Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengemukakan, angka indeks demokrasi Indonesia pada 2017 sudah mencapai 72,11 naik dibanding tahun 2016 yang berada di angka 66,63.
“Artinya dari sekitar 26 indikator dapat dijamin bahwa demokrasi di Indonesia berkembang dengan baik, terjaga dengan baik, dan kita bisa merasakan stabilitas politik lumayan, di sana-sini ada naik-turun, panas-dingin, anget, tapi tidak sampai mendidih,” kata Wiranto saat Konperensi Pers 4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, di Aula Gedung III Kemensetneg, Jakarta, Kamis (25/10) siang.
Mengenai penurunan yang terjadi di tahun 2015 dan 2016, Menko Polhukam mengemukakan, hal itu terjadi karena adanya tambahan indikator yang tidak bisa sekaligus dinetralisir.
Ia menunjuk contoh misalnya, adanya laporan berita penggunaan fasilitas pemerintah untuk kepentingan calon atau parpol tertentu dalam pemilu legislatif.
Selain itu, lanjut Menko Polhukam, juga ada laporan Pegawai Negeri Sipil (PNS) terlibat dalam kegiatan politik parpol pada pemilu yang lalu.
“Ini juga yang menggerus sedikit, tapi kali ini pemerintah sudah betul-betul memberikan isyarat bahwa ASN (Aparatur Sipil Negara) jangan sampai menggunakan fasilitas-fasilitas pemerintah untuk berkampanye, untuk berpolitik. Presiden sendiri terus memberikan peringatan soal itu,” ungkap Wiranto.
Indek Kerukunan
Namun di sisi lain Menko Polhukam Wiranto mengakui bahwa pada tahun 2017 ada penurunan indeks kerukunan umat beragama. Hal ini tidak terlepas dari digelarnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di sejumlah daerah di tanah air.
Sebelum ada pilkada serentak, lanjut Wiranto, tidak ada gesekan-gesekan. Tetapi pada saat pilkada serentak maka ada kecenderungan juga dalam kegiatan politik menggunakan agama sebagai simbol-simbol kontestasi.
“Nah ini yang kemudian menyebabkan agak turun dengan banyaknya konflik-konflik horizontal baik kecil maupun agak sedang karena ada penggunaan simbol-simbol agama dalam kontestasi politik, terutama pilkada serentak. Juga pengaruh perkembangan hoaks,” kata Wiranto.
Wiranto yang sebelumnya juga pernah menjabat sebagai Menko Polhukam pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid tahun 2000 itu mengemukakan, maraknya penyebaran hoaks atau berita bohong terjadi setelah banyak masyarakat memiliki telepon selular.
Ia menyebutkan, dulu pengguna telepon 20 juta, internet juga hanya 900 ribu, sekarang pemilik telepon terdaftar di Indonesia 300 juta karena banyak orang Indonesia yang hobinya memang mengumpulkan telepon baru.
“Tapi kembali lagi saudara sekalian bahwa kondisi ini tidak bisa kita elakkan, hanya bagaimana kita bisa menekan kejahatan lewat hoaks tidak sampai menganggu stabilitas nasional. Maka disini ada penurunan sedikit. Tapi belum sampai mengganggu kerukunan kita sebagai bangsa,” ujar Wiranto.
Untuk menjamin kerukunan umar beragama, menurut Menko Polhukam, pemerintah telah membentuk Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di 34 provinsi, dan sampai 2016 lalu juga sudah terbentuk di 500 kabupaten/kota.
“FKUB ini telah mampu menjadi media yang efektif untuk meningkatkan dialog antar umat beragama, menekan terjadinya konflik, khususnya dalam pendirian rumah ibadah dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya,” terang Wiranto. (MAY/DNS/ES)