Dalam perjalanan hidup, kita menyaksikan bahwa setiap individu meyakini tentang sebuah kebenaran. Sehingga tidak mengherankan, bahwa setiap pemeluk agama yakin bahwa agamanya yang paling benar. Selama tidak mengusik keyakinan orang lain dan tidak memaksakan “kebenaran” yang kita yakini kepada orang lain, tentu tidak masalah. Yang penting adalah mengakui, bahwa setiap orang berhak untuk berbeda keyakinan dengan diri kita.
Belajar Tentang Kebenaran dari Sebuah Legenda
Hidup adalah proses pembelajaran diri tanpa akhir. Seperti apa yang tersirat dalam pesan “Belajar sejak dari buaian, hingga ke liang lahat”, maka tidak ada salahnya bila kita belajar dari sebuah legenda, bahkan belajar dari sebuah dongeng.
Legenda Dari Negara Gajah Putih.
Konon, pada jaman dahulu di Thailand belum ada binatang yang namanya gajah. Oleh karena itu Maharaja memerintahkan salah satu menteri untuk berangkat ke negeri di seberang lautan, untuk membeli sepasang gajah. Maksudnya, agar rakyatnya melihat langsung binatang yang selama berabad-abad, hanya dikenal lewat cerita dari mulut ke mulut. Karena harus menyeberangi lautan, maka perjalanan utusan Maharaja untuk membeli sepasang gajah memakan waktu yang cukup panjang.
Ahkirnya yang di tunggu-tunggu datang juga. Tapi karena sudah larut malam, maka sepasang gajah tersebut dikandangkan dan keesokan harinya, baru rakyat di ijinkan untuk menyaksikan binatang langkah ini. Tetapi Maharaja ingin, bahwa para pembesar kerajaan tahu tahu lebih dulu tentang gajah ini. Maka diperintahkan mereka untuk malam itu juga ke lokasi di mana kedua gajah ini dikandangkan.
Berhubung sangat gelap, maka para pembesar memerintahkan supaya segera dinyalakan obor.Tetapi pawang gajah melarang dan mengingatkan bahwa gajah sangat sensitif. Kalau dikagetkan dengan nyala obor maka dikuatirkan mereka akan mengamuk dan tidak seorangpun dapat menahan, bila gajah mengamuk. Alasan ini masuk akal, maka para Pembesar Kerajaan membatalkan niat mereka untuk menyalakan obor.
Jalan satu satunya untuk mengetahui tentang gajah, adalah dengan meraba-raba. Karena masing-masing ingin menjadi orang nomer satu yang tahu tentang gajah maka tanpa perasaan malu, para Pembesar Kerajaan ini berebutan untuk memegang gajah. Berhubung terhalang dengan balok balok kandang, maka para pejabat hanya dapat memegang bagian-bagian dari tubuh gajah tersebut.
Memegang Kaki Gajah
Yang seorang memegang kaki gajah dan berpikir “Ternyata benar, gajah itu besar, seperti tiang istana.”
Memegang Gading Gajah
Pembesar yang lain,kebagian memegang gading gajah. Ia mengomel dalam hatinya “Hm ternyata gajah itu tidak besar, hanya keras saja”
Memegang Perut Gajah
Pembesar ketiga, bersorak dalam hatinya “Benar-benar luar biasa, ternyata gajah itu seperti balon raksasa”, karena ia dapat meraba perut gajah
Memegang Ekor Gajah
Pembesar keempat.mengucapkan sumpah serapah dalam hatinya “Bohong semuanya, apanya yang besar? Kan cuma segini?” Katanya dalam hati, sambil memegang ekor sang gajah.
Apa Yang Terjadi?
Setelah puas, maka ke empat Pembesar Kerajaan ini kembali ke kediaman mereka masing masing. Ternyata mereka sudah ditunggu oleh rakyat daerahnya, yang tidak sabaran ini mengetahui,bagaimana bentuk dan rupa gajah. Maka dengan semangat yang berapi-api, setiap Pejabat Kerajaan, mulai berpidato. Menyampaikan pendapat mereka tentang gajah dan disambut dengan meriah oleh rakyatnya. Mereka bangga, bahwa Pembesar yang berasal dari daerahnya, ternyata tahu lebih dulu tentang gajah.
Tetapi justru hal ini mendatangkan petaka bagi negeri yang tadinya aman dan tentram. Rakyat saling berargumentasi tentang bentuk dan rupa gajah, sesuai dengan penjelasan dari para pembesar mereka. Maka tawuran diantara penduduk tidak dapat dielakkan lagi, Malam itu menjadi malam yang paling mengerikan bagi negeri yang tadinya aman tentram dan damai.
Maharaja Sangat Berang
Alkisah, Maharaja menjadi sangat berang dan memerintahkan agar semua rakyat dan pembesar, pada waktu matahari terbit besok pagi sudah harus hadir di alun-alun, untuk membuktikan siapa diantara para Pembesar ini yang benar.
Keempat pembesar ini sangat percaya diri, masing-masing amat yakin, bahwa merekalah yang benar, sedangkan yang lain berbohong. Malam semakin larut dan semua penduduk tertidur pulas.. Keesokkan harinya, ayam jantan berkokok, petanda sang mentari sudah terbit. Maka berduyun-duyun rakyat dan pembesar datang ke alun-alun di mana gajah dikandangkan.
Bunyi terompet dan genderang, bagaikan pasukan yang mau perang… Maharaja tiba dan memerintahkan membuka pagar kandang, agar sepasang gajah tersebut bebas keluar dan bisa disaksikan oleh semua hadirin. Dalam hitungan detik, kedua ekor gajah berlari keluar kandang, karena kaget mendengarkan terompet dan genderang….
Tiba tiba,….semuanya hening…. sepi…. tidak ada yang bersuara.. Maharaja amat murka dan dengan suara mengguntur mengatakan “Kamu semuanya pembesar yang lancang, Hanya dengan memegang sebagian dari tubuh gajah saja, kalian sudah berani menyampaikan bahkan bersumpah bahwa kamu sudah melihat dengan mata kepala sendiri. Kamu lihat, akibat kelancangan kalian, rakyat yang tadinya hidup dengan tenang dan damai, jadi saling tawuran. Mulai saat ini kamu semua saya pecat dari jabatan kamu.
Dan kepada Menteri Kerajaan, Maharaha bersabda “Mulai saat ini, gajah ini harus dikembang biakkan, Aku ingin di seluruh negeri ini kelak akan dipenuhi dengan gajah. Sebagai peringatan untuk seluruh rakyatku, agar jangan lagi saling bertempur melawan saudara sendiri, hanya karena pengetahuan yang sepotong-sepotong.
Maka tersebutlah, sejak saat itu negeri Thailand ini dijuluki juga Negeri Gajah Putih. Kisah sepasang gajah putih ini, ternyata membahana hingga seluruh jagat raya. Banyak kerajaan-kerajaan yang tadinya saling berperang, karena mempertahankan “kebenaran kebenaran” yang sepotong-sepotong, menjadi sadar diri dan mereka hidup rukun dan damai sepanjang masa
Semoga dapat dipetik manfaatnya, agar jangan pernah memaksakan keyakinan kita pada siapapun. Karena keyakinan yang dianggap kebenaran, sesungguhnya hanyalah sepenggal kebenaran, Kebenaran sejati, hanya ada pada Tuhan! Adakah yang mau membantah hal ini?
Tjiptadinata Effendi