Indovoices.com- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyampaikan paparan dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/9/2019). Rapat tersebut membahas Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKAKL) Tahun 2020, program usulan yang didanai DAK dan penyerahan rekomendasi Panja Pendidik dan Tenaga Kependidikan Komisi X DPR
Data Kemendikbud pada 2019 menyebutkan bahwa hanya ada 28% sekolah yang bermutu baik. Itu termasuk, SD, SMP, SMA, dan SMK yang akreditasi A & B. Bukan cuma persoalan persentase, nyatanya sekolah-sekolah bermutu baik itupun terkonsentrasi di kawasan perkotaan.
UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara tegas mengamanatkan bahwa sebuah sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan. Hal itu, seperti dituliskan dalam beleid itu, demi menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Lantaran itulah, perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Tak heran jika kemudian, tepatnya sehari sebelum peringkatan kemerdekaan RI, dua tahun silam, Mendikbud Muhadjir Effendy lantang berkata, “Target kita bukan sekadar pemerataan akses, tetapi akses yang berkualitas.”
Akses yang berkualitas memang menjadi masalah tersendiri bagi pendidikan di negeri ini. Selain rendahnya persentase sekolah bermutu baik, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI juga mencatat bahwa nyatanya sekolah dengan mutu baik itu hanya terdapat di perkotaan.
Bicara infrastruktur, jika dikaitkan dengan hal ini, maka Kemendikbud juga menemukan bahwa kondisi infrastruktur sekolah belum sepenuhnya baik, masih terdapat sekolah yang mengalami rusak berat. Besar kemungkinan, hal-hal itulah yang turut mempengaruhi mutu pendidikan nasional.
Sehingga dari data yang ada diketahui, hasil belajar siswa Indonesia–seperti ditunjukkan oleh hasil PISA, TIMMS, UN, dan AKSI–masih kurang. Bahkan, disebutkan, tidak ada peningkatan mutu pendidikan yang signifikan dalam 10 tahun terakhir.
Data dari kementerian terkait juga tampak bahwa sebanyak 12,2 persen dari sekolah yang ada di tanah air belum memiliki akreditasi. Sebanyak 8.167 SMA/SMK atau setara 29,2% merupakan sekolah kecil dengan jumlah siswa kurang dari 100 orang dan memiliki berkualitas rendah.
Rendahnya kualitas pendidikan, tentunya memiliki korelasi erat dengan kemampuan, keahlian, dan daya saing sumber manusia yang dihasilkan. Sebagaimana diketahui, saat ini ada sebanyak 3.581 sekolah kejuruan negeri tingkat lanjut (SMK) dan ada sebanyak 10.576 SMK swasta.
Dari puluhan ribu SMK swasta itu, yang setara 75 persen dari total SMK yang ada di tanah air, nyatanya 60 persen di antaranya merupakan sekolah kecil dengan jumlah siswa kurang dari 200 orang. (jpp)