Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional secara bertahap, terencana dan terukur sesuai amanat UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB XVI Bagian Kedua Pasal 60 tentang Akreditasi, Pemerintah melakukan akreditasi untuk menilai kelayakan program dan/atau satuan pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah telah menetapkan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) dengan Peraturan Mendiknas Nomor 29 Tahun 2005. BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Dalam melaksanakan akreditasi sekolah/ madrasah, BAN-S/M dibantu oleh Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) yang dibentuk oleh Gubernur, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, khususnya Pasal 87 ayat (2).
Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) sendiri menetapkan tagline: Akreditasi Bermutu untuk Pendidikan Bermutu. Tagline tersebut dimaksudkan untuk memperkuat dan mengaktualisasikan moto BAN-S/M: profesional, tepercaya, dan terbuka.
Pengertian akreditasi sendiri dapat disimpulkan sebagai suatu proses pengambilan data di lapangan dalam hal ini di sekolah yang meliputi pengamatan secara langsung dan disinkronkan dengan dokumen-dokumen yang telah disiapkan sekolah. Penilaian yang dilakukan pun tanpa manipulasi dan kridibel karena di lakukan oleh professional dalam hal ini asesor.
Hal-hal yang menjadi ruang lingkup sekolah yang harus diakreditasi mencakup 8 standard mutu :
- Standar Isi
- Standar Proses
- Standar Kelulusan
- Standar Pendidik dan tenaga kependidikan
- StandarStandar sarana dan prasarana
- Standar pengelolaan
- Standar Pembiayaan
- Standar Penilaian
Anehnya, di Yogyakarta, kota yang dikenal dengan sebutan kota pendidikan, ada satu sekolah bertaraf internasional yang meliburkan siswanya selama seminggu dengan alasan sekolah sedang menerima kunjungan dari pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait akreditasi sekolah. Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh pihak Pengelola sekolah, hari pertama untuk tahun ajaran 2018-2019 seharusnya tanggal 19 Agustus 2019. Namun karena adanya kunjungan dari Kementerian Pendidikan dan kebudayaan untuk masalah akreditasi, maka pihak sekolah memundurkan hari pertama sekolah menjadi tanggal 24 Agustus 2019.
Kok bisa Kementerian meminta sekolah meliburkan siswanya selama seminggu hanya karena mereka mau mengunjungi sekolah? Apalagi kemudian informasi disampaikan kepada pihak orangtua dan wali siswa pada tanggal 18 Agustus 2019, atau sehari sebelum hari pertama tahun ajaran 2018-2019 dimulai.
Padahal, jika kita menilik pentingnya sebuah kunjungan dari pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, apalagi untuk sebuah Satuan Pendidikan Kerjasama atau SPK, agenda seperti ini biasanya diketahui jauh-jauh hari sebelumnya dan biasanya pihak Kementerian yang akan menyesuaikan dengan jadwal sekolah, agar tidak mengganggu proses belajar mengajar di sekolah.
Bahkan untuk proses akreditasi yang dialasankan pihak sekolah, justru biasanya kunjungan itu dilakukan saat sekolah melakukan proses belajar mengajar, agar proses peng-sinkronisasia-n antara laporan yang disiapkan oleh pihak sekolah dapat terlihat dan dilakukan secara langsung di lapangannya.
Disamping itu, di jaman digital seperti sekarang ini, proses pendaftaran Akreditasi sudah dapat dilakukan secara online.
Yang menjadi pertanyaan besar adalah, mengapa sekolah bertaraf internasional tersebut harus sampai memundurkan hari pertama tahun ajaran 2019-2020? Mengapa informasi mundurnya hari pertama sekolah baru disampaikan sehari sebelumnya? Apakah pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan benar-benar meminta pihak sekolah untuk meliburkan siswanya? Mengapa pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang melalukan kunjungan dan bukan pihak Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah?
Seluruh sekolah di Indonesia, kecuali dalam keadaan terjadinya bencana alam, memiliki jadwal kegiatan atau acara yang sudah ditentukan pada kalender kegiatan tahunannya. Selain itu, meliburkan 1 hari saja biasanya menjadi satu kesulitan jika sekolah harus menghitung antara jam efektif belajar yang harus dipenuhi, lalu disingkronkan dengan jumlah materi yang harus diberikan.
Menginformasikan libur tambahan sekolah selama 1 minggu secara mendadak di akhir masa liburan, bisa menjadi fakta bahwa pengelolaan sekolah tersebut sangat tidak profesional disamping kurangnya menghargai para orangtua siswa. Selain sangat janggal juga pasti telah membuat para orangtua siswa mendadak harus mengatur jadwal mereka karena tiba-tiba anak-anak mereka, yang harusnya mulai bersekolah, sekarang masih harus tinggal di rumah, selama seminggu pula…
Lalu adakah komentar dari pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas kejadian seperti diuraikan di atas? Apa tanggungjawab pihak pemerintah untuk dunia pendidikan di Indonesia jika mendapati kejadian seperti ini? Atau dianggap sudah biasa karena banyaknya sekolah-sekolah yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang tetapi diberikan ijin operasionalnya?
Sekarang kita bisa paham, mengapa pendidikan di Indonesia sulit untuk ditingkatkan….