Di dunia entertainment kita mengenal Viky Prasetyo yang mendadak meroket bukan karena kisah selingkuh asmaranya dengan banyak kaum hawa. Tetapi statemen bahasa oralnya yang “out off the box” mampu menjadi hiburan otak tersendiri. Kalimat kalimat intelek yang berlebihan dan cenderung merusak gramer menjadi bahasa satire menyindir kecerdasan kita. Bagaimana tidak, untuk mengatakan jatuh cinta saja Viky menyampaikannya muter muter : “Hati yang sedang kontroversi butuh pijakan imajinasi yang solid agar tidak terjadi perselingkuhan asmara”
Sebelas dua belas dengan Vicky Prasetyo muncul sosok Rocky Gerung (RG) dalam dunia Politik dialektika. RG sukses menempatkan dirinya sebagai sosok intelek, akademisi dan ahli filsafat setiap kali berbicara. Sudut pandang itu sengaja diciptakan untuk menempatkan penonton intelek saja yang bisa memahami isi kepalanya. Yang tidak intelek jangan harap nyambung dengan imajinasi langitnya, apalagi menilai benar atau salah pernyataannya. RG mengistilahkan dengan warga “akal sehat” yang masih punya “kewarasan”. Narasi seorang RG menjadi kontroversi karena membengkokkan sesuatu yang sebenarnya sudah lurus. Celakanya RG mendapat applaus di panggung entertain instant. Pengikutnya bejibun bangga menjadi warga ber akal sehat doktrin RG.
Benarkah mereka berakal sehat? Barangkali tidak. Karena sesungguhnya tidak ada hal yang baru dari ide dialog RG. Dia sekedar mengkritisi pemerintah meminjam kaca mata “Bowoisme”. Bagaimana Bowoisme melihat persoalan bangsa sebegitu ribet dan mengkhawatirkan hingga susah di urai karena itu dibikin ribet saja sekalian. Mereka yang meribetkan amburadulnya Pemerintah Jokowi diposisikan berakal sehat oleh RG. Ironis kan. Bagaimana bisa disebut akal sehat jika kemelut sudah berloncatan sejak di akal sendiri?
RG mengemas kritik dengan bahasa yang susah difahami agar menimbulkan kondisi bias. Mengaduk aduk logika agar menjadi unlogika dan akhirnya solusi masalah bukan menjadi hal utama, karena yang terpenting sudah sudah menciptakan hiburan. Kepada siapa RG berpihak secara lisan belum pernah menyatakan dukungan ke “BowoSentris”. Tetapi bahwa kuota kepala RG sejenis dengan Bowo dan Vicky Prasetyo ada benarnya. Hanya berbeda muncratan buih di bibirnya saja saat berbicara. Beruntung Bowo punya timses yang siap “nyebokin” dengan tissue, kalau RG dan Vicky Prasetyo cukup disapu lidah sendiri lalu ditelan lagi.
Bagi pemuja “akal sehat” jam tayang kalian hanya sampai 17 April. Setelah itu silahkan kejar minta pertanggungjawaban RG yang tiba tiba menghilang seusai Pemilu. Dia berubah jadi Mu’alaf di salah satu sudut gang Petamburan, atau kalau beruntung berada 1 sel dengan ADP berkolaborasi membuat album baru berjudul “BALADA HABIS MANIS SEPAH DI BUANG”