Tanggal 25 November adalah peringatan Hari Guru, entah kebetulan atau tidak, seminggu terakhir menjelang peringatan Hari Guru ini banyak berseliweran di berbagai media terkait pembahasan mengenai guru.
Sebut saja soal rencana Prabowo-Sandi yang sebelumnya anti impor, bahkan ingin stop semua jenis impor bila terpilih kelak, mendadak harus menjilat ludahnya sendiri dengan mengatakan akan mengimpor atau merekrut guru dari Eropa dan Amerika bila terpilih kelak.
Tentu saja niat pasangan Prabosan mendapat sindiran dari Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily.
“Katanya anti impor? Kok guru saja diimpor dari Eropa? Kurang apa kualitas guru yang dimiliki Indonesia saat ini?” ujar Ace Hasan Syadzily, kepada media, 21 November 2018.
Sedangkan isu lainnya yang tidak kalah panasnya adalah wacana menaikkan gaji guru hingga Rp 20 juta/bulan. Wacana ini disampaikan oleh Mardani Ali Sera, Timses Prabowo yang mengusulkan agar guru digaji Rp 20 juta per bulan.
“Karena itu, perbaikan utama mau enggak mau gaji guru dinaikkan menjadi Rp 20 juta,” ujar Mardani.
Belum kering ludah yang tepercik dari bibir Mardani yang agak-agak gimana gitu saat mengucapkan angka 20 juta, sanggahan pun datang dari Prabowo yang mempertanyakan janji tersebut
“Kenaikan ini, kenaikan itu, uang dari mana gitu lo,” kata Prabowo kepada wartawan di Hotel Shangri-La, Jakarta.
Sontak jawaban Prabowo membuat para guru yang hatinya baru mau berbunga-bunga, layu sebelum sempat berkembang.
Mungkin karena malu ketahuan asal melambai, ups maksud saya asal melempar ucapan, Mardani Ali Sera pun meralat pernyataannya dengan menyebutkan hal tersebut sebagai usulan pribadi.
“Itu usul pribadi,” ujar Mardani kepada wartawan, Rabu 21 November 2018. Kali ini dengan wajah kecut tanpa lambaian.
Dengan seringnya ketidakkompakan seperti ini, membuat saya curiga, jangan-jangan kelompok Prabowo itu cuma bikin-bikinannya kubu Jokowi saja. Agar Jokowi tidak menjadi calon tunggal. Karena bagaimanapun, melawan kotak kosong jauh lebih berat dibanding melawan Prabowo.
Karena bukan baru pertama kalinya ketidakkompakan tersebut muncul. Belum lama berselang Prabowo sempat berjanji akan menghentikan semua Impor kalau kelak terpilih.
https://www.Indovoices.com/ekonomi/prabowo-cuap-cuap-stop-impor-timsesnya-kelabakan-ralat-ucapannya-sontoloyo/
Akibatnya, timsesnya pun pontang-panting membetulkan ucapan Prabowo. Djoko Santoso yang merupakan ketua BPN Prabowo-Sandi buru-buru mengatakan Prabowo tidak berjanji, melainkan berupaya agar tak melakukan impor.
Itu hanya salah satu contoh dari begitu banyak contoh lainnya, misalnya soal blunder ucapan 99 persen rakyat hidup pas-pasan, tampang Boyolali yang sempat viral dan sebagainya. Terlalu banyak dan melenceng jauh kalau mau dibahas satu persatu. Bagi yang belum membaca dapat melihat tulisan saya pada link di bawah ini.
(https://www.Indovoices.com/author/robin-robin/)
Baiklah kita kembali ke topik utama, terkait guru dan pendidikan yang sedang kita bahas kali ini. Kalau dari saya pribadi menilai sebenarnya kualitas guru Indonesia itu tidak kalah dengan kualitas guru di luar negeri. Coba saja kita lihat, dalam berbagai pertandingan di luar negeri, banyak kok murid-murid atau pelajar dari Indonesia yang berhasil merebut gelar juara. Ada yang juara fisika, juara kimia maupun matematika.
Bahkan yang terbaru, Indonesia berhasil meraih 1 emas, 1 perak, dan 3 perunggu dalam Olimpiade Fisika Internasional atau International Physics Olympiad (IPhO) 2018 di Lisabon, Portugal pada 28 Juli 2018.
(https://m.liputan6.com/global/read/3603768/indonesia-sabet-medali-emas-olimpiade-fisika-internasional-di-portugal)
Jadi apa yang disampaikan oleh Prabowo, tidaklah tepat. Saya tidak melihat urgensinya kenapa kita harus mengimpor guru dari luar negeri, manakala kemampuan guru-guru kita tidak kalah kualitasnya dengan negara lain. Di sini saya merasa bahwa Prabowo itu sebenarnya tidak menguasai masalah tapi asal cuap, karena permasalahan dunia pendidikan kita bukan hanya satu atau dua hal saja.
Fakta bahwa kesejahteraan guru perlu ditingkatkan, saya setuju sekali. Apalagi banyak guru-guru honorer baik yang bekerja di daerah perkotaan maupun jauh di daerah-daerah terpencil, penghasilannya sama sekali tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
Sering kita dengar, baca berita atau bahkan jumpai guru yang harus bekerja sambilan, apakah itu menjadi guru les, ngojek, jadi satpam, ada juga yang menjadi pengumpul barang bekas hanya untuk mendapatkan penghasilan tambahan, karena penghasilan utamanya tidak mencukupi.
Mereka-mereka inilah yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Namun bukan berarti dengan hanya meningkatkan kesejahteraan guru atau mengimpor guru dari luar negeri, lantas pekerjaan pemerintah sudah selesai. Ada tujuan besar yang ingin dicapai oleh pemerintahan Jokowi.
Coba kita perhatikan apa yang disampaikan oleh Jokowi terkait pendidikan yang akan dilaksanakan olehnya tahun 2019 mendatang.
“Untuk guru-guru saya lihat juga sudah dimulai. Tapi sekali lagi ini memerlukan sebuah perombakan besar dan kita minta mulai tahun depan betul-betul dilakukan besar-besaran,” kata Jokowi dalam rapat terbatas di Istana Bogor, Rabu 21 November 2018.
Jokowi berpendapat kualitas SDM dapat ditingkatkan melalui perbaikan sistem pendidikan dan revitalisasi pendidikan vokasi yang disesuaikan dengan kebutuhan industri dan perkembangan teknologi.
Kenapa harus disesuaikan dengan industri dan perkembangan teknologi? Nah kalau soal ini erat kaitannya dengan Revolusi Industri 4.0. Dimana Presiden Joko Widodo menaruh harapan yang besar pada Roadmap Revolusi Industri 4.0 agar dapat menjadikan ekonomi Indonesia menjadi 10 terbesar di dunia pada 2030.
Jokowi menginginkan agar bangsa Indonesia bukan hanya menjadi bangsa pengguna, tapi juga mampu menghasilkan produk-produk cerdas berteknologi tinggi tersebut. Apalagi bila dikaitkan dengan prediksi tahun 2025, bahwa ekonomi digital diperkirakan mampu berkonstribusi menghasilkan 2.000 triliun rupiah untuk Indonesia per tahunnya. Sebuah angka yang luar biasa bukan?
Untuk mencapai angka luar biasa itu tentu diperlukan tindakan yang luar biasa juga. Dimana yang dirombak mencakup keseluruhannya, mulai dari meningkatkan kesejahteraan guru hingga sertifikasi dan pelatihan guna meningkatkan kemampuan tenaga pengajar, merubah tata cara belajar, termasuk melakukan evaluasi mendalam terhadap mata pelajaran yang diajarkan serta jam belajar. Perubahan menyeluruh itulah yang diharapkan dapat mencetak murid-murid yang berkualitas dan siap berkompetisi menghadapi persaingan global.
Dan bila terlaksana, ini merupakan sebuah lompatan jauh ke depan yang akan merubah wajah dunia pendidikan Indonesia secara fundamental pada masa yang akan datang.
Di sinilah saya melihat perbedaan mendasar dari cara pandang pasangan Prabosan dengan Jokowi. Saat pasangan Prabosan masih melihat dari satu dua sisi saja seperti soal meningkatkan kesejahteraan guru atau mau impor guru dari luar negeri. Jokowi sudah berpikir bagaimana merombak sistem pendidikan secara global, bukan cuma satu dua unsur terkait kesejahteraan maupun kualitas si pengajar saja namun mencakup keseluruhan.
Visi dan misi yang ingin direalisasikannya sudah menjangkau jauh ke depan dengan menyiapkan para generasi muda yang memiliki keterampilan tinggi dan siap menghadapi tantangan ekonomi global melalui Roadmap Revolusi Industri 4.0.
Selamat Hari Guru 2018