
Sebagaimana perdebatan soal bentuk bumi; bulat atau datar yang akhirnya memunculkan 3 (tiga) kelompok besar di tengah-tengah masyarakat. Pertama, mereka yang benar-benar yakin bahwa bumi bulat. Kedua, mereka yang benar-benar yakin bumi datar. Ketiga, mereka yang masih ragu-ragu dengan bentuk bumi; bulat, datar, atau mungkin berlapis 🙂
Analogi diatas bisa digunakan untuk menjelaskan secara sederhana komposisi/tipe masyarakat saat ini menjelang Pilpres mendatang. Pertama, pendukung setia Jokowi. Kedua, penolak setia Jokowi. Ketiga, yang masih ragu-ragu apakah mendukung atau menolak Jokowi.
Untuk tipe pemilih pertama dan kedua, jelas mustahil bisa berubah. Semustahil berpikir orang-orang seperti Fadli Zon, Fahri Hamzah, Rizieq Shihab, Ratna Sarumpaet, Jonru dan sejenisnya tiba-tiba menjadi pendukung Jokowi di Pilpres 2019 nanti. Sehingga, pertarungan sesungguhnya adalah memenangkan hati para pemilih di kelompok ketiga yaitu yang belum yakin dan masih ragu-ragu dengan pilihannya.
Lalu, apa yang bisa meyakinkan mereka agar tak ragu-ragu memilih kembali Jokowi di Pilpres nanti ?. Saya melihat, isu ekonomi sebagai jawabannya. Di kalangan masyarakat bawah, isu terbesar yang dianggap sebagai kelemahan pemerintahan saat ini adalah isu ekonomi.
Isu yang terus berkembang dan dikembang-kembangkan bahwa kehidupan ekonomi semakin sulit di era Jokowi. Perekonomian lesu, daya beli masyarakat turun, PHK terjadi akibat pabrik-pabrik tutup dan sebagainya. Keluhan-keluhan semacam ini seringkali saya dengar langsung dari beberapa teman dan keluarga. Sampai-sampai ada pernyataan menyesal telah memilih Jokowi.
Saya yakin isu lemahnya ekonomi ini akan terus menjadi “hidangan utama” yang disajikan lawan-lawan politik Jokowi untuk menyerangnya di waktu yang tersisa. Lalu dilengkapi dengan “bumbu-bumbu” kenaikan harga-harga, penjualan aset BUMN, subsidi BBM, tidak pro rakyat, otoriter dan tentunya tak lupa “micin” SARA.
Saya termasuk tak percaya Jokowi bisa bernasib seperti Ahok yang tumbang gara-gara politisasi SARA. Faktanya, Jokowi bukan Ahok yang kebetulan memang dobel minoritas; Tionghoa-Kristen. Di Pilpres 2014 lalu pun sudah terbukti berbagai fitnah berbau “micin” ehh,,SARA tak mampu mengentikannya.
Namun sebaliknya, jika kapitalisasi isu ekonomi saat ini tak segera ditangani dengan baik, langkah Jokowi untuk memerintah kembali di periode kedua bisa saja terhambat. Tidak cukup banyak waktu untuk menjelaskan masyarakat bahwa kinerja pemerintah membangun infrastruktur dimana-mana pada akhirnya akan bermuara pada perbaikan ekonomi.
Tak bisa pula hanya dengan menyodorkan pernyataan dan klaim bahwa pertumbuhan ekonomi kita tergolong stabil, baik dan positif sebagaimana banyak disampaikan dunia internasional. Masyarakat bawah membutuhkan penjelasan berikut bukti-bukti yang sederhana dan bisa langsung dirasakan.
Di sisa waktu yang tinggal sedikit, sepertinya Jokowi lebih baik fokus memenangkan pertarungan soal isu ekonomi ini jika ingin terpilih kembali. Barangkali tak masalah untuk mengalihkan perhatian sejenak dari ambisi pembangunan infrastruktur yang masih bisa digenjot lagi setelah terpilih kembali di periode kedua.
Benar bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintah saat ini sudah cukup positif. Namun itu tak bisa dijadikan patokan. Sejarah mencatat, rejim Soeharto yang begitu digdaya pun bisa runtuh diawali dengan terjadinya krisis ekonomi. Jadi demi terpilihnya Jokowi kembali, memenangkan pertarungan isu ekonomi (bukan reuni) adalah koentji.