Seperti itu saya memandang seorang Felix Siauw. Sebelumnya saya tidak peduli siapa dia. Pernah satu kali melihat dia berceramah di televisi, dan kala itu pikiran saya berkata, “Wah keren juga nih, ada mualaf etnis Tionghoa muda yang moderat!” Awalnya saya pikir dia moderat. Karena sejauh yang saya kenal, hampir semua teman-teman etnis Tionghoa selalu mempunyai cara pikir dua langkah lebih depan kalau dibanding teman lain. Terutama kalau kami bicara atau diskusi tentang usaha dan management.
Saya Mulai mengenal budaya Tionghoa sejak umur saya 22. Waktu itu saya bekerja di perusahaan milik Tionghoa. Dan selama bekerja banyak hal yang saya pahami, terutama karakter dan budaya mereka. Sampai saya pernah bilang, “Orang cina itu kalau sudah percaya, mereka pasti tutup mata” atau saya juga bilang, “Deal dengan org cina itu, jangankan pake kertas bagus, pake kertas bekas bungkus bawangpun, pasti mereka tepati!”. Tapi lagi-lagi tidak semua orang etnis cina seperti itu.
Intinya, semua orang etnis tionghoa yang saya kenal, mereka adalah orang-orang yang committed dan selama berteman baik dengan mereka pun, tak pernah sekalipun, kita saling mengganggu agama atau keyakinan masing-masing.
Kembali ke Felix Shiaw, saya pikir umurnya sudah lumayan dewasa, ternyata januari 2018, umurnya baru akan menginjak 34 tahun. Wah, masih muda banget?? Iya mudahlah kalau saya membandingkan dengan umur saya yang hampir kepala lima. Dan selama pengalaman saya menjadi pemerhati perilaku manusia, rata-rata laki-laki diumuran 30an, kondisi kejiwaannya sangat berapi-api dan seolah mereka penakluk dunia. Atau kata prokemnya laki-laki diumuran 30an itu kebanyaknya sotoy alias sok tahu. Sah kok dan boleh punya sikap sok tahu. Apalagi saya selalu bilang, “Kalau pada umur 40 seseorang masih mengais-ngais, maka mengais-ngaislah dia sampai tua dan hanya mukjizat yang bisa merubah nasib dia. Jadi, berusahalah untuk sukses sebelum umur 40, insya Allah kedepannya kalian akan sukses juga!”
Tapi, banyak juga orang muda dengan umur 30an yang matang, mapan dan dalam secara pemikiran, hanya nemunya sangat susah. Kalau ditemukanpun, dia akan menjadi orang yang sangat istimewa. Saya mengenal beberapa pribadi-pribadi muda dengan pemikiran yang dalam, mapan dan matang.
Begitu pula cara saya melihat Felix Siauw. Saya akui dia cerdas untuk melihat celah atau kesempatan untuk maju. Samalah seperti kebanyak keturuan Tinghoa yang sukses sekarang di usaha mereka. Itu karena mereka punya kejelian dan instinct yang kuat dalam dunia usaha. Coba saja kalian lihat di acara ILC kemaren! Felix Siauw tampil memaukau! Tapi kalau kita melihat cara dia mengupas tentang nasionalisme, seperti yang dia unggah di situsnya dengan judul “Talak Tiga Nasionalisme Now!. Sangat sangat mentah sekali!
Sebagai keturunan Tionghoa, tidak ada yang istimewa dari seorang Felix Siauw. Begitu banyak ustad muda di Indonesia yang umurnya berkisar tidak jauh dari umurnya dia dan semua memiliki kualitas kedalaman mengkaji Al Quran dan Hadist yang juga hampir sama. Yang sedikit berbeda dari para ulama muda hanya cara “menyampaikan” saja, Seperti misalnya Ustad Maulana yang terkenal dengan “Jama’ah oh Jama’aaaah…” dan suka melakukan gerakan-gerakan lucu. Tapi kalau saya bandingkan cara Ustad Maulana dan Felix Siauw dalam mengupas satu masalah, Ustad Maulana masih jauh lebih dalam. Mungkin disini, umur yang bicara, Ustad Maulana berumur hampir 10 tahun lebih tua dari Felix Siauw.
Apalagi kalau dibandingkan dengan Ustad-Ustad senior dengan gelar profesor dan lain sebagainya, jauhlah. Dan saya dengar Felix Siauw menolak waktu diundang oleh Profesor Nadirsyah Hosen. Tapi di acara ILC kemaren semua orang bilang “Felix Siauw diatas angin debat melawan NU!” Padahal yang dia debat adalah Abu Janda seorang pegiat sosial yang nyata-nyata bilang bahwa dirinya tidak mewakili NU.