Satu Kardus Mie Instant Sudah Dapat Membuat Satu Keluarga Gembira
Banyak orang punya niat baik, untuk mengaplikasikan hidup berbagi. Akan tetapi dalam pikiran banyak orang, kalau mau berbagi terhadap orang yang berkekurangan, harus tunggu jadi kaya.
Padahal sesungguhnya dengan hanya bermodalkan satu kardus mie instant, kita sudah dapat membuat satu keluarga bergembira dan bersyukur.
Bagi sebagian orang, mendengar nama mie instant saja sudah ngeri, karena setelah membaca berita berita hoaks, bahwa makan mie instant bisa menyebabkan kanker dan sebagainya.
Saya mulai makan mie instant, sejak pabriknya berdiri di tanah air kita dan hingga kini, masih terus setiap pagi mengonsumsi Indomie. Tulisan ini tentu bukan bagian dari promosi terselubung, melainkan hanya merupakan penyataan, bahwa hingga usia memasuki angka 76, saya tetap sehat walafiat, walaupun setiap hari mengonsumsi mie instant.
Membahagiakan Orang Hanya Dengan Sekardus Mie Instant Mengapa Tidak?
Bagi orang yang hidupnya berkekurangan, mie instant merupakan: “santapan surgawi” Begitu senangnya mereka menerimanya, sehingga dijadikan sebagai “lauk” ketika makan nasi. Jadi sebungkus mie instant di masak dan kemudian dibagi 4 , yakni untuk kedua orang tua dan dua orang anak-anak mereka. Karena selama ini, mereka hanya makan dengan daun singkong atau sayuran apa adanya saja.
Menyaksikan mereka sangat menikmati pemberian kita, maka baru kita menyadari arti dan makna kalimat: “Berbahagialah yang memberi, daripada yang menerima”
Kuliah Nyata Bagi Anak-Anak
Kalau biasanya membawa anak-anak jalan ke Mall yang full airconditions, maka sesekali ajaklah anak-anak menyaksikan secara langsung dan berkomunikasi dengan saudara-saudara kita yang kurang beruntung. Percayalah, jalan ini merupakan kuliah nyata yang jauh lebih bernilai, ketimbang seratus kotbah yang muluk-muluk. Apa yang mereka saksikan dan rasakan ketika menengok anak-anak seusia mereka menikmati sejumput nasi dengan sesendok mie instant, akan terekam dalam memory mereka dan menjadi pelajaran nyata dalam kehidupan yang sesungguhnya.
Kelak, kalau mereka sudah dewasa dan menjadi orang sukses, pasti akan tetap ingat, bahwa di bawah kolong jembatan, masih ada saudara-saudara kita yang menunggu uluran tangan kita. Karena sesungguhnya hidup ini adalah universitas yang komplit. Bahkan banyak pelajaran ilmu hidup, yang sama sekali tidak tersentuh di bangku kuliah.
Di Universitas Kehidupan, terdapat mata pelajaran tentang :
- Arti hidup bertoleransi.
- Tentang makna kerendahan hati.
- Dunia bukan hanya milik golongan kita saja.
- Bahwa setiap orang berhak untuk hidup berbeda dengan kita.
- Bahwa kita tidak berhak mengatur cara orang beribadah.
- Bahwa dalam kelebihan yang kita miliki ,ada hak orang miskin di dalamnya.
- Dan seterusnya dan seterusnya.
Mendidik anak menjadi orang pintar, memang baik, tetapi mendidik anak-anak menjadi orang pintar dan sekaligus memiliki tenggang rasa terhadap sesama, adalah jauh lebih baik.
Tjiptadinata Effendi
Catatan:
Semua foto adalah dokumentasi pribadi Tjiptadinata Effendi