sumber: nasional.kompas.com
Terbersit dalam pikiran, Sumatera Utara memiliki kekayaan alam yang banyak, ada Inalum, Danau Toba, Jeruk Berastagi dan Kopi Lintong, kekayaan yang patut di syukuri. Orang Sumatera dikenal orang sukses banyak pengusaha hebat seperti Chairul Tanjung, DL Sitorus dan lain sebagainya. Di sisi lain, selain memiliki kekayaan alam dan orang-orang hebat, Sumatera Utara di kenal propinsi terkorup, tertinggal Infrastruktur jelek dan birokrasi rumit, Semua urusan bayar.
Ada beberapa hal yang penting membuat Sumatera Utara mengalami ketertinggalan, yang menonjol dari masalah tersebut adalah masalah Korupsi dan pungli, selama 11 tahun di Tinggal dI Ibukota Sumatera Utara yaitu Medan. Beberapa permasalahan adalah Birokrasi rumit, bertele-tele, Korupsi, Sumua Urusan Pake uang, sampai-sampai ada ungkupan” hepeng do mangatur negara on” artinya uanglah yang mengatur negara, ‘ada uang birokrasi jalan’, ‘tidak ada uang semua urusan rumit’. Setiap kali mendengar ungkapan ini hati miris, ‘derajat uang lebih tinggi dari derajat manusia’.
Kenapa Sumatera tertinggal, tidak lain-tidak bukan karena korupsi yang merajalela. Terbukti dua gubernur sumatera Utara di angkut oleh KPK. Tidak bisa di pungkiri suatu negara atau daerah yang tingkat korupsinya tinggi dipastikan daerah tersebut tertinggal dan sengsara. Korupsilah yang membuat sumetera Utara menjadi Propinsi yang carut-marut. Korupsi membuat Sumatera Utara menjadi propinsi yang brutal dan susah diatur.
Pernah diskusi dengan teman-taman yang ada di Jakarta membahas tentang, kenapa Sumatera utara tertinggal, beberapa orang mengatakan karena orang-orang yang Sumatera Utara yang ada di pulau jawa, kurang peduli terhadap Daerah Sumatera Utara. Orang Sumatera Utara berlomba-lomba untuk tinggal di Jakarta atau daerah lain, sehingga Sumatera Utara tidak terurus. Padahal Jargon Sumatera Utara Sewaktu Gubernur Raja Inal Siregar “Marsipature Hutana Be” jargon ini hilang dari masyarakat Sumatera Utara. Memang tidak bisa di pungkiri, lagu Anak Medan pun membuat kita, jadi lupa kacang akan kulitnya , biar kambing di kampung sendiri tapi banteng di perantauan. Secara tidak langsung lirik lagu ini mengarahkan kita untuk tidak mau pulang ke kampung halaman, kalau pulang kambing’ semua orang ingin jadi banten,
Sudah sepuluh tahun Sumatera Utara harus, terluntah-luntah karena gubernurnya korupsi, hal inilah yang membuat Sumatera Utara tidak bisa bersaing dengan Propinsi lain yang ada di Indonesia. tidak usah jauh-jauh Jawa ke Sumatera Selatan saja Propinsi Sumatera Utara sudah kalah. Dengan adanya Pilkada serentak di tahun 2018 ini, saatnya masyarakat Sumatera Utara memilih pemimpin yang paling baik.
Masyarakat sumatera Utara yang menentukan apakah memilih karena ada uangnya, memilih karena sukunya sama, karena agamanya sama, atau karena prestasi atau kinerja yang telah terbukti. Sumatera Utara adalah miniatur Indonesia makanya, pilkada Sumut memiliki keunikan tersendiri. Dalam beberapa pilkada Sumut susah untuk memprediksi kekuatan para calon, dua kali pilkada Sumut yang tidak di jagokan menang. Memang di beberapa kali Pilkada di Sumatera Utara, tingkat partisipasi masyarakat untuk memilih sangat kurang. Di tahun 2013, dari 10 juta daftar pemilih di Sumatera Utara yang memilih hanya 4,9 juta. Minimnya partisipasi pemiliih ini kerena masyarakat Sumut sudah jenuh dan tidak mempercayai orang sumut sebagai pemimpin lagi, hal ini tentunya merugikan masyarakat dan membuat demokrasi tidak berjalan dengan baik.
Kalau mau Sumatera Utara mau melihat perubahan yang signifikan, masyarakat Sumut harus berubah, pilihlah pemimpin yang paling baik, jangan memilih karena ada uangnya, memilih karena satu sukunya, satu agamanya dan yang lainnya. Pemilih cerdas adalah pemilih yang sudah melihat kinerja dan prestasi yang telah ada. Tidak bisa kita pungkiri bahwa memimpin Sumatera Utara tidak mudah karena, Sumatera Utara di huni hampir seluruh suku yang ada di Indonesia. memimpin Sumatera Utara hampir sama dengan memimpin negara Indonesia dan Sumatera Utara memiliki wilayah yang sangat luas bukan seperti Jakarta yang wilayahnya sedikit.
Apapun itu masalahnya sudah saatnya Masyarakat Sumatera Utara menentukan pemimpin yang mengayomi masyarakat, pelayanan publik yang baik, infrastruktur yang layak. Malu kita stadion yang ada di kota besar seperti stadion teladan Medan tidak layak untuk mengikuti liga 1, karena infrastruktur stadion yang kurang. Sumatera Utara memiliki orang-orang cerdas, orang-orang hebat yang bisa membangun Sumut yang lebih baik lagi. Sumut memiliki kekayaan alam dan sumber daya manusia yang mumpuni untuk membangun sumut, hanya saja perlu pemimpin yang bisa memanfaatkan dan mengayomi sehingga potensi yang ada dapat dimaksimalkan untuk Sumatera Utara yang Gemilang dan Bersinar.