Menanam kelapa sebagai alternatif pengganti tanaman cacao yang sudah rusak parah, karena dari tahun ketahun hasilnya terus menurun akibat serangan hama busuk buah. Kali ini saya menulis tentang cara menanam kelapa versi petani desa Silea Jaya, kecamatan Buke, kabupaten Konawe Selatan, propinsi Sulawesi Tenggara. Sebuah kabupaten yang berasal dari pemekaran kabupaten Kendari. Disyahkan berdasar UU NO. 4 Tahun 2003 tanggal 23 Februari 2003, kabupaten yang sudah berusia 15 tahun ini anehnya tidak punya pasar induk, tapi malah membangun stadion baru untuk pelaksanaan Porda.
Penanaman kelapa cara tradisional masyarakat desa Silea Jaya ini sudah saya lakukan pada lahan seluas 4,5 hektar. Pertama adalah persiapan lahan tanam yaitu pembersihan lahan dengan ongkos borongan sebagai berikut : untuk lahan hutan setiap hektar Rp. 5 jt – Rp. 7,5 juta, hutan sedang Rp. 3,5 juta, hutan kecil Rp. 2,5 juta, semak belukar Rp. 1,5 jt serta ongkos pembakaran material hasil pembersihan sebesar Rp. 250 rb – Rp. 1 jt tergantung banyaknya material sampah. Lahan saya berkatagori semak belukar, jadi ongkosnya paling murah.
Kemudian setelah lahan siap lalu dibuat lubang tanam dengan ukuran 90X90 dalam 50 cm, setelah lubang tanam jadi diberi dolomit (kapur alam) sebanyak 500 gram (relatif) setiap lubang.
Pemberian dolomit ini bertujuan untuk meningkatkan PH tanah, karena karakter tanah ber PH rendah 4-5. Lubang tanam dibiarkan selama 7 hari, setelah itu dilakukan penanaman bibit dengan jarak 8 X 8 m. Untuk setiap hektar lahan dibutuhkan bibit 164 pohon. Bibit menggunakan kelapa varietas lokal dari induk yang berusia tanam 28 tahun. Usia bibit 6 -7 bulan, sudah tumbuh 4 daun. Bibit ini dari awal diperlakukan non tehnis karena bibit dibiarkan tumbuh sendiri tanpa diberi pupuk dan lain sebagainya. Harga bibit kelapa lokal berkisar antara 10 – 15 ribu /pohon.
Setelah tanaman berusia 6 bulan baru dilakukan pemupukan NPK sebanyak 300- 400 gr (relatif) setiap pohon. Untuk selanjutnya setiap 6 bulan dilakukan pemberian pupuk NPK. Tanaman kelapa lokal biasanya belajar berbuah pada usia 4 tahun. Ketika pohon mulai belajar berbuah kondisi batang belum terlalu tinggi, biasanya petani mengambil niranya untuk bahan pembuatan gula merah.
Satu pohon bisa menghasilkan nira sebanyak 4 – 5 lt. Setiap hektar lahan bisa menghasilkan gula merah sebanyak 180 bonjong. Bonjong adalah istilah lokal untuk 2 biji gula merah dicetak pakai tempurung yang dibungkus plastik jadi satu.
Harga terkini gula merah di perajin 1 bonjong 5 ribu rupiah. Setiap hektar kebun /hari bisa menghasilkan 180 bonjong X harga Rp.5.000 = Rp. 900.000 belum dipotong ongkos pembuatan. Ongkos pembuatan terdiri dari pengambilan nira dan kayu bakar untuk perebusan nira pada proses pembuatan gula merah. Penghasilan Rp. 900.000 setiap hari ini cukup besar untuk kalangan petani, apalagi kalau memiliki lahan lebih dari 1 hektar, ya tinggal mengalikan saja.
Kelapa bibit lokal biasanya bisa menghasikan antara 7 – 14 butir buah setiap pohon, di panen setiap bulan, dan jika tidak terserang hama dan pada kondisi subur bisa berbuah sepanjang tahun. Musim panas biasanya kelapa berbuah maksimal.
Pohon kelapa yang pernah disadap niranya bisa berbuah lebih lebat. Sedangkan kelapa hybrida bisa menghasilkan 10 – 20 butir buah. Usia produktif kelapa lokal bisa mencapai 30 – 40 tahun, sedangkan kelapa hybrida 25 tahun.
Saat ini harga pembelian kopra dipetani turun drastis menjadi Rp. 4.000 /Kg dari yang biasanya Rp. 9.000 – Rp. 10.000,- karena harga kopra turun maka otomatis harga buah kelapa juga turun. Sekarang harga 1 butir buah kelapa dikebun petik sendiri Rp. 400 – Rp. 500,- ongkos panjat kelapa untuk setiap pohon biasanya Rp. 3.000 – Rp. 5.000,-. Kelapa gelondong yang sudah dikupas sabutnya dijual ke pasar sayur untuk konsumsi lokal di kota seharga Rp. 2.000 – Rp. 2.500,- tapi daya serapnya sedikit. Kebun kelapa juga punya kelebihan bisa ditanami model tumpang sari.
Demikian tulisan perihal kelapa ini moga bermanfaat bagi pembaca IndoVoice.
Salam Petani Makmur.