Oleh: Gurgur Manurung
Indovoices.com – Kemarin itu saya melihat festival budaya Batak di Parapat. Cara manortor peserta festival sangat bagus sekali. Baru kali ini kulihat cara manortor yang amat apik. Peserta festival yang masuk 10 besar, 6 group dari Pangururan. Tidak ada dari Parapat. Ada group dari Pusuk Buhit, tidak masuk 10 besar. Padahal, bagus sekali kata seorang guru sambil makan mie gomak.
Dari 6 group peserta dari Pangururan itu sebetulnya mereka ada yang tinggal di Medan. Walaupun mereka di Medan, asalnya dari Pangururan. Mereka mahasiswa asal Samosir tapi ikut sanggar di Medan, cerita guru itu antusias. Sedih aku melihat dari Parapat, mellep kata guru sawasta di Parapat. Syukurlah, ada yang lolos dari Ajibata. Hampir semua yang lolos berasal dari sanggar. Mereka adalah oramg-orang terlatih.
Dari obrolan kami dengan para ibu di Parapat itu, saya membaca WA di group Tobasa Juara Olimpiade Sains Nasional (OSN). Group yang saya buat beberapa waktu lalu. Di group kami itu ada ito Roselly Simanjuntak. Ito Rosselly Simanjuntak, koordinator Yayasan Bonapasogit Sejahtera (YBS) ternyata ulang tahun.
Dari diskusi dengan ibu-ibu di Parapat itulah teringat anak-anak SD YBS 4 orang mewakili Tobasa dari 6 orang peserta OSN ke provinsi. Dari Tobasa hanya 2 sekolah mewakili yaitu YBS dan SD HKBP Balige. Tiga orang IPA dan 3 orang Matematika. Dari 6 orang itu anak-anak YBS yang menguasai bahan OSN. Mereka, hanya butuh ketelitian.
Mengapa bisa demikian? Karena saya melihat, latihan tiap hari. Pulang sekolah formal, ito Roselly masukkan mereka secara khusus. Hampir setiap hari. Demikian juga peserta OSN Tobasa. Peserta IPA dan IPS dari YBS juga. Saya matematika sejatinya ikut juga. Karena ujian sedang sakit, anak itu tidak lulus. Matematika Tobasa diwakili dari Budi Darma atas nama Michael. Michael anak yang lucu dan sangat hebat. Michael lulusan SD HKBP. Guru SD HKBP mengatakan, sejak SD sudah dilatih soal-soal OSN.
Lalu, apa makna dari cerita itu? Kita kan mau pesta demokrasi 17 April 2019. Tentu pertanyaanya adalah siapa yang hendak kita pilih? Kalau Presiden sudah sangat jelaslah Jokowi. Mengapa? rekam jejaknya susah sangat jelas. Prabowo bagaimana? Prabowo tidaklah. Mengapa? rekam jejaknya dipecat daribTNI karena kejahatan kemanusiaan. Kejahatan paling mengerikan di kolong langit ini adalah kejahatan kemanusiaan.
Lalu, apa lagi? Siapa yang kita pilih di DPR RI? Kembalilah ke cerita festival di Parapat. Bahwa yang menang adalah orang-orang yang terlatih dan ada di dunianya. Mereka sudah fokus dan latihan secara serius.
Saya ambil contoh Martin Manurung kini usianya 40 tahun. Di usia 33 tahun sudah mendirikan partai Nasdem dengan Surya Paloh. Pertimbangannya gampang. Kalau Martin Manurung sudah mendirikan partai, tentu saja dia yang memahami hendak dibawa kemana partai yang dibangunnya. Dia membangun partai sebagai alat membangun Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Jadi, dunianya sudah di partai. Bahkan, dunia mengakuinya sebagai pejuang demokrasi. Karena itulah, saya dari Tangerang memberikan dukungan kepadanya.
Saya kan lahir di Nalela kecamatan Porsea, besar di Porsea. Saya meninggalkan Porsea karena kuliah es satu sampai es teler. Saya melihat dan mengamati kampung halaman kita ini dari banyak sisi. Sejak dulu, saya kritis agar peneriman Pegawai Negeri Sipil transparan. Tujuaannya agar yang terpilih bukan beban pemerintah tetapi yang memberikan kontribusi yang besar kepada rakyat. Agar yang terpilih menjadi pelayan rakyat, bukan tuan.
Cara kita memilih pemenang adalah pilihlah yang terlatih seperti pemenang festival di Parapat, juga anak-anak OSN itu. Kemudian, kita akan melakukan pelatihan-pelatihan sehingga kita menjadi orang-orang hebat. Saya kira ito Sarma Hutajulu setuju karena saya melihat status fb nya melakukan pelatihan kursus dasar kepemimpinan di GMKI komisariat Hukum di USU. Ito Sarma ini konsisten dengan pelatihan-pelatihan. Melakukan pencerahan hukum. Pelatihan itu memang kebutuhan mendesak. Ibarat orang yang tak pandai berenang dengan pandai berenang datang ke Danau Toba. Anak yang terlatih menikmati berenang di Danau Toba. Anakntak pandai berenang hitir-hitir melihat Danau Toba.
Jadi, caleg yang paham politik akan pandai memainkan peran. Tetapi caleg dadakan akan gamang dan bahan lelucon bagi kita.
Karena itu, cara kita membangun kampung halaman adalah kita pilih para pengambil kebijakan yang terlatih dibidangnya. Supaya arah hidup kita jelas.
#gurmanpunyacerita.