![](https://www.Indovoices.com/wp-content/uploads/2017/11/Anies1.jpg)
Sebenarnya saya sempat malas membahas tentang Gubernur Anies Baswedan dan wakilnya yang terus membuat kita melongo dengan hal-hal mencengangkan yang mereka ucapkan maupun lakukan. “Enek”, jika meminjam istilah teman saya.
Namun teringat petuah dari seorang teman yang lain, kita tidak boleh menyerah untuk terus mengingatkan mereka bahwa rakyat akan terus mengawal dan mengawasi, jangan pernah bersikap apatis dan membiarkan tindakan-tindakan yang salah akhirnya tertimbun selamanya dan masyarakat tidak mengetahui hal yang sebenarnya.
Kembali ke judul, wacana penghapusan larangan sepeda motor yang terus digaungkan oleh Anies Baswedan menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk dari Kepala Korps Lalu Lintas Polri dan sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi PDI-P. Menurut mereka seharusnya Pemprov DKI Jakarta memperbanyak moda transportasi massal daripada mencabut aturan yang sudah berjalan dengan baik saat ini.
Bahkan menurut Wakadishub DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, pelarangan sepeda motor di ruas jalan Thamrin dan Sudirman bertujuan utama di aspek keamanan. Memang ada aspek kemacetan dalam pelarangan motor tersebut, namun itu bukan faktor utama. Pengamanan objek vital negara yang banyak terdapat di ruas jalan tersebut dan sering menjadi titik sentral aksi unjuk rasa itulah yang diprioritaskan, sehingga diupayakan tidak terjadi konvoi dengan menggunakan motor. (Sumber).
Dan bagaimana respon Anies mengenai kritikan tersebut? Menurutnya pencabutan larangan motor tersebut sebagai wujud keberpihakannya terhadap wong cilik (orang kecil atau masyarakat kelas bawah).
“Yang wong gede naiknya mobil, yang wong cilik naiknya motor. Kami berharap partai yang membela wong cilik juga memberikan kesempatan kepada warga untuk bisa punya alat transportasi yang menopang perekonomiannya,” ujar Anies di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Kamis (16/11/2017), seperti yang bisa dibaca di sini.
Terdengar mulia dan merakyat sekali bukan? Namun sayangnya sangat tidak sinkron dan konsisten dengan kebijakan-kebijakannya yang lain. Kebijakan apa sajakah itu?
Penghapusan Subsidi Daging Bagi Pemegang KJP
Pada masa pemerintahan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan subsidi hingga lebih dari 50 persen untuk pembelian daging sapi dan ayam bagi semua pemegang Kartu Jakarta Pintar (KJP), para petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) atau Pasukan Oranye, Pekerja Harian Lepas (PHL) di bawah Pemprov DKI dan penghuni rusun.
Daging sapi yang dijual di pasaran dengan harga sekitar Rp 85.000 bisa dibeli dengan harga Rp 35.000 saja, sedangkan daging ayam dengan harga pasaran Rp 40.000 bisa dibeli hanya dengan harga Rp 15.000. Ahok berharap dengan program subsidi tersebut para pemegang KJP dapat terpenuhi gizinya.
Namun sayangnya, program tersebut akan dihentikan pada masa Anies. Dengan alasan terjadi defisit anggaran sebesar 2,5 triliun rupiah maka Pemprov DKI Jakarta menghapus Penyertaan Modal Daerah (PMD) terhadap 5 BUMD, salah satu di antaranya adalah PD Dharma Jaya. Nilai PMD sebesar 39 miliar tadinya akan digunakan oleh PD Dharma Jaya untuk menyediakan kebutuhan daging sebanyak 500 hingga 600 ton pada tahun 2018 bagi semua peserta KJP.
Beralasan anggaran defisit untuk PMD, namun ternyata Anies malah menaikkan anggaran untuk tim nya dari 2 miliar menjadi 28 miliar, atau naik sebanyak 1400 persen (Sumber). Selain itu Anggaran Sekretariat DPRD DKI Jakarta juga naik 100 persen menjadi Rp 346 miliar, yang apabila dilihat satu persatu, di antaranya terdapat anggaran “Pembuatan Buku Profil Pimpinan dan Anggota Dewan” sebesar Rp 218 juta dan anggaran “Penunjang Kehadiran Rapat” sebesar Rp 16 miliar.
Sampai di sini apakah klaim Anies tentang memikirkan wong cilik masih tepat? Anggaran subsidi daging bagi masyarakat kelas bawah sebesar 39 miliar rupiah dihapuskan, sementara anggaran sekretariat DPRD naik 100 persen, anggaran bagi tim nya naik sebesar 1400 persen.
Pengaduan Warga di Balai Kota Dialihkan ke Kelurahan dan Kecamatan
Keraguan banyak pihak apakah Anies akan melanjutkan tradisi Ahok menerima keluhan warga di Balai Kota terjawab sudah. Tak lama sesudah pelantikannya, Anies mulai dengan pernyataan yang tidak terlalu kentara, namun pesannya jelas, agar warga tidak perlu jauh-jauh datang ke Balai Kota untuk mengadukan masalahnya. Tentu saja dengan bahasa yang manis dan santun, bahwa ia tidak mau merepotkan warga yang harus menempuh perjalanan dari rumah ke Balai Kota.
Kemudian dipertegas dengan instruksinya agar kantor kecamatan di DKI Jakarta menerima pengaduan masyarakat. Maka dimulai sejak tanggal 18 November 2017 kemarin, warga bisa mengadu ke kantor kecamatan setempat setiap hari Sabtu, dari pukul 08.00 hingga pukul 10.00. PNS DKI Jakarta yang bertugas di kecamatan dan kelurahan setempat akan menindaklanjuti laporan masyarakat pada hari Minggu. Jika permasalahan tidak bisa diselesaikan di tingkat kecamatan, maka akan dibawa ke rapat mingguan di wali kota. Jika tidak selesai juga pada tingkatan wali kota, barulah dilanjutkan ke Balai Kota.
Birokrasi berjenjang seperti ini adalah birokrasi gaya lama dan cenderung tidak disukai oleh masyarakat. Pelayanan menjadi lambat, rawan pungli dan SOP nya tidak jelas. Kesan yang saya tangkap adalah Bapak Gubernur sibuk dan tidak punya waktu untuk mendengarkan dan mengurusi permasalahan wong cilik setiap pagi. Jadi serahkan saja kepada PNS-PNS di bawahnya, meskipun itu berarti Pak Gubernur tidak bisa mendengarkan langsung masalah dan kendala-kendala yang dialami oleh wong cilik.
Itulah mengapa saya tuliskan di awal bahwa pernyataan Anies tentang memikirkan wong cilik sangat tidak sinkron dan konsisten dengan kebijakan-kebijakannya. Peraturan motor mungkin terkesan memihak wong cilik, namun apakah itu dikarenakan kebijakan tersebut tidak berdampak langsung bagi seorang Gubernur yang selalu dikawal oleh petugas patroli, sehingga dari aspek kemacetan petugas pengawal bisa membuka jalan atau bahkan menerobos dan melawan arah seperti yang pernah dilakukan oleh rombongan Anies di Puncak beberapa waktu lalu?
Salam wong cilik.
Referensi :
http://regional.kontan.co.id/news/dharma-jaya-pmd-dihapus-stok-daging-kjp-terhenti
Baca juga :
Anies Pidato, Para Tamu Walk Out, Hukum Sebab Akibat?
Bayi Terlantar Hanya Boleh Diadopsi oleh Agama Mayoritas, Adilkah?