Saat Prabowo berpidato di hadapan relawan emak-emak Prabowo-Sandi di Inna Heritage Hotel, Denpasar, Bali, Jumat 19 Oktober 2018. Dirinya menyebutkan bahwa masih banyak ketimpangan ekonomi yang terjadi sejak 73 tahun Indonesia merdeka. Prabowo menyebut kekayaan Indonesia hanya dinikmati segelintir orang.
“Kita melihat sekarang adalah keadaan yang saya sebut keadaan paradoks. Keadaan janggal setelah 73 tahun merdeka yang kaya hanya segelintir saja, dan ini bukan saya karang, bukan angkanya Prabowo Subianto,” kata Prabowo ketika itu.
Ketum Gerindra itu pun menyebut fakta tersebut sudah diakui oleh Bank Dunia dan lembaga internasional lainnya. Mengutip data tersebut, Prabowo menyebut orang kaya di Indonesia tidak sampai 1 persen.
“Hasil ini adalah data, fakta yang diakui oleh Bank Dunia, oleh lembaga-lembaga internasional yang nikmati kekayaan Indonesia kurang dari 1 persen. Yang 99 persen mengalami hidup yang sangat pas-pasan, bahkan sangat sulit,” sebut Prabowo.
Pidato Prabowo tersebut memantik rasa penasaran saya untuk mencari lebih jauh. Apa iya? 99 persen rakyat Indonesia hidup sangat pas-pasan? Apalagi dirinya berani menjamin bahwa data yang disodorkan adalah data yang sudah diakui oleh Bank Dunia dan lembaga internasional lainnya seperti yang diklaim oleh Prabowo.
Berdasarkan data salah satu media yang melakukan penelusuran ke data Bank Dunia (World Bank), (linknya saya sertakan di bawah ini). Hasilnya malah bertolak belakang sama sekali dengan apa yang disampaikan oleh Prabowo.
Saya kutip sedikit penjelasan yang diberikan oleh media tersebut.
Rasio jumlah masyarakat miskin Indonesia menurut data Bank Dunia paling tinggi terjadi saat 1999 yaitu mencapai 23,4% terhadap PDB. Setelah itu cenderung menurun hingga 16% terhadap PDB pada 2005.
Meski pada 2006 rasio jumlah masyarakat miskin Indonesia kembali naik menjadi 17,8% terhadap PDB. Namun setelah itu rasio jumlah masyarakat miskin Indonesia terus menurun hingga data terbaru tahun 2017 menunjukkan angka 10,6% dari PDB.
(https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-4268841/prabowo-sebut-99-rakyat-ri-hidup-pas-pasan-benarkah)
Jadi entah pengakuan Bank Dunia mana yang disampaikan oleh Prabowo, bisa jadi dirinya mengambil data dari Bank Dunia Alam Baka. Atau Bank Dunia Mars.
Tidak heran bila pernyataan ngawur Prabowo tersebut membuat kader Gerindra kelabakan mencari pembenarannya.
“Soal 99% itu berdasarkan dari pertemuan Pak Prabowo dengan masyarakat di mana 99% masyarakat yang ditemui Prabowo menyatakan kepada Pak Prabowo kehidupan semakin sulit sekarang,” demikian yang disampaikan oleh anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra Andre Rosiade saat dihubungi, Rabu 24 Oktober 2018.
Jadi ceritanya jelas tidak nyambung, Prabowonya mengaku datanya adalah data yang diakui Bank Dunia, sementara kadernya sendiri mengaku kalau bukan data, namun berdasarkan pertemuan Prabowo dengan masyarakat.
Bukan berarti tidak ada data yang mirip dengan seperti yang disebutkan Prabowo. Adalah Oxfam, sebuah organisasi global yang fokus dalam pergerakan memperjuangkan kemiskinan. Yang dalam laporannya juga mengutip pidato mantan Presiden AS Barack Obama yang mengatakan bahwa hanya 1% penduduk dunia yang mengontrol kekayaan, sementara 99% masyarakat dunia keuangannya tidak pernah stabil. Catat, 99 persen keuangannya tidak pernah stabil, BUKAN pas-pasan.
Lagi pula, laporan yang dikeluarkan Oxfam pada Januari 2017 itu merupakan data secara global atau seluruh dunia, bukan khusus Indonesia saja.
(https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-4268930/melihat-sumber-data-prabowo-soal-99-rakyat-ri-hidup-pas-pasan)
Sungguh disayangkan bila benar Prabowo mengambil data dari Oxfam lantas berusaha dicocok-cocokkan hanya untuk memberi kesan bahwa ada 99 persen rakyat hidup pas-pasan. Apa tujuannya coba? Untuk memprovokasi masyarakat agar membenci pemerintah saat ini? Mau menghasut masyarakat agar mendukung dirinya? Sampai-sampai menghalalkan berbagai cara, asal cuap dan asal comot data untuk kepentingan politik dan ambisi pribadinya?
Pantas saja sangkin kesalnya, Jokowi dalan pidatonya keceplosan menyebut “politikus sontoloyo” saat membagikan 5 ribu sertifikat tanah untuk warga di Lapangan Bola Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa 23 Oktober 2018 beberapa hari yang lalu.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi kemudian menjelaskan maksud ucapannya soal politikus sontoloyo. Menurutnya, kalimat itu bertujuan mengingatkan para politikus agar menggunakan cara-cara sehat saat berkontestasi di Pemilu 2019.
“Jadi gini, menjelang Pemilu ini banyak cara-cara tidak sehat digunakan oleh politisi. Segala jurus dipakai untuk memperoleh simpati rakyat tapi yang enggak baik sering menyerang lawan politik dengan cara-cara yang tidak beradab, juga tidak ada tata kramanya. Itu yang enggak sehat seperti itu,” jelas Jokowi di International Convention Exhibition (ICE), BSD, Tangerang, Rabu 24 Oktober 2018.
Dan memang apa yang disampaikan oleh Jokowi, mau tidak mau harus saya amini, karena faktanya memang seperti itu. Sampai hari ini saya belum melihat ada program yang dijual atau ditawarkan oleh pihak oposisi kepada rakyat.
Yang ada hanya celaan, hujatan, fitnah bahkan adu domba yang dilakukan oleh pihak-pihak oposisi beserta buzzer kampretnya yang sudah terkenal akan kebrengsekannya, bergentayangan di sosial media.
Belum lagi elite-elitenya sendiri yang tidak kalah parahnya, tertangkap basah dalam konspirasi besar menyebar hoax terkait muka bonyok seorang nenek-nenek umur 70 tahun hanyalah salah satunya.
Kebiasaan memelintir fakta atau mengutip data dari antah berantah lalu berusaha dicocok-cocokkan dan mengaku kalau itu data Bank Dunia atau diakui oleh Bank Dunia, juga merupakan salah satu kebiasaan tidak bertanggungjawab lainnya. Alhasil saat dikonfirmasi keabsahan datanya, kadernya pun ikut-ikutan asal cuap mencari pembenaran walaupun yang ada malah kelihatan makin ngawur.
Pada akhirnya, kita juga sebagai masyarakat yang akan menilai seberapa dewasanya para elite politik, baik politisi dari pihak capres dan cawapres nomor SATU maupun politikus dari pihak capres dan cawapres nomor dua untuk bersama-sama berkompetisi SATU KALI LAGI dalam pesta demokrasi di negara kita menjelang pileg dan pilpres 2019 nanti.
Trailer Tjahyo Kumolo Minta Prabowo Bicara Pakai Data