Akhirnya tanggul Kali Pulo Jatipadang kembali jebol untuk yang kesekian kalinya. Tanggul-tanggul sementara tak mampu menahan derasnya arus air. Dan kali ini memakan korban cederanya beberapa warga yang terkena pecahan kaca yang hanyut dan bahkan ada yang tertimpa lemari es.
Malang benar warga Jatipadang. Musim penghujan baru saja mulai, sudah diterjang banjir bertubi-tubi. Sementara masih ada sekitar dua bulan kedepan dimana diperkirakan intensitas curah hujan yang tinggi masih akan melanda Jakarta. Itu artinya hingga bulan februari mendatang warga Jatipadang tidak akan bisa tidur nyenyak. Mereka harus berjaga-jaga siang dan malam untuk mewaspadai ancaman banjir yang siap menerjang tanpa permisi.
Gubenur Anies datang ke Jatipadang untuk menunjukkan empatinya dan seperti biasa hanya menjanjikan sesuatu tanpa kejelasan kapan dan solusi seperti apa. Kemarin solusinya akan dibereskan, sekarang akan melebarkan sungai dan mungkin besok solusinya adalah akan membuat jalan air. Yang kalau boleh saya sederhanakan ketiga solusi tersebut mengerucut pada satu kesimpulan yaitu PENGGUSURAN.
Namun entah mengapa, saat warga jelas-jelas menjadi korban banjir, Gubernur Anies masih saja menghibur warga dengan permainan olah kata. Seolah-olah menghindari kata-kata gusur, yang muncul adalah akan dibereskan dan memperlebar sungai. Sudah jelas-jelas ingin menggusur, masih bilang sungai harus dilebarkan. Jelas jelas dipecat, masih saja bilang dicukupkan. Inilah kesaktian Gubernur Anies.
Maklum saja, Gubernur Anies adalah gubernur yang sangat dicintai warganya. Ya pasti malulah kalau dia harus menggusur warga yang begitu mencintainya. Bayangkan, saking cintanya warga, sampai-sampai nama Baswedan dipakai sebagai nama tanggul sementara di Jatipadang.
Dan sedihnya, Gubernur Anies begitu bangga karena namanya digunakan sebagai nama tanggul sementara Jatipadang. Padahal kalau kita mau membanding-bandingkan, Ahok saja tidak mau namanya dipakai untuk nama jalan Simpang Susun Semanggi karyanya yang jelas-jelas lebih hebat dan lebih fenomenal daripada tanggul sementara Jatipadang.
Dari sini kita bisa menilai kualitas kerendahan hati seseorang. Mana yang suka dipuji dan disanjung, mana orang yang memang berjiwa pelayan masyarakat yang orientasinya hanya ingin warganya mendapatkan pelayanan yang terbaik.
” Begitu ada keberpihaan, muncul solusi”
Kata-kata manis Gubernur Anies yang masih terngiang ditelinga kita. Nyatanya, keberpihakan saja tidak cukup memunculkan solusi. Banjir tidak pernah memihak siapa Gubernurnya, air mengalir sesuai dengan jalannya dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Banjir tidak memandang siapa memilih siapa apalagi agama apa. Banjir tetaplah bencana menakutkan yang siap menerjang apa dan siapa saja yang menghalangi jalannya. Banjir hanya bisa diatasi dengan normalisasi sungai bukan dengan janji manis apalagi kata-kata.
Dan yang membuat hati ini menangis sambil meringis bagai diiris-iris adalah kenyataan bahwa tanggul sementara disana dibuat dengan dana dari hasil swadaya masyarakat. Artinya, jika pengakuan ketua Lembaga Musyawarah Kelurahan Jatipadang untuk RW 06 Abdul Kohar ini benar, tidak ada dana bantuan dari pemprov kesana untuk perbaikan tanggul.
Kini janji tinggal janji. Keberpihakan dalam kata-kata ternyata tak mampu dikonversi menjadi kenyataan. Uang operasional yang cukup besar 2,7 miliar gubernur Anies dan 1,8 miliar milik Sandiaga nyatanya tak ada yang mengalir ke Jatipadang. Hanya banjir dan air mata yang mengalir ke Jatipadang.
Pak Gito hanya bisa menyaksikan istrinya,Yanti syok melihat rumah tinggalnya tiba-tiba diterjang banjir dan tertimpa lemari es. Malang benar nasib saudara -saudara kita di Jatipadang. Menyambut tahun baru mestinya mereka berbelanja memburu diskon dan sembako murah, menyiapkan hidangan untuk berkumpul keluarga besar. Tetapi justru mereka harus bergiliran ronda untuk bersiaga kalau-kalau banjir kembali datang.
Masih ingat Fadli Zon membacakan sajak tukang gusur didepan Anies dan Sandi. Semua terkekeh-kekeh, semua cengar cengir, semua terbahak-bahak mendengar sajak satire yang ditujukan untuk Ahok yang dianggap semena-mena karena kerap menggusur warga bantaran sungai.
Dan sekarang, orang yang berjanji menghadirkan keberadilan di Jakarta, orang yang berjanji membangun tanpa menggusur, orang yang berjanji menata tanpa memindahkan orang, mereka yang terkekeh-kekeh cengar-cengir mendengar sajak Fadli Zon, kini ramai-ramai menjilat ludah sendiri dan akhirnya akan melakukan penggusuran.
Penggusuran yang dulu dia cemooh, akan dilakukan juga untuk mengatasi banjir. Penggusuran yang mereka tertawakan kini mereka butuhkan, penggusuran yang dia gunakan untuk mendiskreditkan Ahok kini dipakainya.
Gusti ora sare, Ahok akhirnya menang taruhan. Terbukti Gubernur Anies juga akan merelokasi warga sebagaimana Ahok lakukan. Terimakasih pak Ahok, bapak tidak bohongi kami demi Pilkada. Bapak kalah dengan terhormat. Salut untuk bapak!
Selamat di gusur Gubernur Anies!!