“Kalau memang bocor sampai 25 persen laporin aja ke KPK. Duit gede banget itu,” kata Jokowi kepada wartawan di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, Kamis 7 Februari 2019.
“Laporkan ke KPK dengan bawa bukti-bukti dan bawa fakta fakta. Jangan asal,” kata Jokowi
Kata-kata yang disampaikan oleh Jokowi ini adalah untuk menanggapi pernyataan Prabowo sebelumnya.
Sebelumnya, Prabowo saat menyampaikan pidato dalam acara HUT Ke-20 KSPI di Sports Mall Gading, Jakarta, mengatakan, kebocoran anggaran itu bisa macam-macam, salah satunya karena ada penggelembungan proyek.
Bocoran anggaran itu, menurut dia, dipicu perilaku korup yang menyasar proyek-proyek pembangunan yang saat ini dilakukan. Prabowo memperkirakan terjadi kebocoran anggaran hingga 25 persen.
“Bayangkan jembatan harganya Rp 100 miliar ditulis Rp 150, 200, 300 miliar. Dan ini terjadi terus menerus,” ucap Prabowo, dalam acara ulang tahun Federasi Serikat Buruh Metal Indonesia, di Sports Mall, Jakarta, Rabu 6 Februari 2019.
Sontak apa yang disampaikan oleh Prabowo pun membuat geger dan menjadi headline pemberitaan di berbagai media online.
Apalagi angka 25 persen itu bukanlah nilai yang sedikit. Dengan nilai APBN yang mencapai Rp. 2.020 triliun, bila benar kebocorannya 25 persen, maka secara rupiah nilainya mencapai Rp. 505 triliun.
Pernyataan Prabowo juga dikritik oleh Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo – Ma’ruf Amin , Mukhamad Misbakhun.
Menurut Misbakhun, Ketua Umum Partai Gerindra itu sering melontarkan pernyataan tanpa bukti sehingga menjadi rumor yang akhirnya menguap begitu saja.
“Jadi di mana faktanya? Kalau memang ada kebocoran keuangan negara, harus ada proses hukum, siapa pelakunya? Karena angka 25 persen dari APBN adalah jumlah yang signifikan,” kata dia.
Pembelaan atas pernyataan Prabowo muncul dari Anggota Dewan Penasihat Partai Gerindra, Raden Muhammad Syafi’i atau Romo Syafi’i yang menghitung berdasarkan jumlah yang seharusnya diperoleh dari pemasukan pajak yang dibayar oleh para wajib pajak yang taat, seperti pajak rumah makan dan pajak belanja. Jika itu semua masuk ke dalam APBN, dia menduga pendapatan negara dalam APBN akan lebih banyak dari yang dianggarkan saat ini. Jika tidak sesuai atau lebih sedikit dia menilai ada kebocoran.
Tentu saja pembelaan yang keliru menurut saya, karena yang disampaikan oleh Syafi’i adalah potential loss. Potential loss adalah kerugian yang belum terealisir. Ibaratnya sebuah rumah makan yang harusnya bayar pajak sekian rupiah, namun karena rumah makan itu tidak bayar pajak, negara menjadi kehilangan pemasukan sekian rupiah dari rumah makan tersebut.
Dan hal ini jelas jauh berbeda dengan kebocoran. Terutama bila kita bandingkan dengan yang disampaikan oleh Prabowo yang mengambil jembatan sebagai contohnya, jembatan yang dibangun harga aslinya 100 miliar rupiah, dimark-up jadi 150 miliar rupiah.
Untuk bukti-buktinya? Jelas ada, kalau menurut apa yang disampaikan oleh Syafi’i. Syafi’i menyebutkan apa yang dikatakan Prabowo itu berdasarkan data yang dimiliki oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno.
Apalagi kubu Prabowo-Sandi selama ini selalu menolak disebut membuat atau menyebarkan hoax ala propaganda Rusia yang penuh kebohongan. Jadi kesempatan menjawab tantangan Jokowi dengan membawa bukti-bukti ke KPK harusnya tidak disia-siakan.
Dengan keberaniannya menyerahkan data ke KPK, tidak saja mampu mematahkan tudingan asal cuap tanpa data seperti yang berkembang di masyarakat selama ini. Prabowo juga dapat menarik simpati masyarakat bahkan bisa jadi seluruh rakyat Indonesia akan memilih dirinya karena berhasil membongkar kebocoran yang terjadi.
Terkecuali bila Prabowo tidak berani ke KPK, berarti apa yang disampaikan oleh Jokowi selama ini memang benar adanya bahwa ada kelompok yang setiap saat selalu mengeluarkan semburan dusta dan hoax. Bila demikian halnya, jangan salahkan rakyat seandainya memberi gelar raja Hoax untuk dirinya.
Punya nyali kah Prabowo melayani tantangan Jokowi? Bagaimana menurut pembaca?