebagai tanda dukacita atas kekalahan mereka. Karangan bunga bukan hanya dikirim dari warga Jakarta saja, namun dari berbagai kota di Indonesia dan bahkan dari luar negeri.
Dan tak ketinggalan, Ahok adalah satu-satunya gubernur DKI Jakarta dalam sejarah Indonesia yang mendapat saingan seorang gubernur tandingan ala Front Pembela Islam (FPI). Tak peduli betapa konyol dan absurdnya ide melantik seorang gubernur tandingan untuk menyaingi gubernur yang sah secara konstitusional, nyatanya ada sekelompok orang yang benar-benar mengimplementasikan ide tersebut…hahaha. Sungguh menggelikan.
Dari sebelum dilantik sebagai gubernur DKI Jakarta, Ahok yang seorang non-muslim dan beretnis Tionghoa sudah diserang bertubi-tubi dengan isu SARA. Apalagi menjelang pelantikannya, gelombang demo besar terus dilancarkan oleh ormas-ormas yang mengatasnamakan agama untuk menolak Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo yang maju ke Pilpres. Mereka berdemo di depan Istana Negara, mendatangi kantor DPRD Jakarta. Segala cara mereka lakukan untuk menjegal langkah Ahok menuju kursi DKI 1.
Apa daya, langkah konstitusional tak dapat dilawan. Mantan bupati Belitung Timur tersebut dilantik oleh Presiden Jokowi pada tanggal 19 November 2014 di Istana Negara dan sah menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Menyadari waktu yang terbatas dan begitu banyak yang harus dikerjakan, Ahok tidak membuang waktu. Kerja keras, dedikasi dan pengorbanan dilakukan Ahok demi membenahi ibukota yang semrawut dan penuh dengan masalah peninggalan beberapa dekade.
Berikut beberapa prestasi gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017, yang dimulai oleh Joko Widodo dan Ahok, dilanjutkan oleh Djarot hingga akhir periode di bulan Oktober 2017 ini :
- Reformasi birokrasi di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar PNS bekerja dengan profesional dan berorientasi pada pelayanan publik. Terbukti berhasil dengan berkurangnya pungutan liar (pungli) secara signifikan dan kemudahan dalam pengurusan dokumen maupun izin.
- Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang ditata dengan baik agar tidak dapat disalahgunakan untuk kepentingan lain.
- Pembangunan waduk-waduk, mengeruk dan membersihkan sungai-sungai di Jakarta dari sampah, selain untuk keindahan tata kota juga untuk menanggulangi banjir.
- Membangun MRT dan LRT.
- Merelokasi warga yang tinggal di pemukiman kumuh dan rawan banjir ke rumah susun yang lebih manusiawi dan menyediakan fasilitas kesehatan, transportasi dan taman bermain anak bagi mereka.
- Membangun 186 Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).
- Pembentukan Pasukan Oranye, Biru, Hijau, Putih dan Ungu untuk mewujudkan Jakarta yang bersih, nyaman, bebas banjir dan manusiawi. Pasukan Oranye misalnya, mereka bertugas membersihkan saluran air (got dan gorong-gorong), sungai dan trotoar. Mereka juga digaji dengan upah yang layak sesuai UMP DKI Jakarta.
- Menertibkan kawasan Kalijodo yang selama puluhan tahun dikenal sebagai tempat prostitusi terbesar di Jakarta dan mengubahnya menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang bermanfaat bagi masyarakat dan memperindah wajah ibukota. Pekerjaan yang tidak mudah karena selama puluhan tahun mafia penguasa Kalijodo telah menjalankan bisnis prostitusi, judi dan minuman keras di kawasan ini dan tidak ada gubernur Jakarta sebelumnya yang berhasil “mengusik” mereka.
- Menerapkan e-Budgeting atau sistem penyusunan RAPBD secara online sehingga bersifat transparan, anti korupsi, efektif dan efisien. Sistem e-Budgeting yang diterapkan oleh Ahok juga menarik daerah lain untuk mengikuti, salah satunya oleh Wali Kota Bandung Ridwan Kamil.
- Membangun masjid raya pertama milik Pemprov DKI Jakarta di Daan Mogot, Jakarta Barat.
- Menertibkan para Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan Tanah Abang dan merapikan kawasan yang sudah terkenal macet dan semrawut itu.
- Membebaskan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi rumah tinggal dengan harga di bawah Rp 1 milyar.
- Menyediakan transportasi umum yang layak, di mana sebelumnya bus-bus di ibukota memiliki kualitas yang buruk, bus tua dan reyot dengan asap knalpot yang sangat hitam dan kotor semakin memperparah tingkat polusi. Sekarang bus di Jakarta memiliki kondisi yang jauh lebih baik, serta dilengkapi pendingin udara.
Masih banyak lagi pencapaian-pencapaian lain, yang saya yakin disadari oleh warga Jakarta, terlepas dari mereka mengakuinya atau tidak.
Mungkin inilah bedanya jika seorang gubernur benar-benar bekerja sepenuh hati untuk kepentingan masyarakat. Ketika menonton acara debat Cagub dan Cawagub dalam masa kampanye kemarin, saya tidak bisa tidak melihat betapa Ahok sangat menguasai setiap detil, semua angka, data dan permasalahan yang ditanyakan dalam acara tersebut. Beliau tidak perlu membaca kertas contekan, namun bisa memaparkan semua data dengan sangat terperinci dan terlihat sangat menguasai materi. Bagi saya ini menunjukkan bahwa Ahok terjun dan terlibat langsung dalam perumusan dan pelaksanaan program-program kerja Pemprov. Beliau pemimpin yang bekerja, bukan pemimpin yang hanya memerintah.
Nobody’s perfect. Tak ada manusia yang sempurna. Demikian juga Ahok. Terbalut dengan kepribadian yang tegas, tanpa tedeng aling-aling dan bicara apa adanya, banyak yang mencap Ahok sebagai sosok yang arogan dan kasar. Namun saya tak pernah sedikitpun meragukan ketulusan beliau dalam membangun kota Jakarta, kepeduliannya yang sungguh-sungguh terhadap warga yang miskin dan butuh bantuan. Bagi saya beliau ibarat seorang bapak atau emak-emak galak yang tidak peduli dibenci anaknya, dicap sebagai orangtua yang otoriter dan menyebalkan, karena dia semata-mata memikirkan kebaikan dan masa depan anaknya.
Saya yang tidak pernah berbicara maupun bertatap muka secara langsung dengan Ahok bisa merasakan ketulusan beliau, apalagi orang-orang yang setiap hari bekerja bersamanya. Tak heran jika tersiar berita tentang kesedihan ajudan yang mendampinginya setiap hari, pegawai yang menyiapkan makanannya di Balai Kota dan bawahan-bawahannya atas vonis penjara yang menjerat Ahok.
Dan warga Jakarta juga bisa melihat dengan jelas kesedihan Djarot ketika dilantik sebagai gubernur menggantikan Ahok. Beliau adalah salah satu orang yang paling tahu pengabdian dan kerja keras Ahok bagi Jakarta, sehingga vonis penjara dirasa bagaikan air susu dibalas dengan air tuba. Airmata Djarot yang berlinang ketika menyampaikan pesan Ahok kepada pendukungnya sehari pasca vonis mewakili kesedihan jutaan warga Jakarta. Djarot juga selalu menyinggung nama Ahok ketika meresmikan proyek-proyek Pemprov seperti RPTRA, Simpang Susun Semanggi, Koridor 13 bus TransJakarta, seolah ingin menunjukkan bahwa semua itu ada berkat jasa Ahok.
Kita tentu ingat betapa dulu Ahok bersikeras ingin memilih Djarot sebagai wakilnya pada tahun 2014. Beberapa nama yang disodorkan ditolak oleh beliau karena merasa cocok dengan Djarot, mungkin karena sama-sama jujur dan pekerja keras. Terbukti pilihan Ahok tidak salah, Djarot menunjukkan diri sebagai seorang sahabat dan partner, meneruskan kepemimpinan Jakarta dengan baik hingga akhir periode jabatan.
Tak sulit untuk mencintai pemimpin yang bekerja dengan setulus hati bagi rakyat. Lihatlah fenomena yang terjadi untuk pasangan ini. Bunga, lilin, tangisan, tulisan, haru biru dan airmata. Tak ada skenario yang bisa mengatur jutaan manusia untuk semua itu kecuali cinta.
Terima kasih Pak Ahok dan Pak Djarot. Kami tidak akan lupa bahwa Jakarta pernah memiliki pemimpin yang berani berdiri di sisi kebenaran dan kejujuran meskipun harus melawan gelombang besar hujatan.
We Love You.