Di Penghujung tahun 2017 kemarin, tepatnya dalam kegiatan Grebek Sampah yang digelar oleh Lingkungan Hidup DKI Jakarta di Kali Tegal Amba, Kelurahan Pondok Bambu, Jakarta Timur hari Sabtu, tanggal 30 Desember 2017 , tiba-tiba keesokan harinya jagat raya dihebohkan dengan foto aksi Gubernur Jakarta 2017-2022 yang sedang mengeruk lumpur kali dengan menggunakan tangan.
Seperti biasa ada pro dan kontra dengan aksi tersebut.
Memanglah namanya masyarakat tidak akan pernah puas dengan apa yang dilakukan Gubernur, mau itu Gubernur baru atau Gubernur-gubernur lama sekalipun. Selalu ada aja yang mengkritik dan sebaliknya ada juga yang memuji setinggi langgit. Haizz….
Ngomong-ngomong, saya juga termasuk di antara yang tidak puas dengan itu, saya yang seharusnya bersyukur memiliki Gubernur yang turun tangan ke lapangan langsung untuk bekerja, ternyata malah mengkritiknya habis-habisan, ada beberapa teman-teman lain juga yang begitu, tidak hanya saya saja. hahahaha….
Ada yang bilang kami-kami ini belum move on, tapi whatever-lah kata mereka. sebab-sebab kami ini memang sudah memiliki standard yang tinggi tentang ciri seorang pemimpin, standard yang terbentuk begitu saja dalam pikiran setiap kami saat Jakarta dipimpin oleh Jokowi-Ahok-Djarot.
Salah satu standardnya adalah pemimpin dalam hal ini Gubernur adalah sebagai pencari solusi cepat untuk penanganan sebuah masalah. Artinya apa? Pemimpin boleh saja turun ke lapangan secara langsung untuk melihat keadaan atau permasalahan supaya bisa menemukan solusi. Pemimpin juga harus bisa menjadi teladan bagi bawahan, bahkan bawahan terbawah sekalipun.
Misalkan saja, Jokowi yang dulu masuk gorong-gorong atau Ahok yang dulu muncul saat banjir, Apakah mereka turun tangan angkat lumpur dari dalam gorong-gorong? Tidak kan? Mereka datang atau masuk gorong-gorong hanya untuk memastikan apa yang membuat aliran air terhambat, dengan demikian bisa ditemukan solusi yang cepat untuk mencari solusi yaitu membentuk pasukan orange, pasukan biru serta menambah alat pendukungnya seperti sekop, sarung tangan, alat berat dan alat-alat lain yang bisa membantu mereka.
Jadi, sebagai pemimpin ya tidak harus menjadi “alat”.
Mungkin ada yang bertanya apakah salah ketika pemimpin turun tangan mengeruk lumpur?
Jelas tidak salah, sah-sah saja selama memang tidak ada kerjaan atau permasalahan lain. Yang salah di sini adalah kurang-cerdasnya dan tidak menjadi teladannya si Anies dalam mengerjakan itu.
Pak Anies sebagai Gubernur, pemimpin seharusnya mengajarkan yang positif, mengajarkan hal yang benar, mengajarkan cara cepat melakukan sesuatu kepada bawahan dalam hal itu pasukan oranye yang ada di situ. Bukan malah memberikan contoh buruk.
Satu kesalahan fatalnya justru di hal yang paling sederhana, yaitu memakai sarung tangan. Saya tidak tahu apakah di lokasi memang ada sarung tangan atau memang tidak ada, karena saya melihat pasukan oranye di sana juga semua tidak menggunakannya.
Namun, yang jelas itu tidak menjadi alasan bagi seorang Gubernur untuk mengabaikannya, kalau memang tidak disediakan ya suruh ajudan cari dan beli termasuk untuk memberikan kepada semua pasukan yang ada di sana, kan ada Dana Operasional Gubernur yang ber Mily-milyar toh yang ngangur?
Kesalahan lainnya adalah menggunakan tangan, tidak mengajar bawahan untuk bekerja cepat. Berhubungan karena lumpur dalam kali sudah dangkal, maka tidak bisa menggunakan alat berat, tapi seharusnya bisa menggunakan alat ringan lain seperti sekop, bukan tangan kosong tanpa sarung tangan. Nanti kalau gatal-gatal kan repot apalagi yang sudah terbiasa memegang buku bukan lumpur.
Orang-orang bisa aja beralasan kalau sekopnya kurang, yahh kalau kurang ya suruh ajudan cari dan beli pakai Dana Operasional. Kan banyak toh?
Saya pribadi tidak menganggap ini sebagai pencitraan, ini hanya karena mungkin Pak Anies terlalu semangat dalam melakukan hal itu. Mungkin saja masa kecilnya lebih fokus ke buku pelajaran dan tidak pernah melakukan hal-hal demikian. Karena dari foto dan video yang beredar terlihat memang Pak Anies sangat semangat dan bahagia melakukannya, tidak dibuat-buat hanya untuk sekedar mencari sensasi.
Mungkin juga Pak Anies capek dengan permasalahan yang ada di Jakarta. 5 hari menangangi masalah Jakarta yang rumit terutama kebijakan Tanah Abang yang melanggar UU yang jadi bumerang baginya membuat Pak Anies lelah, sehingga berusaha mencari hal-hal ringan yang belum pernah Beliau lakukan untuk dilakukan.
Sekali lagi itu tidak salah, hanya caranya saja yang kurang tepat dan kurang cerdas serta kurang memberikan contoh bagi bawahannya.
Semoga kelak Beliau bisa memperbaiki untuk melakukannya lebih baik lagi.
Ok lah Sekian..
Hans Steve