Indovoices.com – Hasil rekapitulasi data bencana Indonesia tahun 2019 yang dihimpun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan (Pusdatinkom) menunjukkan bahwa tren peristiwa bencana mengalami peningkatan akan tetapi jumlah korban dan kerugian menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
Demikian disampaikan Kepala Pusdatinkom Agus Wibowo pada Konferensi Pers “Refleksi Kejadian Bencana Tahun 2019 dan Potensi Ancaman Bencana di Tahun 2020” yang dihelat di ruang serbaguna Dr. Sutopo Purwo Nugroho gedung Graha BNPB, Jakarta, Senin (30/12/2019). “Bencananya naik, tapi korban jiwa menurun,” kata Agus.
Selama kurun waktu tahun 2019 BNPB mencatat sebanyak 3.768 kejadian bencana dan didominasi oleh bencana banjir, longsor dan puting beliung dengan presentase 99% bencana hindrometereologi dan 1% geologi. Dari angka tersebut BNPB mencatat dampak korban jiwa akibat bencana sebanyak 478 korban meninggal dunia, 109 hilang, 6,1 juta jiwa mengungsi dan 3.419 luka-luka.
Sedangkan data kerusakan tercatat 73.427 rumah rusak yang terdiri dari 15.765 rumah rusak berat, 14.548 rusak sedang dan 43.114 rusak ringan. Kemudian fasilitas rusak tercatat 2.017 meliputi 1.121 fasilitas pendidikan rusak, 684 fasilitas peribadatan rusak, 212 fasilitas kesehatan rusak, 274 kantor rusak dan 442 jembatan rusak.
Dari seluruh rangkaian peristiwa bencana selama 2019 tersebut, BNPB telah menyalurkan Dana Siap Pakai (DSP) senilai 6,7 triliyun rupiah.
Prakiraan Potensi Bencana
Melihat dari proyeksi perkiraan bencana pada 2020 dari berbagai sumber Kementerian/Lembaga serta para pakar, tren yang harus diwaspadai adalah jenis bencana geologi seperti gempa bumi yang disusul tsunami dan jenis bencana vulkanologi seperti erupsi gunung api.
“Potensi bencana yang perlu diwaspadai untuk tahun depan (2020) adalah bencana geologi seperti gempa yang disusul tsunami lalu bencana vulkanologi,” terang Agus.
Apa yang disampaikan Kapusdatinkom tersebut sesuai dengan data prakiraan potensi bencana dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang menyebutkan ada enam titik zona potensi aktif berdasar seismisitas 2019 yang meliputi Nias, Lombok-Sumba, Ambon, Banda dan Mamberamo.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menghimbau agar daerah yang berpotensi memiliki kerawanan tingkat tinggi tersebut agar selalu waspada dan meningkatkan kapasitas, baik dari pemerintah daerah hingga masyarakatnya. Sebagai pedoman dan pengingat yang baik kepada masyarakat, Kepala BMKG meminta agar segala informasi peringatan dini yang dirilis oleh BMKG agar dijadikan sebagai perhitungan kedepannya untuk selalu meningkatkan kesiapsiagaan.
“Kami mengimbau agar masyarakat dapat menjadikan informasi peringatan dini ini sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk kesiapsiagaan,” kata Dwikorita.
Di samping itu, Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan bahwa langkah yang diambil BNPB sebagai bentuk upaya pencegahan tetap menjadi hal yang utama dalam penanggulangan bencana. Hal itu sebagaimana yang sesuai dengan arahan dari Presiden RI Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana di Riau pada pertengahan bulan Juli 2019 yang mana pencegahan adalah hal yang mutlak dan harus dikerjakan.
Lebih lanjut, alumni Akademi Militer angkatan 1985 itu juga mengingatkan agar kesadaran kolektif antara pemerintah hingga masyarakatnya harus dapat berjalan beriringan. Pelibatan unsur alhi dan pakar serta fungsi peran kearifan lokal harus digunakan sebagai langkah untuk memberikan kesadaran dan pemahaman kepada masyarakat agar dapat diterapkan menjadi budaya yang baik.
“Menyadarkan masyarakat tidak bisa dilakukan pemerintah pusat saja. Perlu adanya campur tangan kearifan lokal yang ada di tengah masyarakat baik tokoh adat maupun tokoh agama. Karena urusan bencana adalah urusan bersama,” tutup Doni. (bnpb/jpp)