Hampir empat minggu Ramadhan berjalan, persiapan menyambut lebaran sudah dilakukan oleh hampir semua Muslim. Pusat-pusat pertokoan sudah gencar mempromosikan berbagai koleksinya dengan harga yang (katanya) murah, karena berbagai istilah diskon.
Lebaran akan menjadi titik akhir perjuangan para Muslim setelah sebulan berjuang menahan haus dan lapar di siang hari, dan beberapa larangan lain yang dapat membatalkan puasa.
Puasa sejatinya terdapat di hampir semua ajaran agama. Karena dengan berpuasa, manusia belajar menahan diri dari berbagai keinginan duniawi, dan belajar mengendalikan diri, juga belajar jujur pada diri sendiri. Karena pada saat puasa, tidak akan ada org yg tahu kalau seseorang itu sembunyi-sembunyi memakan atau meminum sesuatu.
Selain itu selama bulan puasa, segala bentuk ibadah umat Islam, dijanjikan akan diganjar dengan berlipat ganda pahala. Jadi seolah dapat menjadi penyeimbang dari sebelas bulan yang lain di mana ibadahnya masih kurang-kurang.
Dengan berpuasa seorang Muslim juga diharapkan dapat memahami lapar dan dahaga yang dirasakan kaum papa tak berpunya sehari-hari, sehingga dapat menimbulkan empati pada mereka. Dan belajar untuk hidup secukupnya, tidak berlebih-lebihan, apalagi berfoya-foya dengan kemewahan.
Namun sepertinya semakin lama orang Islam memaknai puasa di bulan Ramadhan hanya sekadar ritual tahunan biasa, bahkan semakin jauh dari nilai-nilai ibadah dan nilai sosialnya. Karena tak ada lagi terlihat bekas nilai puasa itu di keseharian sebagian sangat besar dari umat Islam itu sendiri.
Walaupun sudah sebulan penuh diberi kesempatan memperbaiki diri dan ibadahnya, dengan janji limpahan pahala dan berkah yg luar biasa untuk kehidupan berikutnya. Saat ini yang lebih terlihat adalah perayaan perayaan dan aktifitas aktifitas konsumtif lainnya, yang dibungkus dengan tema-tema keagamaan.
Padahal sejatinya hanyalah trik marketing dari perusahaan-perusahaan penyedia barang dan jasa. Tidak terlihat lagi perubahan sikap dan prilaku yang diharapkan setelah sebulan diajarkan menahan diri dengan puasa.
Yang ada malah semakin kerasnya persaingan dan keserakahan saat menjelang akhir Ramadhan, hari yang fitri yang disebut lebaran. Di mana seharusnya menjadi titik balik seorang Muslim menjadi kembali ke awal hidupnya yang suci tanpa dosa, karena sudah melewati satu bulan masa perenungan dan perbaikan diri dengan puasa dan ibadah lainnya, sepertinya tidak tercapai.
Tidak tau di mana salahnya, apakah satu bulan itu sebenarnya kurang untuk seseorang melatih diri menjadi lebih baik??? Entahlah…
Penulis: Rennie