Oleh Gurgur Manurung
Malam pukul 12.00 di rumah kami, tiba-tiba alarm mobil kami yang parkir berbunyi kencang dan panjang. Saya lari melihat, apa yang terjadi. Ketika saya berlari ke pintu depan dari arah dapur, istri saya bilang hati-hati. Siapa tahu itu ulah orang jahat. Saya menghiraukan teriakan istri saya.
Ketika saya dekat mobil kami yang baru dibeli 1 tahun yang lalu, ada anak lajang jatuh dengan sepeda motor. Anak muda itu melabrak mobil kami. Saya menolong anak itu. Ketika saya menolong, istri saya datang dan melihat anak tersebut.
Istri saya menjelaskan bahwa sepeda motornya tidak pakai lampu dan sepeda motor itu tidak layak pakai. Motor yang dipakai anak muda itu sudah termasuk kategori butut (odong-odong) dan melajur dengan kencang pula. Tuduhan istri saya itu diiyakan anak muda itu.
Di depan rumah ada tiga anak muda dan 1 orang tua sedang nongkrong. Mereka bertiga melihat kejadian. Salah satu diantara tiga itu menceritakan kepada saya bahwa anak itu ayahnya sudah meninggal. Ibunya sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Singapura. Anak itu hanya mengandalkan uang dari parkir di lokasi olah raga bulu tangkis.
Saya panggil anak yang menabrak mobil kami itu untuk bergabung dengan kami. Kemudian, apa yang cocok hukumanmu? Anak itu terdiam. Kesannya anak itu takut. Saya tanya namanya dan umurnya. Umurnya baru 17 tahun. Saya menjelaskan bahwa sepeda motor yang tidak pakai lampu sangat berbahaya.
Bagaimana, jika menabrak manusia dan yang ditabrak meninggal atau cacat, atau resiko lain? Dia manggut-manggut saja. Wajahnya terus tertunduk.
“Dimana tinggil dek?”
“Aku di Posko RT anu”
“Jadi, kau mandi di mana? Saya mandi di musholla. Sepeda motor ini milik teman saya”
Dari penjelasan itu, saya dan istri tertunduk.
Istri saya menanyakan sekolahnya sampai tingkat apa? Anak itu mengatakan SD. Apakah ijazah SD ada? Dia jawab sudah hilang. Istri saya menanyakan apakah dia mau sekolah? Dia menunduk. Istri saya menjelaskan Yayasan Sahabat Anak. “Sahabat anak bisa mengurus dia sampai sukses bang, kalau mau” Kata istriku kepadaku.
“Kalau mau adek sekolah, datanglah besok ke rumah. Kedatanganmu besok, menunjukkan keseriusanmu iya”
“Tetapi, harus diingat, jangan paksakan naik motor yang tidak pakai lampu di malam hari. Hati-hati iya Kata istriku kepadanya.
Saya sampaikan, ikuti saja yang disampaikan istri saya. Diapun pergi. Sayang, anak itu tidak datang sampai saya menuliskan cerita ini.
Selama ini, saya melihat jika ada yang melihat kesalahan, manusia cenderung menghukum. Menghukum tujuannya untuk mendidik. Dan, tidak semua harus dihukum. Dia sudah menghukum dirinya dengan kesakitan karena menabrak mobil kami.
#gurmanpunyacerita