“Kecuali Presiden, Wakil Presiden, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota,” bunyi Pasal 18 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2019, yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 18 Juli 2018 itu (tautan: PP Nomor 32 Tahun 2018).
Selain itu, menurut PP ini, Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), karyawan atau pejabat badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD) juga harus mengundurkan diri apabila mencalonan diri sebagai Presiden atau Wakil Presiden.
Pengunduran diri pejabat negara, ASN, anggota TNI, anggota Polri, karyawan, atau pejabat BUMN atau BUMN yang mencalonkan diri sebagai Presiden atau Wakil Presiden, menurut PP ini, tidak dapat mengajukan pengaktifan kembali.
PP ini menegaskan, ketua, wakil ketua, ketua muda, atau hakim agung pada Mahkamah Agung menyampaikan surat pengunduran diri kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada saat mendaftar sebagai bakal pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk ketua Mahkamah Agung, menurut PP ini, surat pengunduran diri disertai bukti penyampaian surat pengunduran diri kepada Presiden. Sementara surat pengunduran diri wakil ketua, ketua muda, atau hakim agung disertai bukti surat penyampaian pengunduran diri kepada Ketua Mahkamah Agung.
“Ketua, wakil ketua, ketua muda, atau hakim agung pada Mahkamah Agung tidak lagi memiliki status beserta hak dan kewenangannya sejak ditetapkan sebagai pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden,” bunyi Pasal 19 ayat (5) PP ini.
Adapun untuk ketua, wakil ketua, atau hakim pada Badan Peradilan yang mendaftar sebagai bakal calon Presiden atau calon Wakil Presiden, menurut PP ini, harus disertai bukti penyampaian surat pengunduran diri kepada ketua Mahkamah Agung.
Sementara untuk ketua, wakil ketua, atau hakim Mahkamah Konstitusi, harus disertai bukti penyampaian surat pengunduran diri kepada ketua Mahkamah Konstitusi.
Untuk ketua, wakil ketua, atau anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang maju menjadi bakal calon Presiden atau Wakil Presiden, menurut PP ini, harus disertai bukti penyampaikan surat pengunduran diri kepada Ketua atau Wakil Ketua BPK.
Untuk ketua, wakil ketua, atau anggota Komisi Yudisial, menurut PP ini, harus disertai bukti penyampaikan surat pengunduran diri kepada Komisi Yudisial.
Sedangkan untuk ketua atau wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang maju menjadi bakal calon Presiden atau Wakil Presiden, menurut PP ini, harus disertai bukti penyampaian surat pengunduran diri kepada Presiden.
Tujuh Hari Sebelum Daftar
Khusus untuk menteri atau pejabat setingkat menteri, menurut PP ini, harus menyampaikan surat pengunduran diri kepaa Presiden paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum didaftarkan oleh partai atau gabungan partai politik sebagai calon presiden atau calon wakil presiden kepada Komisi Pemilihan Umum.
“Surat pengunduran diri sebagaimana dimaksud tidak dapat ditarik kembali,” bunyi Pasal 25 ayat (2) PP ini. Sementara di ayat berikutnya disebutkan, pemberhentian menteri atau pejabat setingkat menteri ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Adapun pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang, menurut PP ini, menyampaikan surat pengunduran diri kepada Komisi Pemilihan Umum pada saat mendaftar sebagai pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Surat pengunduran diri sebagaimana dimaksud disertai bukti penyampaian surat pengunduran diri kepada pejabat yang berwenang.
Izin Kepala Daerah
PP ini juga menegaskan, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, atau wakil wali kota yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus meminta izin kepada Presiden.
“Presiden harus memberikan izin atau permintaan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, atau wakil wali kota dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari setelah menerima surat permintaan izin sebagaimana dimaksud,” bunyi Pasal 29 ayat (2) PP ini.
Dalam hal Preiden belum memberikan izin dalam waktu sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, izin dianggap sudah diberikan.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 19 Juli 2018 itu. (Pusdatin/ES)