Masih segar dalam ingatan saya ketika Anies Baswedan (AB) dalam suatu acara talkshow pemilu di salah satu stasiun televisi mengatakan: “Kalau ada orang baik di sana jangan diam, kita dukung mereka!” Selain itu masih ada beberapa motivasi yang keluar dari mulutnya, yang mampu menggerakkan kaum muda bergerak mengajar di pelosok-pelosok negeri ini, yang mampu menggerakkan masyarakat untuk memilih Jokowi pada Pemilu 2014 lalu.
Yah saya sadar dan tahu bahwa saya juga terinspirasi dari kata-kata itu untuk ikut berjuang membela yang benar, baik dan jujur menurut saya, apa pun harga yang harus dibayar. Termasuk ketika saya harus berhadapan dengan orang-orang yang mengatakan saya mengadu domba Islam. Kata-kata itu pula yang menginspirasi saya untuk tidak menyerah berusaha berbuat baik kepada setiap orang pada setiap kesempatan yang saya punya.
Akan tetapi, setelah dipilih menjadi Menteri Pendidikan, dia tidak berbuat banyak soal pendidikan, yang selama sebelum berada di poros Jokowi dia perjuangkan. Seolah kebijaksanaan kalimat-kalimat yang keluar dari mulutnya menguap begitu saja. Daya motivasinya pun tak sanggup mendorong semangat perbaikan pendidikan di Indonesia ini.
Ini sebenarnya aneh. Kenapa seorang inspirator tak mampu merealisasikan ucapan-ucapannya ketika dia menjadi aktor utama yang diunggulkan dapat mengatasi persoalan yang dibidanginya, bahkan terkena resufle jilid I? Ini menjadi pertanyaan besar saya. Sungguh di luar dugaan.
Barulah setelah di-resufle dan membelot ke kubu sebelah, saya mulai sadar bahwa Anies tidak seperti apa yang dia tunjukkan selama ini. Bila Anda paham soal idealisme, Anda akan merasakan bahwa tidak mudah mengubah pandangan politik, sekalipun kata orang dalam politik apa pun mungkin. Apalagi menjadi bagian dari kubu yang dulu menjadi lawannya. Kalau ada orang seperti itu, pasti ada sesuatu yang perlu dipertanyakan, atau AB dan atau kubu Jokowi.
Mari coba lihat pemerintahan Jokowi, adakah penyimpangan dari apa yang dicita-citakan dulu, NAWACITA. Bahwa belum tercapai seluruh target Jokowi, bukan alasan untuk membelot. Sebab sekalipun membelot ke kubu sebelah, toh juga dia tidak mengubah apa-apa bukan? Apa dengan membelot ke kubu Prabowo dia langsung bisa memperbaiki situasi Indonesia? Tidak juga. Malahan dengan membelotnya dia ke kubu sebelah semakin menambah kuat alasan kepantasan resufle Jokowi bahwa AD bukan orang yang siap diajak untuk konsisten berbuat baik.
Ternyata dia membelot ke kubu sebelah dan menjadi panglima yang maju ke medan perang. Coba dech bayangkan kalau ada seorang panglima TNI dipecat lalu membelot menjadi anggota OPM dan menjadi panglima di OPM, apakah kamu tidak bertanya-tanya bahwa panglima itu sesungguhnya adalah penghianat yang menyusup atau setidaknya panglima yang hanya haus akan jabatannya sebagai panglima?
Dia menjadi cagub dari kubu sebelah melawan orang yang dahulu sekubu dengannya. Lebih parah lagi karena dia membiarkan serangan-serangan jahanam kubunya demi menaklukkan lawannya, mulai dari menolak pemimpin kafir, menolak menyalatkan jenazah, sampai memenjarakan Ahok. Belum lagi terhitung klaim bahwa pemuda Arab yang pertama kali mengikrarkan janji setia terhadap Indonesia. Ahh betapa busuknya hati seseorang yang menghalalkan segala cara demi memenuhi nafsu haus akan kekuasaan.
Dan setelah dia meraih kekuasaan di Jakarta, dia kembali hampir melakukan hal yang sama, yaitu seolah kacang lupa kulitnya atau habis manis sepah dibuang. Kali ini dia melakukannya kepada pendukungnya, alumni 212-411, FPI, GNPF, dan lain sebagainya ketika ia tidak memenuhi undangan reuni alumni 212 dan 411.
Bukan saya loh yang bilang Anies lupa kacang akan kulitnya, melainkan alumni 212-411 melalui mulut Eggy Sudjana seperti dilansir Detik.com. AB beralasan karena ada kegiatan (Sumber: Tribunnews). Sementara Sandi, yang adalah partnernya, mengatakan tidak diundang dan juga sudah salat di masjid Namira (Sumber: Kompas.com).
Ini semakin menambah pertanyaan, ada apa dengan Anies Baswedan. Padahal isu ini sangat sensitif, sebab akan membongkar sesuatu yang sebenarnya rahasia besar, strategi merebut Jakarta. Ini seolah membuka tabir rahasia bahwa ada sesuatu pada Pilkada DKI. Perhatikan pernyataan Eggy:
“Jangan sampai umat Islam yang dukung dia dengan ikhlas sekarang butuh hadirnya dia, dia nggak hadir. Itu artinya dia cuma memanfaatkan kita.” (Sumber: Detik.com)
Ingat, sudah biasa Eggy mengatasnamakan Islam atas semua tindakan kelompoknya. Sementara yang mengadakan reuni adalah alumni 212-411, mengapa mengatasnamakan Islam. Beda halnya dengan NU misalnya, meski berbicara tentang Islam, tetapi tetap tidak mengklaim pendapat mereka adalah pendapat seluruh umat Islam.
“Kalau itu sampai terjadi, Anies itu junior saya di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam, red), jadi saya mengingatkan sebagai senior, jangan kacang lupa kulitnya. Betul-betul komit kepada umat, karena nanti yang bantu dia cuma umat, partai-partai nggak bisa.” (Sumber: Detik.com)
Lagi-lagi Eggy mengatasnamakan umat, yang sama maksudnya dengan umat Islam. Padahal tidak semua pemilih Anies adalah umat (Islam) dan tidak semua yang tidak memilih adalah non-umat (Islam). Maka kalau dikatakan umat, meskipun general (umum yang mencakup keseluruhan), itu maksudnya alumni 212-411, yang sedang melakukan reuni alumni 212-411.
Semakin diperparah lagi dengan klaim bahwa partai-partai tidak bisa berbuat apa-apa jika suatu saat Anies membutuhkan bantuan. Padahal secara konstitusional, partai-partai pendukung adalah wadah terbaik bagi Anies untuk minta bantuan atau dukungan atas program-programnya di DKI, bukan alumni 212-411. Secara tidak langsung, Eggy membuka rahasia bahwa yang memenangkan Anies-Sandi di Jakarta adalah alumni 212-411.
Ada apa denganmu Anies?
Saya tanya lagi, ada apa? Sebagai seorang pemimpin sangat dibutuhkan konsistensi. Entah konsisten dalam kejahatan biar sekaligus ditangkap, entah konsisten dalam kebaikan biar didukung orang baik. Jangan berada di ranah abu-abu, akan sangat berbahaya bagi diri sendiri dan terutama bagi warga yang dipimpin. Dan ini bukan lagi ‘kalau ada orang baik di sana jangan diam, kita dukung’, melainkan ‘tidak ada orang baik dan jahat di sana jangan berulah, diam saja.’
Pak Anies, inspirasi yang Anda tabur, mungkin masih bertahan dalam benak hati banyak orang, termasuk saya. Tetapi suatu saat inspirasi itu juga yang akan menghempaskan Anda, bila tidak lagi ada dalam jalur itu. Sebab sejak menjadi cagub DKI dan sekarang Gubernur DKI, Anda seolah kehilangan bahan untuk menginspirasi, kehilangan kata untuk menyemangati dan kehilangan ide untuk direalisasi, alias semakin mengambang dan kosong melompong. Apakah karna sudah terlarut dalam DP rumah kosong % (rupiah)?
Salam IndoVoices