Indovoices.com -Di awal bulan Juli 2019 ada 6 orang siswa SMP dari kawasan Danau Toba mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN) di Yogyakarta. Mereka adalah Nico Marpaung, Armansyah Marpaung keduanya dari Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) untuk bidang IPA dan Darius Purba dari Kabupaten Karo. Sophia Samosir, Fransisko Sitanggang dan Amando Nehe mewakili bidang IPS. Shopia Samosir dari Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Fransisco Sitanggang dari Kabupaten Samosir dan Amando Nehe dari Kabupaten Asahan.
Sebagai informasi tambahan, Kabupaten yang lulus SD dan SMP ke tingkat Nasional hanyalah Tobasa dan Kota Siantar. Yayasan Bonapasogit mewakili SD dan SMP. Humbang Hasundutan, Simalungun, Dairi, Pakpak Dairi tidak ada yang lulus ke tingkat nasional. Di tingkat SD ada dari Dairi.
Tahun ini, anak-anak dari Sumatera Utara SD dan SMP hanya mendapat medali perak. Diwakili SMP Sutomo Medan. Tahun lalu, dari Tobasa SD dan SMP mendapat medali perunggu. Yoel dari SD YBS Tobasa lolos sampai ke tingkat internasional. Di tingkat Nasional Yoel lebih unggul dari SD Sutomo dan SD St Yosef Dairi di bidang Matematika. Yoel tidak berangkat ke Afrika karena alasan umur terlalu muda.
Mengapa anak-anak kawasan Danau Toba tidak mendapat medali tahun ini
Apakah mereka tidak cerdas?.
Padahal para pelatih merupakan lulusan Ph.D yang diundang oleh PT. Inalum mengungkapkan siswa yang mereka latih sangat smart.
Lalu, mengapa?
Kegagalan di bidang IPA yang diwakili oleh Nico Marpaung, Armansyah Marpaung dan Darius Purba karena sama sekali tidak pernah belajar kimia. Di ruang kelas maupun di pelatihan. Nilai Biologi dan Fisika yang bagus tidak cukup menutupi untuk praktik kimia. Sama sekali tidak pernah mendengar hal itu, ujar Nico, Armansyah dan Darius. Keinginan untuk meraih medali emas pun, gagal. Namun tidak apa-apa. Proses perjuangan adik-adik sudah oke. Daya juang kalian sudah luar biasa. Kegagalan ini bukan kesalahan adik-adik.
Bagaimana dengan IPS?.
Mengapa gagal?.
Tri Widiarto Ph.D yang diundang PT. Inalum yang merupakan pelatih mereka juga mengatakan, mereka sangat hebat. Hanya saja , analisis sosialnya kurang tajam dikarenakan terbiasa menghafal materi pelajaran. Untuk pemahaman materi hampir 100% bisa, mereka disuruh menganilis persoalan sosial.
Seperti yang di tuturkan oleh Tri Widiarto, Ph.D dan diiyakan Sophia Samosir yang ayahnya latar belakang sarjana sosiologi, kandidat doktor Sosiologi dari Universitas Sains Malaysia itu. Fransisko Sitanggang yang dari Samosir SMPN Palipi itu 100 % menghafal buku setebal bantal yang ditulis pak Tri. Tetapi untuk menganalisis sosialnya kurang tajam. Junior satu sekolahnya di Samosir yang akan ikut tahun depan jauh lebih tajam, ujarnya. Demikian juga Amando Nehe, analisis sosialnya perlu dipertajam.
Lalu, apa kendala lain??. Melihat hal tersebut adik-adik itu memikul beban yang terlalu berat, sehingga saya berusaha untuk menghibur mereka, dengan humor dan hal-hal yang lucu lainnya.
Mengapa mereka terbebani ?
Mereka terbeban karena tujuan mereka hanya fokus untuk memperoleh medali saja. Padahal, olimpiade itu tujuannya untuk merangsang minat sehingga terpacu untuk belajar Matematika dan sains. Dan kelak, ilmu matematika dan sains bisa menjawab persoalan masyarakat. Sedangkan Olimpiade itu bertujuan mencari yang siapa yang terbaik untuk bidang matematika dan sains. Seharusnya pemahan ini sudah ditanamkan guru kepada siswa-siswinya.
Wilayah Danau Toba adalah wilayah anak-anak kita belajar Matematika dan sains. Mereka bebas memandang keindahan alam sekitarnya sebagai sumber ilmu pengetahuan. Karena itu, anak-anak kawasan Danau Toba sejatinya anak-anak terbaik di bidang sains. Untuk mewujudkannya, orang tua dan guru harus sepenuhnya mensupport anak-anak di kawasan Danau Toba. Sehingga jika hal ini bisa terwujudkan dengan komitmen dan konsistensi, niscaya dengan penuh harapan tahun depan anak-anak kawasan Danau Toba meraih prestasi tertinggi. (gurgurmanurung)
#gurmanpunyacerita