Pangkalpinang, Kemendikbud – Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) 2018 tingkat SD, SMP dan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) di Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah bergulir. Sebanyak 306 siswa-siswi berkebutuhan khusus yang berkompetisi pada jenjang PKLK menampilkan kemampuan terbaiknya pada cabang lomba menyanyi solo, menari, desain grafis, pantomim, melukis, dan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), mulai 26 Agustus hingga 1 September 2018.
Di antara siswa-siswi tersebut terdapat peserta lomba menyanyi solo jenjang Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) termuda asal Kalimantan Timur, Salma Atqiya, dan pelukis remaja berprestasi, Ni Wayan Ary Ryandani, wakil provinsi Bali pada lomba melukis jenjang Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB).
Meskipun tidak dapat melihat atau tunanetra dan menjadi peserta dengan usia termuda, yaitu tujuh tahun, Salma memiliki kepercayaan diri yang tinggi saat tampil menyanyi di depan juri dan peserta lainnya. Saat diwawancarai, Salma yang ingin selalu digandeng oleh sang ibunda, Khaerunisa, menunjukkan kebanggaannya dapat mewakili Kalimantan Timur. “Wow, banyak yang tepuk tangan, dengan mic suaranya kayak (lebih) bagus,” ungkap Salma.
Salma Atqiya berhasil mewakili Kalimantan Timur setelah menjadi juara I seleksi tingkat provinsi, dan tahun ini merupakan tahun kedua keikutsertaan Salma di tingkat nasional setelah tahun lalu juga berhasil mewakili Kalimantan Timur di ajang serupa, yang diselenggarakan di Surabaya, Jawa Timur. Meskipun ketika itu Salma tidak berhasil meraih juara, namun pengalaman tersebut justru memacu Salma untuk bernyanyi lebih baik lagi.
Sang ibunda pun mendukung penuh kecintaan anaknya terhadap dunia tarik suara. “Begitu tahu tahu ada talenta, mau tidak mau mendukung. Saya carikan pelatih, pelatih datang ke rumah, karena tidak semua kan mengerti psikologi anak seperti ini,” tutur Khaerunisa. Perkembangan karakter yang berarti dirasakan oleh sang ibunda sejak Salma dilatih menyanyi secara khusus, ”Alhamdulillah, sekarang sudah mulai mandiri, sama orang sudah mulai mau kenal,” lanjut ibunda Salma.
Seperti halnya Salma, Ni Wayan Ary Ryandani, atau biasa dipanggil Ryan, juga hadir di Pangkalpinang dengan didampingi oleh sang ibunda. Selain itu, Ia juga didampingi oleh guru sekolahnya di SLB Negeri 1 Bangli, Bali. Ryan memiliki talenta melukis dan sudah sering mengikuti kompetisi, meskipun memiliki keterbatasan tidak dapat mendengar, atau tunarungu.
Ryan yang pada saat lomba melukis Barong dan Rangda, atau yang oleh masyarakat Bali disebut dengan Rwa Bhineda atau konsep keseimbangan antara baik dan buruk, memiliki keunggulan pada detail dan kekuatan warna pada lukisannya. Waktu melukis yang diberikan panitia, yaitu mulai pukul 08.00 WIB hingga 17.30 WIB rupanya belum cukup bagi Ryan. Namun, para peserta memang tidak perlu khawatir karena dapat melanjutkan lukisannya keesokan hari.
Pendampingan guru dan orangtua memiliki peran besar dalam meningkatkan kepercayaan diri Ryan. Meskipun memiliki keraguan akan menjadi juara karena melihat kemampuan teman-teman lainnya, namun sang guru tetap menanamkan keyakinan pada diri Ryan. Selain itu, walaupun dalam suasana kompetisi, hal tersebut juga tidak menghalangi Ryan untuk berkawan dengan peserta lainnya. Dengan dibantu sang guru, Ryan menjelaskan bahwa Ia dengan mudah menjalin persahabatan dengan peserta dengan kebutuhan khusus lainnya, bahkan Ia masih bersahabat dengan peserta lomba lukis yang Ia temui di Manado dua tahun yang lalu. (Prani Pramudita)