Indovoices.com- Batik yang selama ini sering kita jumpai, kebanyakan berupa motif atau corak tertentu yang belum tentu mengandung pesan. Namun di tangan kreatif Tatang Elmy Wibowo (43), batik merupakan media untuk mengajak masyarakat mencintai dan melestarikan lingkungan.
Pria asal Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta ini selalu mengusung tema-tema kelestarian lingkungan atau kritik-kritik terhadap tindakan perusakan lingkungan pada batik hasil karyanya. Sejalan dengan tema-tema yang ia angkat, Tatang juga mengeksplorasi alam sekitarnya sebagai bahan pewarna batik.
Pewarna alam dan tema lingkungan yang ia tuangkan dalam karya-karyanya merupakan kekuatan batik Tatang. Hingga kini, karya-karyanya banyak diminati wisatawan asing dari berbagai penjuru dunia. Karya-karya batiknya tersebut ia pajang di geleri batik yang ia beri nama Leksha Ganesha Gallery di Dusun Tembi, Desa Timbulharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul.
Tatang mendapatkan ide ini dari kecintaannya membatik. Terlahir dari keluarga yang berlatar belakang pembatik membuat Tatang semakin tergerak untuk mengeluti usaha batik miliknya. Ayah Tatang, Ibnu Sudiro, dulunya juga seorang pembatik.
“Pertama kali saya belajar membatik tahun 2008, tapi sejak kecil saya biasa melihat ayah saya membatik,” kata Tatang bercerita tentang awal menggeluti seni batik. Meskipun terlahir dari keluarga pembatik, ia perlu belajar serius untuk menguasai teknik membatik. Membatik menurutnya bukan merupakan keahlian turun menurun, namun ilmu yang dikuasai melalui proses belajar.
Proses pembuatan batik di Leksha Ganesha Gallery masih mempertahankan teknik membatik tradisional. “Pembuatannya masih tradisional, kita masih mempertahankan teknik celup dengan pewarna alam. jadi prosesnya tradisional namun jenis batik kita kontemporer atau modern,” kata pria yang pernah bekerja di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) tersebut.
Meskipun saat ini terjun dan menggeluti bisnis kain batik, namun keuntungan finansial bukan sesuatu yang menjadi tujuan utama. Kain batik berisi corak lukisan itu dijualnya untuk kepentingan bisnis dan sebagian uangnya ia sisihkan untuk pendanaan aktivis lingkungan di berbagai daerah.
“Saya selalu punya mimpi agar para aktivis lingkungan tidak bergantung pada pendanaan dari pendonor, agar tetap mandiri dan bebas dari kepentingan pendonor,” tutur pria yang juga menggemari sepak bola tersebut. Tatang juga aktif dalam kegiatan-kegiatan kampanye pelestarian alam melalui berbagai aktivitas di luar membatik.
Tatang juga sosok yang tidak pelit terhadap keahlian yang ia kuasai. Ia dengan senang hati membagikan teknik membatik kepada tamu-tamu yang datang ke galeri batiknya. Galeri batiknya di kawasan pedesaan yang asri tersebut tidak hanya tempat memajang hasil karyanya, namun juga tempat belajar, berdiskusi, dan berbagai aktivitas sosial lainnya.
Menjawab pertanyaan sampai kapan ia akan terus membatik, Tatang mengatakan akan terus menggeluti batik dan kampanye pelestarian lingkungan. “Sampai kapan akan terus membatik? Sampai masih ditakdirkan membatik,” jawabnya sambil tertawa. (kemendikbud)