Indovoices.com – Pusat rehabilitasi Orang Utan pertama di Indonesia ada di Balai Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), tepatnya di Camp Leakey, Camp yang didirikan sejak tahun 1971 oleh Birute MF Galdikas seorang peneliti dari University of California, Los Angeles (UCLA) yang mengadakan penelitian tentang Orang Utan dengan dukungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) (d/h. Departemen Kehutanan). Saat ini camp tersebut juga berfungsi sebagai obyek wisata yang menyajikan pengalaman dan pengetahuan lengkap tentang spesies Orang Utan (Pongo pygmaeus) khususnya yang hidup di TNTP.
Keberadaan Camp Leakey di dalam TNTP, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah ini sejatinya sangat mendukung fungsi konservasi yang diamanatkan kepada KLHK, khususnya dalam konteks dukungan penelitian. Hasil-hasil penelitian dari Camp Leakey telah menghasilkan puluhan ilmuwan dan mahasiswa baik mahasiswa sarjana, pascasarjana maupun doktoral dari Indonesia maupun dari Amerika.
Berbagai hasil penelitian tersebut sebagian dapat dilihat di pusat informasi yang ada Camp Leakey. Pusat informasi tersebut akan membantu wisatawan untuk lebih mengetahui tentang Orang Utan, seperti tentang ciri morfologi Orang Utan berdasarkan usianya, bentuk kerangka Orang Utan, bentuk sarang, jenis-jenis makanan, serta silsilah Orang Utan yang pernah dilepasliarkan di Camp Leakey.
Secara keseluruhan, TNTP merupakan taman nasional yang wilayahnya 63,21% merupakan ekosistem gambut bahkan masuk sebagai salah satu Ramsar Site di Indonesia (lokasi perwujudan atas perjanjian internasional yang diikuti Indonesia untuk konservasi dan pemanfaatan lahan basah secara berkelanjutan). Karena ekosistem gambut tersebut, maka jalur transportasi yang paling utama adalah melalui sungai dengan menggunakan kapal klotok. Penggunaan klotok ditunjang dengan keindahan hutan rawa gambut yang terjaga disertai keberadaan Orang Utan yang merupakan spesies langka dan dilindungi sepertinya merupakan perpaduan yang menjadikan keunggulan TNTP untuk menarik wisatawan, terutama wisatawan mancanegara.
“Wisatawan saat ini sangat menyukai kealamian, di TNTP wisatawan bisa dapatkan itu, kita terus berusaha menjaga kealamian ini meskipun di sekitar TNTP secara tata ruang bukan kawasan lindung melainkan kawasan budidaya yang cenderung dimanfaatkan dengan cara membuka hutan,” ujar Helmi, Kepala Balai TNTP saat mendampingi rombongan Kunjungan Jurnalistik dan Kunjungan Tematik Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas) dari Biro Hubungan Masyarakat KLHK mengunjungi TNTP, Rabu (26/06/2019).
Helmi pun menyadari jika keberadaan TNTP harus mendapatkan dukungan yang penuh dari semua pihak. TNTP tidak dapat menjaga kelestarian alamnya sendiri. Dibutuhkan kerjasama yang baik dari semua stakeholder terutama di Kabupaten Kotawaringin Barat agar pengelolaan TNTP yang berkelanjutan yang selaras dengan upaya menjaga kelestarian alam dapat terwujud.
“Kalau hanya balai yang menjaga tidak akan bisa, seluruh stakeholder harus terlibat dan memiliki satu visi yang sama,” imbuh Helmi.
Helmi mencontohkan jika kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2014-2015 yang membakar sekitar 60.000 hektare kawasan TNTP menjadi ancaman yang sangat serius jika terulang. Rusaknya hutan alam gambut ditambah dengan matinya puluhan ekor Orang Utan sangat berdampak pada wisata alam di TNTP. Oleh karenanya seluruh stakeholder harus bisa bekerjasama dalam mengelola dan menjaga TNTP ke depan.
Selain itu, disamping melakukan perlindungan, Balai TNTP bersama stakeholeder terkait juga terus mengembangkan macam-macam kegiatan wisata di TNTP. Saat ini dikenal jenis wisata di TNTP, yaitu susur sungai dengan klotok, jalur trekking, menanam pohon, melihat demplot anggrek, demplot tanaman obat, camping ground, pantai pasir putih, penangkaran penyu, pelepasan tukik, susur mangrove, serta pemberian makan Orang Utan oleh petugas.
Atraksi memberi makan Orang Utan ini mendapat atensi yang tinggi dari wisatawan. Atraksi ini bisa dilihat di beberapa lokasi, yaitu di Tanjung Harapan, Pondok Tanggui dan Camp Leakey. Meskipun sejatinya Orang Utan adalah spesies yang hidup soliter dan cenderung menghindari kontak langsung dengan manusia, namun di TNTP atraksi pemberian makan Orang Utan yang bisa ditonton langsung oleh wisatawan. Bukan Orang Utan liar, melainkan Orang Utan yang pernah rehabilitasi (bekas peliharaan masyarakat) dan telah dilepasliarkan dan keturunannya yang menjadi aktor utama pada atraksi itu.
Keunggulan atraksi ini adalah wisatawan bisa melihat tingkah polah Orang Utan saat makan di habitat alaminya. Orang Utan itu beberapa memiliki nama seperti Teri, Uning, Cery, Kalabasus. Saat makan di habitatnya ini, perilaku berpindah-pindah dari satu pohon ke pohon lainnya, tingkah polah anak Orang Utan, hingga hadirnya sekumpulan babi hutan yang ikut makan saat pemberian makanan tersebut menjadi atraksi tersendiri yang membuat kagum para wisatawan. Atraksi ini ditonton oleh wisatawan dari bangku bangku kayu yang sengaja dibuat disekitar tempat pemberhentian makan tersebut. Konsep wisata alam ini ternyata sangat menarik perhatian wisatawan terutama wisatawan mancanegara.
Wisatawan Muda
Ke depan Balai TNTP semakin berupaya untuk meningkatkan minat wisatawan terutama segmen wisatawan muda ke TNTP. Dengan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kotawaringin Barat, Balai TNTP berupaya menyediakan infrastruktur jaringan internet masuk ke dalam kawasan TNTP.
“Dengan adanya sinyal internet minat wisatawan muda untuk datang ke TNTP semakin tinggi. Anak muda biasanya sangat aktif di sosial media, dengan jaringan internet yang bagus di TNTP wisatawan muda semakin mudah untuk upload aktivitasnya ketika berwisata ke TNTP,” ujar Helmi lagi.
Angka kunjungan wisatawan ke TNTP pertahun tergolong cukup tinggi dan terus meningkat setiap tahunnya, apalagi untuk wisatawanan mancanegara. Tahun 2018 data menunjukan bahwa total ada 29.283 orang wisatawan datang ke TNTP. Dari angka tersebut wisatawan mancanegara mencapai angka 18.834 orang, lebih tinggi dari wisatawan domestik yang hanya 10.449 orang. Dari kunjungan ini TNTP dapat menyumbangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kepada negara sebesar Rp7,77 miliar pada tahun 2018.
Keberadaan TNTP sebagai Pusat rehabilitasi Orang Utan pertama di Indonesia perlu disyukuri dan dijaga bersama. Inisiatif dari Birute MF Galdikas yang menginisiasi pentingnya menjaga Orang Utan dengan membangun Camp Leakey patut diapresiasi karena membuka mata dunia tentang keberadaan Orang Utan di Indonesia.
Pada akhir kunjungan lapangan Bakohumas tersebut, Direktur Informasi Politik Hukum dan Keamanan Kementerian Kominfo, Bambang Gunawan yang mewakili Ketua Bakohumas Pusat, menyampaikan ucapan, “terima kasih kepada KLHK atas undangan dan fasilitasi kunjungan lapangan Bakohumas ke TNTP, semoga koordinasi antara KLHK dan Kementerian Kominfo dapat terus terbina dan ditingkatkan di masa mendatang.”(lhk/jpp)